12. Korea dan Todai (a)
Kim Ana
Selamat pagi, Hikaru-kun. Aku menghubungimu hanya untuk mengetahui keadaanmu. Kamu baik-baik saja, kan?
Kim Ana.
Hikaru terkejut saat melihat pesan singkat dari nomor tak dikenal di WhatsApp-nya. Kim Ana berhasil menghubungi kembali. Padahal, Hikaru berharap gadis itu menyerah setelah ia berusaha mati-matian mengabaikannya. Itu akan membuatnya lebih mudah untuk menjauh.
Hikaru menatap layar ponselnya lama. Ia ingin sekali membalas pesannya. Menghilangkan kebiasaan memang tidak mudah. Hikaru sudah terbiasa dengan pesan dan celotehan gadis itu di setiap malamnya. Dan sejak ia memutuskan untuk mengakhiri semuanya, Hikaru mengalihkan perhatiannya dengan menulis dan menulis. Ia tidak hanya ingin menjadi penyanyi tetapi juga menciptakan lagu untuk dirinya sendiri.
"Apa yang sedang kau lakukan?" Izumi tiba-tiba datang dan mengejutkan Hikaru. Lelaki itu pun buru-buru menyimpan ponselnya di saku celana hitamnya.
"Tidak ada. Aku hanya menunggumu," bohong Hikaru.
"Aku sudah datang, jadi kita harus segera pergi."
Keduanya pun meninggalkan kantor Chiba Entertainment menuju lokasi fansign. Hikaru mengekori Izumi dengan langkai lemah. Ia sangat ingin mengisi energinya dengan menghubungi Ana. Namun, itu sangat tidak mungkin ia lakukan. Karus teror yang diterima Yuna karena ketahuan media tengah berkencan dengan Takeshi membuat Hikaru takut hal serupa akan menimpa Ana. Ia tidak boleh egois. Ditambah dengan kata-kata Ara waktu itu membuat Hikaru semakin berpikir. Mereka adalah saudara kembar. Tidak menutup kemungkinan Ana juga mudah mengalami trauma seperti Ara.
"Apa wajah tertekuk seperti itu yang akan kau pamerkan pada penggemarmu?" tegur Izumi.
"Maafkan aku." Hikaru pun berusaha tersenyum.
Sesampainya di mobil, ia sengaja menonton acara reality show komedi untuk membangkitkan mood-nya. Perlahan, bayangan Ana mulai menghilang dari benak. Dan Hikaru sangat mensyukuri hal itu. Ia harus selalu bisa menampilkan senyum menawan untuk penggemarnya.
♥♥♥
Ana kesal setengah mati karena Hikaru menonaktifkan status WhatsApp-nya. Ana yakin, Hikaru pasti sudah membacanya, tetapi centang biru itu tidak juga muncul di sana. Tidak mungkin juga pesannya tertumpuk pesan lain, karena pasti hanya segelintir orang yang bisa mendapatkan nomor pribadi sang artis. Hikaru sengaja tidak membalas pesannya. Beberapa kali, Ana melihat WhatsApp Hikaru dalam mode online. Ana pun melempar asal ponselnya ke kasur dan mengempas tubuhnya di benda empuk itu. Ia memejamkan mata. Berharap ketika ia membuka mata nanti cinta pertamanya itu mau membalas pesannya.
Terkadang, ide untuk kembali ke Jepang terlintas di kepalanya. Namun, angannya hanyalah sebatas angin karena tabungannya sudah habis. Keluarganya juga tidak akan memberinya pinjaman. Terlebih saat ini Ara masih menentang keras hubungannya dengan Hikaru.
Ana pun pasrah karena ia menemui jalan buntu. Ia sudah tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Tangannya meraba kasur untuk mencari ponsel yang tadi ia lempar. Jarinya mulai menjelajah Twitter dan akhirnya, setelah sekian lama, ia menemukan foto dan video Arata Hikaru sedang melakukan fansign. Netra gadis itu pun sibuk memandang foto Hikaru dari layar ponsel. Kini ia tidak lebih seperti penggemar Hikaru yang lain. Tidak memiliki akses untuk menggapai sang superstar.
♥♥♥
Ana dan Ara semakin sibuk mempersiapkan ujian kelulusannya. Sebentar lagi mereka akan menanggalkan status sebagai pelajar. Begitu pula Hikaru, ia dua kali lipat lebih sibuk dibanding sebelumnya. Ujian kelulusan sudah semakin dekat, jadwal keartisannya juga semakin padat. Tak jarang ia hanya tidur 2-3 jam dalam sehari. Namun, lelaki itu tidak pernah mengeluh. Semua ini adalah konsekuensi dari pilihan yang ia ambil. Meski terkadang, ia masih merindukan kasurnya, tetapi Izumi telah menerornya dengan panggilan telepon untuk segera datang ke kantor agensi.
"Eonnie, apa kau tau cara mendapatkan jawaban ini?" tanya Ara sambil menyodorkan buku latihannya pada Ana.
"Mudah saja." Ana pun dengan sabar mengajari Adiknya. Tes masuk perguruan tinggi tentu lebih sulit dibanding ujian kelulusan. Sehingga banyak pelajar memperlajari soal rumit agar terbiasa dan bisa mengerjakan soal yang lebih mudah.
"Ternyata mudah sekali." Ara mengangguk-angguk paham.
"Apa pun asal kau tau jawabannya maka akan menjadi mudah."
"Aku senang bisa belajar setiap hari bersama mentor gratisan."
Ana pun menoyor kepala adiknya.
"Ya, kau harus mendapat nilai yang baik!"
"Tentu saja. Kau akan bangga padaku." Ara membusungkan dada.
Setelahnya, mereka pun kembali berkutat dengan rumus dan angka. Memusatkan konsentrasi pada latihan soal. Tak lupa pula memasang timer sebagai penanda waktu seoalah ujian sungguhan sedang berlangsung.
♥♥♥
Seo Jungho
Doaku menyertaimu. Fighting
Ara senyum malu-malu saat membaca pesan penyemangat dari oppa-nya itu. Tentu saja ia akan lebih berjuang jika seperti ini. Ia pun mengecek semua peralatan tempurnya. Pensil, penghapus, kartu ujian. Lengkap. Ia sudah siap untuk ujian kelulusan hari pertamanya.
"Ya, apa kau sudah gila dengan terus tersenyum seperti itu?" tegur Ana.
"Apa Eonnie tidak bisa melihatku senang sedikit, hmm?" Ara memelototkan mata kecilnya.
"Ayo cepat nanti kita terlambat."
"Aku sudah siap daritadi. Eonnie saja yang terlalu lambat dalam menyisir rambut," cibir Ara.
Untuk menghindari perdebatan tidak penting mereka di pagi hari, Ana pun segera meninggalkan Ara.
"Ya, ya, Eonnie. Aku menunggumu tapi kau malah meninggalkanku!" dengkus Ara.
Hari-hari berikutnya pun berjalan seperti ini. Kecemasan Ara yang hilang akibat pesan penyemangat Jungho. Ana yang selalu lama ketika berdandan, padahal ia hanya mebubuhkan bedak bayi ke wajahnya. Dan Ara yang ditinggalkan padahal ia yang sudah lelah menunggu kakaknya.
Ujian demi ujian pun usai. Masa penantian tiga tahun akhirnya berakhir hari ini. Semua siswa bersuka cita dengan memasang senyum lega. Ana maupun Ara tidak pernah selega ini sebelumnya. Mereka pun mengabadikan momen dengan mengambil video amatir untuk diunggah ke Instagram story. Suasa gaduh sekolah, murid yang berlarian ke sana-kemari, rompi merah yang sudah ditanggalkan dan hanya menyisakan kemeja putih. Semua menjadi keributan yang suatu saat akan mereka rindukan.
Ara ikut berlarian sambil memvideo teman-temannya. Suara cemprengnya membahana saat menyanyikan lagu kebangsaan. Hari ini adalah hari kemerdekaan bagi mereka jadi Ara merasa perlu untuk menyanyikan lagu kemerdekaan.
"Ara-ya! Berhenti berlari-lari!" tegur Ana.
"Ayo Eonnie. Kita harus merayakan ini!"
"Ujian baru selesai dan kita belum tentu lulus. Berhentilah kekanakan seperti itu."
"Ya, kau merusak suasana saja!" Ara mendengkus.
Ana terlalu lelah jika harus mengikuti keaktifan adik kembarnya. Sehingga ia memilih untuk duduk di bawah pohon pinggir lapangan, dan mengangsurkan botol minuman ketika Ara menghampirinya. Sang adik pun menegak cepak minuman jeruk dingin yang diberi kakaknya. Peluh membasahi kening. Rasanya sudah lama Ara tidak merasa sebebar sekarang.
"Aku benar-benar senang! Terlepas apa pun hasilnya nanti, aku sudah berusaha keras. Dan aku harus benar-benar berterima kasih pada diriku sendiri," ucap Ara sungguh-sungguh.
Ana tertegun. Sepulang sekolah, ia berencana untuk kembali mengulang pelajaran untuk masuk universitas. Impiannya terlalu besar dan ia butuh usaha lebih untuk bisa meraihnya.
"Bekerja keras boleh saja. Tapi, jangan lupakan diri sendiri yang perlu dijaga," lanjut Ara lagi.
Ia pun bangkit dan kembali berfoto bersama teman-temannya yang lain. Ana pun melangkah mendekat dan berbaur bersama Ara, Nana, dan yang lainnya. Ara benar. Kali ini saja. Setelah semua kerja kerasnya, ia harus bersenang-senang.
♥♥♥
Mataram, 10 Juni 2021
With Love
Hafsah Azzahra dan Yamashita Izumi
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro