Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

1. Terbangun

Lagu itu terdengar familier.

Melodinya mengalun lembut dan harmonis, nyaris menenangkan. Berbanding terbalik dengan baris-baris syair yang pengucapannya kaya penekanan. Terkadang suaranya lembut, terkadang menyentak. Gabungan musik dan syairnya, ditambah suara penyanyinya yang sedih tapi juga kuat, membuat lagu ini berhasil mengaduk-aduk emosi. Bayangkan seseorang melakukan kesalahan fatal yang membuatnya kehilangan belahan jiwa, seribu penyesalan pun terasa percuma.

Apa judul lagunya? Siapa penyanyinya?

Ingatanku bekerja keras dan hanya menghasilkan decakan putus asa di bibirku. Aku tahu lirik lagu ini. Aku bahkan bisa ikut bersenandung bersama sang penyanyi. Musik dan kata-katanya seolah tersemat lekat di luar ingatan, muncul tanpa perlu diusahakan. Namun, kenapa detail-detail lain tentang lagu itu nggak terbayang sedikit pun? Judul lagu itu terasa begitu dekat, berkelindan di benakku, tetapi tersangkut di ujung lidah lalu memudar dengan cepat. Lenyap.

Ini menyebalkan.

Belakangan kemampuanku mengingat sesuatu memang payah. Kadang-kadang ingatan seolah sengaja menggodaku, mengaburkan istilah-istilah yang sebenarnya sangat familier–yang kemudian muncul waktu kebutuhan sudah berlalu. Kadang-kadang rasanya seperti ada yang bolong di pikiranku, sesuatu yang seharusnya kuingat, tapi tersimpan begitu dalam di benak hingga malah tak terdeteksi.

Mungkin kamu hanya perlu fokus, Rayya.

Kuhela napas panjang, lalu kubuka mata. Banjir cahaya kuning dari lampu tidur di atas kepala langsung menerpa. Sontak mataku kembali memejam. Perih. Baru beberapa saat kemudian aku kembali membuka mata, kali ini pelan-pelan agar mataku terbiasa menerima cahaya sedikit demi sedikit. Cahaya itu sebenarnya lembut, tetapi cukup menusuk bagi mataku yang sebelumnya terbiasa gelap.

Fokus membuatku lebih banyak menerima. Kini indera penciumanku juga menangkap aroma yang familier. Harum yang segar dan menenangkan, seolah aku sedang berada di dalam hutan selepas hujan.

Butuh waktu beberapa detik untuk menyadari bahwa aku tengah berbaring di sebuah ranjang dengan posisi miring ke kiri. Kedua tanganku berada di belakang pinggul, dan lengan kiriku yang tertindih tubuh terasa kebas. Aku mencoba menggerakkan tubuh, tetapi ada sesuatu yang menahan tanganku. Kucoba menggerakkan kakiku, tetapi lagi-lagi tubuhku bergeming. Rasanya berat sekali, seolah tubuhku diganduli karung beras ribuan ton.

Benakku mencelos. Kenapa aku nggak bisa bergerak? Apakah ada kerusakan saraf atau otot, sehingga tangan dan kakiku kaku? Apa ada gangguan medis yang tiba-tiba kualami, yang membatasi gerakan tubuhku? Aku langsung terpikir tentang stroke. Atau barangkali cedera saraf tulang belakang? Multiple Sclerosis? ALS?

Kecemasanku menyeruak dan enggan surut. Itu adalah gangguan-gangguan medis serius. Kenapa tiba-tiba sekali? Nggak, nggak mungkin. Rasanya nggak ada tanda-tanda yang kurasakan sebelum ini.

Berusaha menggusah kecemasan, aku mencoba sekali lagi untuk menggerakkan kepala. Syukurlah, leherku bisa terangkat. Artinya, aku nggak lumpuh total. Kakiku bisa diluruskan, meski rasanya seperti diganduli rantai bola besi–bukan berarti aku pernah merasakannya. Tanganku juga bisa bergerak sedikit, meski sangat terbatas, seolah kedua tanganku sedang terikat. Aku berusaha menariknya lebih keras dan rasa perih itu muncul. Saat itulah aku tersadar. Bukan seolah terikat, tanganku memang terikat. Rasa perih itu muncul karena gesekan tali dengan kulit. Kini aku mencoba menarik kakiku. Berat. Pemahaman kembali menyergap. Kakiku juga terikat satu sama lain.

Rasa panik muncul lagi, kini karena hal yang berbeda. Kenapa tanganku terikat? Mataku nyalang memandang sekitar, dan dinding berwarna krem dengan lukisan-lukisan megah itu nggak kukenali. Satu set televisi dengan meja panjang marmer juga seperangkat cangkir teh yang cantik itu bukan milikku. Ini bukan kamarku. Ini bukan rumahku. Di mana aku? Kenapa aku bisa ada di sini? Kenapa aku nggak ingat apa pun?

Rasa panik juga yang membuatku–dengan putus asa–menarik tanganku sekuat tenaga. Rasa sakit menyengat setiap kali aku mencoba. Mungkin kini pergelangan tanganku terluka, tapi aku harus membebaskan diri. Aku hanya harus menahan sakit sedikit. Ayo, aku pasti–

"Stop. Hentikan."

Sebuah suara sontak menghentikan seluruh upayaku. Tubuhku bergeming, terkejut sekaligus nggak yakin. Aku menahan napas dan mencoba mendengar lebih baik. Namun, tidak ada suara apa pun. Apakah aku berhalusinasi?

Nggak yakin, aku kembali menarik tanganku sekuat tenaga.

"Jangan ditarik! Ini sakit!"

Seketika aku menoleh ke belakang tubuhku–sejauh yang mampu kulakukan. Lantas aku tersadar bahwa ternyata aku nggak sendirian. Ada orang lain di ruangan ini. Seorang pria, dan pria itu terikat bersamaku. (*)

Sampai di sini apakah kalian sudah cukup penasaran? 🤭🤭

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro