Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

15. Incheon Airport (a)

Written by HafsahAzzahra09
Edited by Yamashita_Izumi

***

Pagi ini, Ara mendengkus untuk yang kesekian kalinya, Ia pun menggulung lengan piyamanya hingga siku, lalu mulai mengeluarkan semua pakaiannya dari lemari. Tidak, gadis itu bukan berencana untuk kabur dari rumah. Ia hanya sedang muak dengan isi lemarinya yang mirip seperti kapal Titanic, teramat berantakan.

Setelah itu, Ara duduk dan melipat ulang baju-baju kesayangannya. Beberapa di antaranya tampak tak terselamatkan dan ia harus menyeterika ulang. Jam digital di ponsel adik kembar Ana itu masih menunjukkan pukul empat pagi, tetapi, gadis itu sudah sangat sibuk. Akhir-akhir ini Ara memang bangun lebih pagi dari biasanya.

Gadis bermata kelam itu menyalakan lagu One Oke Rock, lagu kesukaan kakaknya, untuk mengusir rindu akan kembarannya. Dalam kurun waktu kurang dari satu jam, semua pakaian Ara telah kembali rapi layaknya produk laundry. Ia pun tersenyum puas, lalu ia menengadahkan kepala, pekerjaannya masih belum selesai. Masih ada sarang laba-laba di ventilasi, pigura, dan di dekat gantungan baju.

Ya! Mengapa aku selama ini begitu jorok!

Gadis itu membatin sambil bergidik melihat semua kekacauan yang diakibatkan oleh kemalasannya. Ia pun melangkah untuk mengambil senjata tempur: sapu panjang, kemoceng, kain lap, dan sekop. Kemudian, Ara mulai memberantas semua debu dan mengerjakannya dengan cepat. Meski sesekali, ia terbatuk karena tebalnya debu beterbangan yang hinggap di hidungnya, tetapi ia berusaha mengatasinya dengan baik.

Setelah selesai dengan kamarnya, gadis itu masih belum puas. Ia pun berjalan menuju kamar kakaknya. Ara lagi-lagi mendengkus saat melihat tatanan kamar Ana. Sungguh berbanding terbalik dengan kamarnya. Mengapa Eonni bisa serapi ini? batinnya.

Ia pun mulai membereskan kamar kakak kembarnya. Feeling gadis itu mengatakan, Ana akan pulang sebentar lagi. Tidak butuh waktu lama, Ara sudah selesai membereskan kamar Ana yang sudah berdebu karena tidak digunakan selama beberapa bulan. Ia menyeka peluh di dahi, dan melihat sekali lagi poster-poster besar yang menghiasi dinding. Para idola sang kakak yang semuanya berkebangsaan Jepang.

Ara jadi berandai-andai, ingin menginjakkan kaki di Negeri Sakura. Meskipun Ana telah beberapa kali merantau, Ara belum pernah melakukannya. Sehingga sesekali, keinginan untuk jauh dari rumah mampir di benak Ara.

Setelah itu, wanita kurus itu pun menutup kembali pintu kamar kakaknya, lalu lanjut merapikan dapur, dan ruang keluarga.

Mumpung Eomma dan Appa belum bangun, aku harus segera menyelesaikan semua pekerjaan ini!

Tekad Ara itu membuatnya kembali bergerak cepat. Meski kemarin ia sudah mencicil pekerjaannya, tetap saja, pekerjaan rumah seolah-olah tidak pernah ada habisnya.

Diam-diam, gadis itu salut dengan para ibu rumah tangga yang setiap hari melakukan pekerjaan ini. Pasti mereka merasa sangat lelah, sedangkan Ara tidak pernah membantu pekerjaan ibunya. Jam pulang sekolah yang terlampau sore, bahkan malam, selalu menjadi alasan. Sebuah penyesalan pun terbit di pikiran.

"Seharusnya aku tidak semalas ini! Aku sudah dewasa,dan sekarang aku harus bisa mengurus diriku sendiri," gumam gadis berbibir ceri itu.

Ara menyelesaikan seluruh pekerjaannya sekitar pukul delapan pagi. Yongsu keluar dari kamarnya sambil menguap dan mengucek mata kanannya. Namun, kantuk bocah lelaki itu lenyap begitu saja saat melihat setiap sudut rumahnya begitu bersih. Bahkan seluruh ruangan di rumah sederhana itu juga menguarkan aroma jeruk, sangat wangi dan segar

"Noona mimpi apa? Mengapa akhir-akhir ini selalu bangun pagi?" tanya Yongsu dengan matanya yang dilebarkan dengan ukuran maksimal.

"Ya! Bocah ingusan, aku selalu bangun paling awal di keluarga kita," kilah Ara.

"Noona, benar. Tapi, dulu Noona tidak pernah serajin ini. Bahkan Noona sekarang lebih rajin mandi dan mencuci rambut." Bocah sepuluh tahun itu berdecak heran. "Apa Noona sedang jatuh cinta hingga berubah seperti ini?"

Seketika itu juga Ara memutar kepalanya sampai-sampai Yongsu menatap ngeri ke arah kakaknya. Takut kalau-kalau engsel leher Ara terlepas.

"Kau bilang apa barusan? Coba ulangi?" Ara melayangkan tatapan mautnya.

"Ana Noona saja sampai terbang ke Jepang karena menjadi budak cinta. Lalu apakah Ara Noona tidak—"

"Aku dengan Eonni memang terlahir kembar tetapi kami berbeda, Yongsu-ya."

Bocah lelaki itu mengunci bibir. Kemudian, Ara pun berlalu menuju kamar mandi. Tidak hanya tubuhnya yang merasa gerah, tetapi hatinya juga. Bulan demi bulan berlalu dan Ana masih teguh pada pendiriannya, membela Hikaru serta meyakini semua gosip yang terdengar hanyalah bualan semata.

♥♥♥

Selepas mandi, segera Ara menyambar ponsel. Benar saja, ada sebuah pemberitahuan di sana.

Ana Eonnie

Aku sedang dalam perjalanan ke bandara. Mungkin, aku akan sampai pukul tujuh malam.

Pesan dari Kim Ana itu membuat Ara melebarkan mata mungilnya. Dugaannya tepat! Ana akan segera pulang. Namun, gadis itu tidak menyangka kakaknya itu akan pulang hari ini juga. Malam ini! Ya Tuhan!

Kim Ara

Mengapa baru mengatakan sekarang kalau kau akan pulang?

Ana Eonnie

Kejutan!

Ara pun mendengkus.

Kim Ara

Aku akan menjemputmu.

Gadis tanpa ekspresi itu kembali melempar gawai ke kasur. Lalu lanjut mengeringkan rambutnya yang basah. Untung aku sudah membersihkan semua ruangan. Hari ini Eonni pulang. Ara menghela napas lega.

Ana Eonnie

Tidak perlu. Kau beristirahat saja dan tunggu aku di rumah.

Sayangnya, Ara tidak membaca pesan terakhir Ana karena ia langsung berganti pakaian. Ia harus bergegas ke kampus. Sedikit lagi, ujian akhir semesternya akan berakhir. Ara ingin indeks prestasi pertamanya tidak kalah dengan saudara kembarnya yang terkenal cerdas.

Setelah berpakaian rapi, Ara pun segera menyambar ransel, dan berlari ke luar kamar. Namun, tidak berselang lama gadis itu kembali. Ia melupakan ponsel pintarnya. Ara pun mengecek sekali lagi barang bawaannya setelah memasukkan ponsel pintarnya ke dalam saku. Dirasa lengkap, Ara kembali berlari ke luar kamarnya, berpamitan pada seluruh penghuni rumah.

♥♥♥

Sejak Ara menerima cokelat pemberian Jungho, ia sangat yakin kalau lelaki itu tidak beres. Pasalnya, sejak hari itu pula, Ara merasa hubungannya dengan lelaki berkacamata itu semakin dekat. Mereka juga pernah tidak sengaja bertemu dan berangkat bersama menggunakan bus, seperti sebelumnya.

Bahkan pada malam hari, Jungho juga meneleponnya! Ara pikir, lelaki itu memiliki niat terselubung. Namun, Ara segera menepis pemikiran negatifnya terhadap Jungho. Bukankah ketika seseorang melakukan sesuatu dengan tulus, maka orang yang menerima perlakuan tersebut juga akan merasakan ketulusannya. Hal itulah yang Ara rasakan.

Entah mengapa Ara tiba-tiba menjadi antusias saat bertemu dengan Jungho. Maka, saat ia menemukan Jungho datang dengan napas yang memburu, ia langsung memamerkan wajah cerianya untuk lelaki itu. Melihat senyum cerah di bibir ceri Ara, Jungho jadi merasa lega. Gadis anehnya telah kembali, dan mungkin akan mulai banyak bicara seperti saat pertama kali mereka bertemu.

Namun, tidak berselang lama, senyum di bibir gadis itu menghilang. Ara menemukan ada yang hilang dari diri lelaki yang duduk di sebelahnya. Dasi. Sepertinya Jungho terlampau terburu-buru mengejar bus hingga lupa mengenakan dasinya.

"Oppa, apa kau terlambat hari ini?" tanya Ara, membuka obrolan di antara mereka.

"Hmm." Jungho menjawab sekenanya. Ia masih sibuk mengatur deru napasnya.

"Hingga lupa mengenakan dasi?" lanjut gadis itu sambil melirik kerah kemeja Jungho.

"Aigo! Aku melupakannya!" pekik Jungho terkejut.

Pria itu memang merasa ada sesuatu yang tertinggal. Namun, ia tidak menemukan kejanggalan apa pun hingga gadis kecil di sebelahnya buka suara. Sebenarnya, Ara memiliki tubuh yang cukup tinggi. Jika dibandingkan dengan kembarannya—Kim Ana yang berpostur 160 cm, Ara lebih tinggi tiga sentimeter. Namun, fisik Jungho yang menjulang membuat Ara terlihat begitu mungil.

"Apakah seorang jaksa harus selalu mengenakan dasi? Apa kau tidak menyimpan dasi cadangan di loker kerjamu? Tenanglah, Oppa, ini bukanlah masalah serius. Aku kebetulan membawa dasi di tas. Sebentar!" Ara mulai mengacak isi ranselnya dan mengeluarkan dasi yang selalu ia bawa-bawa itu.

"Mengapa gadis kecil sepertimu bisa membawa—"

"Yak! Diamlah, Oppa, kau berisik sekali!"

Jungho tercengang mendengar bentakan Ara. Bukankah yang dari tadi bicara adalah gadis itu? Namun, ia sama sekali tidak membantah. Ia hanya merapatkan bibir. Terlebih saat Ara mulai memasangkan dasi hitam di kerah kemejanya. Lelaki itu merasakan debaran jantungnya saat Ara semakin mengikis jarak di antara mereka. Tangannya begitu terampil dalam mengikat dasi. Dalam satu menit, pekerjaannya pun selesai.

"Gotcha! Selesai!"

Kelopak matanya membentuk satu garis lurus saat gadis itu tersenyum senang. Sementara tanpa Jungho sadari, Ara melihat kedua telinga lelaki itu memerah.

"Apakah terlambat membuat Oppa diserang demam?" tanya Ara. Baru saja ia akan menyentuh kening Jungho untuk memastikan, tetapi tiba-tiba suara seseorang yang ia kenali membuyarkan semuanya.

"Waktu kalian telah habis! Tinggalkan lembar jawaban dan soal di atas meja dan kalian sudah boleh pulang!" titah dosen yang berdiri di podium.

Tunggu sebenatar. Apa pertemuannya dengan Jungho barusan hanyalah ....

"Kau melamun lagi, Ara-ya?!" tanya Bonghee, gadis yang duduk di sebelahnya. Jarum panjang dan pendek di jam dinding ruang kelas, nyaris sejajar, menunjukkan pukul enam petang.

Ara pun menepuk jidatnya yang tertutupi poni. Bisa-bisanya ia memikirkan lelaki itu di saat ujian seperti ini! Ara memang sudah selesai mengerjakan soal ujiannya. Namun, ia berniat untuk mengecek kembali jawabannya sebelum mengumpulkan kertas jawabannya. Nyatanya, bukannya mengecek jawaban, Ara justru melamun hingga waktu ujiannya habis!

"Sudah hampir jam enam. Kau ingin ke bandara, kan?" Suara cempreng Bonghee, memenuhi telinga Ara. Kemudian, gadis itu mulai merapikan alat tulisnya seiring langkah dosen yang mulai mengumpulkan lembar soal dan jawaban dari ujian hari ini.

"Ah, hampir saja aku terlambat." Ara mengerjap, lalu mengusap wajah. Setelah itu ia pun membereskan alat tulis dan, memasukkannya dalam ransel. "Semoga kita beruntung. Aku pergi dulu!" pamit gadis itu dengan terburu-buru, meninggalkan temannya begitu saja.

Untuk mempersingkat waktu, Ara pun menyetop taksi. Setelah mengatakan tujuannya, transportasi umum itu pun melaju membelah padatnya kendaraan. Setelah seharian berkutat di perpustakaan lalu dilanjutkan dengan ujian, akhirnya Ara bisa kembali membuka ponselnya.

Ana Eonnie

Tidak perlu. Kau beristirahat saja dan tunggu aku di rumah.

Pesan terakhir Ana menyembul di kotak masuknya. Bagaimana bisa Ara hanya diam di rumah sementara ia begitu ingin memeluk, dan memukul kepala kakaknya yang bebal itu. Ara kembali menyimpan ponselnya dalam tas tanpa membalas pesan singkat Ana.

***

25 Juni 2021

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro