10. Aku Tidak Percaya (a)
Written by HafsahAzzahra09
Edited by Yamashita_Izumi
***
Persidangan telah berakhir dua hari yang lalu. Semuanya telah usai. Dalpo sedang mendapatkan karmanya. Jungho baru saja pulang setelah acara minum-minum bersama teman-temannya. Kasus yang mereka tangani kembali memperoleh kemenangan di pengadilan.
Ana sedang tersenyum-senyum sendiri sambil menatap android. Ia pasti sedang bertukar pesan dengan Arata Hikaru. Sementara Ara, berbeda dengan semuanya, ia masih diliputi takut. Trauma itu masih menjadi miliknya.
Semuanya menjadi berbeda, sekarang. Dulu, ia hanya bisa menatap iba saat mendengar berita mengenai para korban fitnah. Namun, sejak ia merasakan langsung berada di posisi itu, ditambah dengan eksistensinya di sel tahanan, semuanya tidak lagi sama.
Krisis kepercayaan. Ara mengutuk dirinya yang terlalu polos. Selama ini, ia menganggap semua orang dengan penilaian yang sama, sama baiknya. Nyata, dunia tidak semenyenangkan itu.
Ribuan taburan cahaya di langit kini menjadi teman Ara. Ia duduk di jendela kamarnya sambil mengangkasakan pandang. Napas berat lolos bersama gumpalan karbon dioksidanya. Dalpo memang sudah dipenjara, tetapi mengapa hatinya belum tenang juga?
Suara cekikikan Ana masih bisa Ara dengar di sebelah tembok kamarnya. Ia juga ingin bisa tertawa seperti kembarannya. Namun, ia tidak memiliki alasan untuk itu. Semua komiknya sudah habis ia baca. Mungkin setelah ini Ara harus mencari komik baru di Webtoon untuk menghilangkan suntuk. Iya, Ara bertekad akan melakukannya nanti.
Sementara lagu? Ara sedang tidak ingin mendengar lagu apa pun. Ia sudah bosan dengan semua playlist yang memenuhi memori ponselnya. Mengunduh lagu-lagu baru? Ara juga bertekad untuk melakukannya, juga. Ia pun meraih ponsel pintar dan hendak membuka laman Youtube. Namun, sebuah notifikasi membuat Ara menghentikan niatnya.
Seo Jungho
Sudah tidur? Teman-temanku mabuk berat. Beruntung aku masih bisa menyetir dengan selamat sampai rumah.
Kim Ara
Belum. Kalian mabuk? Mengapa?
Seo Jungho
Ada beberapa kasus yang kami menangkan akhir-akhir ini, termasuk kasusmu. Wajar, kan, kalau kami merayakannya dengan bersenang-senang. Terlalu serius bekerja akan membuatmu cepat tua.
Kim Ara
Benar.
Jungho tertawa kecil melihat balasan singkat Ara. Ara tetaplah Ara. Ia tidak pernah mengetik balasan panjang untuk pesan-pesan yang masuk di Line-nya.
Seo Jungho
Bolehkah aku meneleponmu?
Ara terdiam. Ia melihat deretan kata itu sambil berpikir, haruskah? Namun, ia tidak memiliki agenda apa pun malam ini. Sepertinya, menerima tawaran Jungho tidak ada salahnya. Ini adalah kali pertama Jungho meneleponnya setelah kasus yang menimpanya selesai.
Kim Ara
Iya.
Sedetik kemudian, Jungho benar-benar melaksanakan niatnya. Ara pun segera menggeser ikon hijau untuk menerima panggilang. Jaksa muda itu cepat sekali merespon! Ara menjadi kewalahan. Tidak biasanya ia seperti ini. Ia pun merutuk dalam hati sebelum menjawab sapaan lelaki itu.
"Gadis aneh, mengapa kau belum tidur?" goda Jungho.
"Yak, Jaksa pemabuk! Apa kau meneleponku hanya untuk menggodaku?"
Suara kekehan Jungho begitu renyah di telinga Ara. Gadis itu pun mendengkus.
"Ara-ya."
"Hmm."
"Aku sedang mendengarkan lagu yang bagus. Lagu ini pengantar tidur yang baik. Ini adalah salah satu lagu favoritku."
Jungho pun memutar lagu yang ada di playlist laptopnya, menaikkan volume suara agar Ara bisa mendengarnya. Ara seperti pernah mendengar lagu ini sebelumnya. Intro dari lagu balad itu menyentuh perasaannya.
"Jungho-Oppa¸aku seperti pernah mendengar lagu ini."
"Yak, kau hidup di planet mana, Ara-ya. Tentu saja kau pernah mendengarnya. Mereka penyanyi yang sangat terkenal di negara kita. Paper Cut. Kau pernah mendengar judul lagu ini, kan?"
Mendengar kata 'penyanyi', membuat Ara teringat pada Hikaru. Ia pun menjauhkan ponsel dari telinganya, berusaha mencuri dengar melalui ke dinding yang memisahkan kamarnya dengan kamar Ana. Suara kakaknya semakin jelas. Ia pasti sedang mengobrol bersama lelaki Jepang itu!
"Ara-ya, kau mendengarku?" sapa Jungho.
"Ah, iya, Oppa."
"Kau menyukai lagunya? Jika kau masih belum bisa tidur, lagu ini akan membantumu."
"Terima kasih. Aku akan mengunduhnya lain kali."
Ara pun memutus sambungan teleponnya dengan Jungho. Paper Cut memang cantik, tetapi obrolan Ana dengan Hikaru lebih menarik perhatiannya. Ia turun dari jendela dan membiarkannya tetap terbuka. Kaki jenjangnya terburu-buru menghampiri kamar Ana.
Apa Eonnie sudah buta? Cukup aku saja yang naif. Dia jangan lagi. Apa dia masih menganggap Hikaru itu baik? Dia hanya belum mengenalnya dengan baik. Dulu mereka masih sangat muda, kan? Apa pun masih bisa terjadi.
Ana terlonjak saat melihat kedatangan Ara yang tiba-tiba. Tidak biasanya Ara masuk ke kamarnya tanpa mengetuk pintu. Wajah Ara tetap sedatar biasanya. Namun, Ana merasakan atmosfer yang berbeda dari kedatangan kembarannya kali ini. Adiknya itu terlihat lebih serius.
Ara mendekat. Ia bisa melihat wajah Hikaru di layar ponsel kakaknya. Mereka sedang melakukan video call melalui Line. Ana menjauhkan wajahnya dari ponsel dan ingin menyapa Ara.
"Ara-ya, apa yang—"
Tanpa menjawab pertanyaan Ana, Ara langsung merebut ponsel kakaknya. Wajah tegas diiringi intonasi serius terlihat saat Ara bicara dengan Hikaru.
"Yak, Hikaru-san, tolong menjauh dari Onee-chan. Tidakkah kau mengasihinya? Hubungan jarak jauh benar-benar membuatnya mudah keriput. Ia nyaris putus asa hanya untuk mendapatkan balasan pesanmu. Tidakkah kau paham?
"Dan kau Hikaru-san, apa yang sedang kau lakukan di sana? Kami tidak benar-benar mengetahuinya. Lalu saat Onee-chan sakit, bisakah kau berlari hanya untuk menjenguknya? Semua ini hanya membuat kalian merasa buruk! Tolong dengarkan aku Hikaru-san. Kali ini saja. Berhentilah menyakiti kakakku!"
BIP.
Gadis itu melontarkan kalimat yang memicu kesalahpahaman antara Ana dan Hikaru. Belum cukup sampai di situ, Ara juga memutus panggilan secara sepihak tanpa mengizinkan Hikaru untuk berbicara. Namun, kali ini Ara merasa puas. Ia sudah lega sekarang. Memperingati Ana sama seperti memperingati orang tuli. Jadi, ia merasa perlu bicara langsung seperti ini.
Sementara Hikaru, ia sangat terkejut. Pertama, karena ini kali pertama ia melihat kembaran Ana. Keduanya benar-benar serupa, kecuali model rambutnya, tentu saja. Kedua, karena gadis itu bicara sangat cepat dalam bahasa Korea. Namun, Hikaru masih bisa menanggap maksud dari ucapan Ara. Ketiga, karena ia tidak menyangka kalau ada orang selain Izumi yang menentang kedekatannya dengan Ana.
Jika kemarin Ana menganggap Izumi keterlaluan, maka Ana kini meralat ucapannya. Ara jauh lebih menyebalkan dibanding wanita Jepang itu.
"Ara-ya, apa yang kau lakukan!" bentak Ana.
"Aku hanya ingin melakukan tugasku. Sebagai saudara, aku ingin melindungimu."
"Jika aku harus memahami perasaanmu, tidakkah kau mencoba mengerti bagaimana perasaanku? Jangan kau samakan Dalpo-mu itu dengan Hikaru-kun. Kau bahkan belum mengenalnya. Jangan sembarangan menilai orang!" Ana menaikkan nada bicaranya setelah perbuatan lancang yang dilakukan adiknya.
"Eonni, ayolah. Aku dulu juga mengira Dalpo Oppa orang yang baik. Menjadi ketua di komunitas amal, aktif dalam berbagai kegiatan kampus, dan juga tampan. Gadis mana yang tidak terbuai oleh pesonanya? Dalpo adalah titisan dewa yang muncul di hadapanku. Tapi lihat, apa yang kemarin dia lakukan padaku?"
Ana masih menulikan telinga dari semua nasihat sang adik. Ara adalah gadis yang jarang menangis. Namun, pertengkarannya dengan Ana dapat memicu air matanya rebas begitu saja. Ia hanya terlalu menyayangi kakaknya. Trauma itu menyakitinya. Sudut hatinya merasakan ketakutan yang tidak seharusnya.
Dinginnya sel tahanan seakan masih terasa di permukaan kulitnya. Seringai jahat Dalpo masih belum enyah dari ingatan. Dan gertakan yang laki-laki itu semburkan tepat di depan wajah Ara—saat mereka berada di kantor polisi, benar-benar mengguncang jiwa gadis itu. Ara hanya tidak ingin Ana mengalami nasib buruk yang sama seperti yang ia rasakan. Ia benar-benar tidak ingin.
"Eonni tidak tahu, kan, apa yang sedang dilakukan Arata sekarang? Apa ia benar-benar sedang bersama Izumi, seperti yang ia katakan, atau saat ini ia justru menghabiskan malam bersama gadis lain. Eonni juga tidak tahu, kan, apa yang benar-benar dialami lelaki itu hingga ia bisa menggenggam mimpinya seperti sekarang. Apa yang ia rasakan. Apa yang ia pikirkan. Apa yang membuatnya tertekan sebelum akhirnya kecelakaan itu terjadi. Kita tidak pernah tahu!"
***
Note: Babnya sengaja aku bagi 2 karena kepanjangan. Jadi biar nyaman bacanya. Tetep vomment(s) dua-duanya ya, Sobat :)
1 September 2020
28 Mei 2021
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro