Prolog
Dua pasang mata memandang dengan cemas ke arah pintu. Dari dalam mereka melihat seorang wanita berjalan santai menuju pintu masuk. Senyum di bibirnya merekah ketika matanya bersitatap dengan salah satu gadis yang terpaku di etalase obat.
"Maaf aku kembali sebelum waktunya," ujar wanita itu seraya meletakkan hand bag-nya di sisi sang gadis yang masih melongo menatapnya.
"Tapi ..."
"Ya aku tahu, aku baru saja pulang sejam yang lalu. Dan jadwalku kembali masih tiga jam lagi. Tapi, perasaan gak enak nih. Ada yang memanggil-manggil ke sini."
Dua gadis yang sedari tadi bungkam saling sikut.
"Hei, kalian kenapa?" tanyanya sambil tersenyum menggoda. "Ah, di mana mas Jo?" Matanya berkeliling mencari sosok yang ditanya.
"Eh, itu, anu ..."
"Ada di ruang dokter, Mbak."
"Ruang dokter?" Ia melirik jam di tangan kirinya. "Ini baru jam dua lebih seperempat. Praktik dimajukankah? Kok aku gak tahu? Ada pasien?"
Belum sempat dua gadis itu membuka bibir, ia sudah melangkahkan kaki ke ruang praktik yang letaknya di belakang apotek.
Dua gadis itu saling menggeleng dan mengangkat bahu. Seolah malas tahu apa yang akan terjadi sesaat kemudian.
Suasana ruang praktik masih sepi. Tentu saja karena praktik bersama di klinik Sejahtera ini akan dimulai pukul empat sore nanti. Ada 4 dokter yang praktik di klinik teramai di kota ini. Kota kecil di ujung Nusa Tenggara ini hanya memiliki 2 apotek. Dan apotek ini menjadi ramai karena satu-satunya tempat praktik dokter di luar rumah sakit.
Tiga ruangan dokter terbuka. Wanita itu mulai memelankan langkah kakinya. Ada yang tidak beres, batinnya. Sayup-sayup terdengar suara dari pintu yang tertutup.
Langkah kakinya mendekat. Suara-suara itu makin menusuk gendang telinganya. Tangan kanannya menyentuh kenop pintu. Hati dan pikirannya tak sejalan. Ia ingin berlari, tapi tangannya sudah menempel kuat di gagang. Dengan napas memburu ia membuka dengan sekali hentakan.
"Apa saya mengganggu?"
Dua insan terlonjak dari atas meja.
"Maaf, seharusnya kalian mengunci pintunya dengan benar," ujarnya dengan nada cukup tenang.
"Dan kamu, mas Jo, selamat bersenang-senang."
Ia menutup pintu dengan pelan. Membalikkan badan. Dan menarik napas panjang. Menjaga agar tak ada air mata yang tumpah dari pelupuk matanya.
"Sudah selesai. Sudah selesai, Sintya."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro