Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 27

Sintya mengepak barang bawaannya ke travel bag. Hari ini ia akan mengunjungi keluarga Dani. Setelah tiga tahun mengenalnya, ini kali pertama ia akan diperkenalkan pada keluarga besar Dani.

Selama di Malang, Dani tak pernah membicarakan keluarganya selain ia berasal dari Bandung, dan punya dua orang adik perempuan. Beberapa kali Sintya berkomunikasi dengan adik-adik perempuan Dani ketika kebetulan pria itu sedang menelepon saudari-saudarinya.

Liburan kali ini, Sintya mengambil jatah cuti yang tak pernah ia ambil sebelumnya. Ia ingin mengenal lebih jauh calon keluarganya itu.

"Sudah siap?"

Suara Dani mengagetkan Sintya yang sedang berkemas.

"Hei... bentar lagi, A'"

"Waaah, sekarang ganti panggilan. Jadi Aa' nih ye ...," goda Leli yang liburan kali ini menghabiskan waktu di kosan. Ia harus menyelesaikan skripsinya bila tidak ingin ketinggalan.

Sintya tersipu malu. Sedang Dani tak acuh atas godaan Leli. Ia lebih peduli sama barang bawaan Sintya.

"Ya ampun, Neng ... segitu banyak. Mau ke mana aja? Berapa hari? Kayak mau pindahan aja. Apa memang mau langsung pindah ke Bandung aja?"

Leli tertawa. Sintya cemberut.

"Tahu gak, Mas Dani, itu Mbak Sintya kebingungan milih baju yang akan dipakai ketika bertemu bapak ibunya mas Dani. Sampe minta temenin beli baju baru kemarin. Kayaknya dibawa semua."

"Ssst, jangan buka kartu dong. Malu ah," sikut Sintya.

Dani tertawa kecil melihat sikap Sintya yang malu-malu.

"Udah, yuk siap-siap. Kereta berangkat jam setengah tiga nanti. Kita makan siang dulu?"

"Gak ah, tadi sudah makan roti," ujar Sintya sembari menata peralatan make up-nya ke handbag.

"Aku lapar."

"Iya, nanti kita makan dulu. Di stasiun aja biar gak buru-buru nantinya."

***

Kereta malam melaju dengan kecepatan sedang. Dani melirik ke samping. Sintya sudah memejamkan matanya. Ia tampak kelelahan. Tadi pagi ia meluncur dari Kediri dan bersiap diri. Dani membelai rambut Sintya yang tergerai. Sintya sedikit menggerakkan badannya dan menyenderkan kepalanya di bahu Dani.

Dani menggenggam jemari Sintya dengan lembut. Pikirannya menerawang. Ingatan percakapan dengan ibunya menguar.

...

"Jadi ... wanita itu sudah menerima lamaranmu?"

"Ya, Ibu. Karena itulah Dani berani membawanya ke rumah. Sintya sungguh-sungguh wanita yang istimewa. Ibu takkan menyesal mempunyai menantu sepertinya."

"Apa dia juga sudah tahu tentangmu?"

"Hhmm ... Ibu ..."

"Kamu belum menceritakannya, Nak?"

"Aku ... belum, Ibu ... rasanya belum menemukan waktu yang pas."

"Loh ... tiga tahun lebih kalian bersama, belum juga kamu ceritakan tentang itu? Ya Tuhan, Dani ... bagaimana bisa, Nak? Bagaimana kalau ..."

"InsyaAllah, Ibu. Semua akan baik-baik saja. Dani akan menceritakannya sesaat sebelum mengajaknya bertemu keluarga besar kita."

"Nak ... Ibu takut kamu kecewa pada akhirnya. Mengapa kamu menunggu selama ini ... mengapa?"

"Sudah, Ibu. Biar Dani menyelesaikannya di sini. Doakan Dani. Restu dan doa Ibu saja sudah meringankan langkah Dani dalam menjemput jodoh."

...

Dani mengembus napas. Lengannya terasa kesemutan. Ia bergeser sedikit. Namun, gerakannya membuat Sintya terbangun.

"Hei ... Maaf, A'. Pegel ya?" Sintya berpindah posisi. "Sudah sampai mana kita?"

Dani tertawa kecil. "Ya ampun, Neng ... baru juga jalan. Kita belum meninggalkan Jawa Timur. Ini masih menuju Surabaya."

"Oh ... baru sebentar toh. Rasanya sudah tidur berjam-jam ini tadi."

"Ya udah, tidur lagi aja." Dani menyodorkan bahunya kembali.

Sintya mengabaikannya. Diambilnya novel dari handbagnya. Lalu membuka halaman yang ia tandai dengan pembatas buku. Ia lalu tenggelam dalam cerita novel itu.

"Apa yang kamu baca?" Dani mengusik.

"Novel romance. Mau ikutan baca?"

"Tentang apa?" tanya Dani penasaran.

"Tentang seorang pria yang jatuh hati pada seorang janda. Jatuh bangun. Jandanya keukeh gak mau sama lelaki itu."

"Kenapa?"

"Karena ... hemm. Baca sendiri aja deh. Novel ini dari wattpad. Tahu? Eh iya ... nama penulisnya sama loh kayak Aa'."

"Oh ya?" Dani mengambil novel yang cukup lumayan tebal dari tangan Sintya.

"Mc_Dany. Hmmm."

"Iya ... Sama kan. Sama-sama Dani. Lady La ini lama banget ditulisnya. Tahu-tahu sudah jadi buku saja." Sintya menyebutkan judul buku yang masih dibolak-balik Dani.

"Bagus?" tanya Dani.

"Ya bagus enggaknya sih tergantung selera, Aa. Yang penting mah bisa dinikmati ceritanya."

"Gitu ya ... oh ya ... itu tadi tentang janda ... seandainya ... misal nih ... Kamu berjodoh sama duda .. gimana?"

"Ya, mau gimana lagi? Kalau memang dipertemukannya sama duda, ya kenapa enggak. Cuma lebih baik sama berondong deh daripada sama duda," ledek Sintya.

Dani tersenyum. "Maksudnya berondong itu aku?"

"Ya ... siapa lagi?" Sintya tertawa.

"Lah kalau berondong duda?" tanya Dani tanpa ekspresi.

"Ih, ngaco deh. Aa' berharap aku bertemu berondong lain selain Aa' dan duda gitu? Gak nyesel kalo nantinya aku lebih naksir dudanya?"

Dani menelan ludah. "Ya enggak atuh, Neng. Sapa yang mau pujaan hatinya berpaling?" ujar Dani seraya mengacak-acak rambut Sintya.

"Ah, ya ... pesankan nasi goreng ya. Ini sudah waktunya makan malam," kata Sintya.

Dani mengiyakan.

Sembari menunggu pesanan datang, Sintya melanjutkan membaca novel Lady La. Sementara Dani, pikirannya tak lepas dari kata-kata ibunya tempo hari.

"Bagaimana bila nantinya kamu kecewa, Nak? Berlarut-larut mengatakan yang sebenarnya akan membuatmu tidak tenang. Jujurlah pada calon istrimu itu secepatnya."

....

Sementara itu....

"Sudah baikan?"

"Virgo sudah tenang, Mas."

Jonan mendekat ke sisi ranjang lalu membelai kening Virgo yang basah karena keringat.

"Mas ..."

Jonan bergeming.

"Mas, dengarkan aku dulu. Virgo ..."

"Aku tahu. Aku tahu. Virgo bukan darah dagingku. Itu kan yang ingin kamu katakan dari tadi?"

Lusia bergeming.

"Sampai detik ini, dia tetap anakku. Dunia mengenalnya sebagai darah dagingku. Dan akan tetap selalu begitu."

"Dua memang darah dagingmu, Mas," tukas Lusia.

"Sudah cukup, Lusia. Aku tahu bagaimana aku. Kamu tak usah membohongi diri lagi. Darahku tak mungkin mengalir di diri Virgo. Tidak juga di tempat lain. Aku ... sampai kapan pun tidak mungkin bisa memiliki seorang anak. Jadi ... buang alasanmu dan tipumu itu. Virgo buka. darah dagingku. Cukup!"

Lusia bersimpuh di kaki Jonan.

"Maafkan aku ... maafkan aku, Mas."

"Karena itulah ... aku akan mengembalikanmu ke rumah orang tuamu. Di sanalah tempatmu berada. Bukan di sisiku."

"Tapi Mas Jo ...."

"Aku akan mengejar cintaku. Harusnya kulakukan itu sejak lama. Semoga tidak ada kata terlambat untukku."

"Mas Jonan, kau sudah gila. Sungguh kau benar-benar sudah gila. Aku mencintaimu, Mas Jo. Dan kau menyia-nyiakanku karena wanita itu?!"

"Kamu tidak mencintaiku, Lusia. Jangan menipuku lagi. Kamu bisa kembali berhubungan dengan kekasihmu itu tanpa harus sembunyi dariku."

"Mas Jonan!" teriak Lusia.

Ya, aku memang gila ... Kali ini aku pasti bisa membawamu kembali ke hatiku, Sintya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro