EPILOG
Fara tersenyum senang pagi ini, minggu pagi yang benar-benar membuat senyuman pertamanya di pagi ini terus mengembang. Fara seakan menemukan lagi keluarga baru yang telah lama menghilang. Subuh ini Fara telah bersiap dengan pakaian casual-nya dan membuka jendela kamarnya lebar-lebar agar udara segar masuk ke dalam kamarnya.
Pagi ini Fara, Wirdan dan Gandhi akan pergi ke alun-alun kota. Sudah sejak lama saat mereka terakhir kali ke sini sesaat seblum ujian akhir semester kelas sepuluh. Setelah itu mereka tak pernah lagi menginjakkan kaki bersama-sama di sana.
Saat matahari mulai perlahan meninggi, suara bel dari sepeda ontel pemiliknya memanggil secara perlahan. Fara melihat dari jendela kamarnya dan ternyata Wirdan sudah berada di sana dengan topi putih yang begitu menonjol.
Fara langsung keluar dari kamarnya lalu berpamitan dengan mama yang baru saja akan bersiap untuk memasak. Dengan segera Fara menuju bagasi dan mengambil sepedanya lalu membawanya ke gerbang depan.
Pemandangan pagi ini membuatnya kagum, dengan jalanan yang masih lengang, dan lagi karena hubungan baiknya bersama Wirdan telah pulih kembali. Kini sepeda mereka melaju ke rumah Gandhi yang letaknya tak begitu jauh dari rumah Fara.
Ternyata Gandhi telah menunggu mereka di depan gerbang dengan senyuman yang mengirinya. Kini mereka memulai perjalanan Alun-Alun Taman Bungkul. Fara sangat menikmati kehangatan yang terjalin kembali bersama mereka. Gandhi dan Wirdan yang selalu menjaganya di manapun dan kapanpun selayaknya adik sendiri, mereka yang selalu mengutamakannya juga saat dirinya butuh sesuatu.
Bahkan kini, Fara sudah tak peduli lagi dengan perasaannya pada Gandhi yang sempat membuatnya kacau. Baginya persahabatn kini lebih penting dari apapun.
"Eh, kita jajan ini yuk, lama banget, kalian nggak kangen?" kata Fara yang tiba-tiba menunjuk sate telur gulung yang penjualnya hafal dengan mereka betiga yang melemparkan senyuman lebih dulu saat melihat Fara.
"Boleh, bungkus tiga," kata Wirdan menyetujui.
Sejak dulu apapun pendapat Fara, Wirdan menjadi orang pertama yang akan menyetujui ataupun menyanggah dan membenarkan Fara jika salah. Kemudian Gandhi ikut menyetujuinya.
Pedagang sate telur gulung itu mulai menuangkan adonan telurnya lalu menyiapkan beberapa tusuk sate sebagai pegangannya. Satu porsi mendapat masing-masing sepuluh tusuk dengan harga lima ribu rupiah. Saat membeli makan maupun minuman mereka selalu patungan dengan uang seadanya lalu di makan bersama-sama.
"Aku beli minum dulu," kata Wirdan yang kemudian berlalu dari hadapan mereka.
"Eh, Dan, masih ingat nggak minumannya apa?" sanggah Fara.
"Masih lah, Gandhi cappucino cincau, kamu nyoklat plus toping keju, kan. Gitu doang mah kecil," kata Wirdan sambil menjentikkan jarinya.
"Lega deh."
"Kenapa, Ra?" tanya Gandhi.
"Wirdan masih pintar, kirain udah luntur aja kayak bajunya," kata Fara yang terkikik geli melihat noda baju yang luntur menempel di baju yang dikenakan Wirdan saat ini.
Wirdan menrunduk dan memeriksa bajunya yang menurut Fara terkena noda bekal lunturan.
"Kamu nggak tahu, Ra? ini tuh motif."
"Aduh banyak ngeles, buruan, Dan, kita haus," sahut Fara lagi dengan tetap tertawa melihat Wirdan masih memeriksa bajunya lalu dia menyerah dan pergi untuk membelikan minuman mereka.
"Banyak yang udah di bangun juga, ya, Ra, asli lama banget kita nggak kesini," kata Gandhi.
"Iya, aku ke sini kok sebelum kita ujian tengah semester."
"Sendirian?"
Fara mengangguk antusias lalu memainkan ponselnya.
"Ngapain, Ra? nggak ngabarin juga," kata Gandhi sambil meluruskan kakinya.
"Lagi berkecamuk sama hati, Gan, biasa urusan cewek, rumit. Aku aja yang sebagai cewek masih bingung sampai sekarang."
"Itulah makanya kita harus bersyukur."
"Maksudnya?"
"Ya, itu, kamu masih bisa merasakan berbagai macam perasaan sebagai perempuan dan itu bisa menjadikan pelajaran untuk pengalaman hidup kedepannya."
Lalu Gandhi terdiam saat dirinya melihat perempuan yang dulu sempat menubruknya secara tak sengaja. Perempuan berkulit putih dengan rambut hitam legam serta hidung bangir dan juga mata bulat yang sempat membuatnya terpesona. Perempuan itu sedang berjalan santai dengan seorang anak perempuan juga sesusia SMP, mungkin saja adiknya.
Fara baru menyadari jika Gandhi tengah bengong melihat perempuan itu. dia sendiri kaget mungkin perempuan itu yang berhasil membuat Gandhi selama ini berani menceritakan tentang perasaannya terhadap perempuan padanya.
"Jadi si Ailin yang kamu suka, Gan?" kata fara tiba-tiba langsung membuyarkan semua lamunan Gandhi.
"Siapa Ra namanya?" tanya Gandhi.
"Kamu beneran belum tahu namanya sampai sekarang?" Fara menutup mulutnya yang telah membulat sempurna.
"Nama itu belakangan, Ra, yang penting tahu orangnya. Kamu tadi bilang dia siapa?"
"Ya ampun, Gandhi, suka sama Ailin?"
"Jadi namanya Ailin? Wah, namanya aja bagus, sesuai sama rupanya."
"Sumpah, Gan, kamu nggak kenal dia? Wirdan aja tahu, lho," Fara langsung bangkit dari tempat duduknya lalu menggandeng Wirdan agar segera duduk ikut bergabung dengan Gandhi.
"Dan, kamu tahu Ailin kan?" tanya fara dengan segera.
"Ailin kelas IPA 3? Kenapa?" kata Wirdan sambil menyeruput cappucino cincau yang sama dengan yang di pesan Gandhi.
"Teman tersayang kamu ini nggak tahu dia, dan yang lebih parah lagi gandhi suka sama Ailin tapi nggak tau namanya siapa, parah nggak?"
Wirdan terlonjak kaget saat mendengar pernyataan dari Fara.
"Seriusan bro? Kamu suka sama Ailin nggak bilang-bilang hei, tahu gitu aku kenalin lah. Dia itu salah satu teman OSIS yang lumayan banyak disukain juga sih
, jadi kemungkinan besar banyak saingan."
"Saingannya juga pada minggir, Dan, kalau udah tahu Gandhi yang naksir," kata Fara yang tak henti-hentinya menggoda Gandhi.
"Tapi dia baik bro tenang aja, aku banu kok."
Gandhi yang menjadi tawanan bullyan oleh Fara dan Wirdan hanya bisa diam, pasrah dan mendengarkan semua celotehan mereka.
Pagi ini semangat baru telah tercipta bersamaan dengan sinar matahari yang semakin meninggi dan harapan baru mulai terbentuk. Bersama sahabat semua senyuman, canda, tawa, tangis dan juga bahagia terasa lebih bermakna.
***
The End.
See you.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro