BAB 6
"Gan, kamu pilih apa?" tanya Fara saat mereka bertiga telah sampai di meja kantin nomor sebelas.
"Lihat lagi dong pamfletnya," pinta Gandhi pada Wirdan yang dengan sigap memperlihatkan semuanya.
Sejak sosialisasi tadi Gandhi cukup tertarik dengan beberapa ekskul, saat ekskul pramuka pertama kali diperkenalkan ia sangat tertarik melihat kekompakan anggotanya. Begitu juga dengan Pecinta Alam dirinya sungguh tertarik karena bisa bepergian ke tempat-tempay yang sebelumnya tak pernah ia kunjungi.
"Ah, aku pilih ini," tunjuknya setelah sejak tadi pandangan itu tak pernah lepas dari beberapa pamflet.
"Serius ikut PMR? sepertinya Pecinta Alam lebih seru," ujar Wirdan yang dirinya sendiri masih bingung dengan pilihannya.
"Merasa lebih tertantang dan jarang-jarang juga bantuin orang dalam hal medis, kayaknya bakalan seru."
Fara hanya manggut-manggut mendengar penjelasan Gandhi. Kini tinggal dirinya dan Wirdan yang belum mendapat kepastian akan menjatuhkan pilihannya pada ekskul apa, rasanya lebih susah daripada dihadapkan pada makanan yang sama-sama enak.
Pandangan mereka berdua sama-sama menelisik diantara pamflet-pamflet dengan berbagai desain yang menarik. Fara mencermati desain mana yang paling menarik diantara semuanya, sedangkan Wirdan memilih sambil mencocokkan dengan hobinya. Tanpa basa-basi lagi tangan serta mereka pandangan mereka memilih salah satu pamflet yang sama secara bersamaan.
"Eh aku duluan yang pilih," seru Fara.
"Enak aja, dari tadi aku ngincar ini nih," ujar Wirdan tak mu kalah.
"Aku milih ini karena desainnya unik timbang yang lain."
"Nggak bisa, jelas-jelas aku duluan yang lihat."
Perdebatan tidak penting ini terjadi hingga beberapa saat. Gandhi yang satu-satunya tak terlibat dalam perdebatan itu segera melerai mereka.
"Eh, dengar, kenapa nggak kalian aja masuk bareng di ekskul itu, guys," teriak Gandhi sesaat yang berhasil membuat mereka berhenti.
"Benar juga kamu," ucap mereka berdua dengan senyum mengembang.
***
"Ya ampun, gila, kenapa dimana-mana selalu ketemu dia, makhluk sebiji menyebalkan," Fara mulai mencak-mencak saat dirinya telah keluar daru UKS.
"Ini apalagi, seenaknya sendiri nyuruh-nyuruh, aarrgghh ..." ucap Fara saat melihat kertas berukuran A4 di tangannya. Dengan bodohnya untuk kedua kalinya ia selalu menyetujui apa yang Wirdan katakan, memang sepertinya ada yang salah paadanya.
Saat jam istirahat tiba, ia langsung menolak ajakan Ghandhi untuk ke kantin bersama. Fara mengatakan untuk mencari Lia karena harus membicarakan masalah perekrutan anggota baru ekskul seni. Sebelum pembagian tugas berlangsung, memang diadakan rapat anggota terlebih dahulu. Namun sayangnya, Fara memang tak berniat hadir sehingga dia sudah dapat memastikan jika kemungkinan dirinya akan mendapat tugas yang berat.
Fara sudah mengelilingi seluruh kelas dan spot tertentu yang memperkirakan Lia ada disana. Dirinya semakin kesal saat melewati kantin, harusnya kini ia menikmati bakso favoritmya di sini, mengobrol ringan bersama Gandhi atau hanya sekedar menjahilinya, melahap es krim kesukaannya, dan membeli beberapa gorengan atau makanan ringan untuk di bawa ke kelas. Kini Fara hanya bisa menelan saliva dan menikmati irama perutnya yang semakin meronta untuk dipenuhi haknya.
Fara menggeleng, langkahnya kini semakin melebar agar segera sampai dalam pencariannya menemukan Lia. Ada satu tempat yang belum ia kunjungi, dengan langkah pasti, Fara segera belok kiri dan menemukan base camp untuk ekskul seni. Dengan napas terengah, Fara lalu mengetok pintu dan mendengar suara lirih yang menyuruhnya masuk dari dalam.
"Eh, Fara," ucap seorang siswi dengan rambut sepinggang yang warnanya sedikit pirang.
"Eum, Lia, aku disuruh ketemu kamu, ada apa ya?" tanyanya basa-basi, padahal Fara jelas mengetahui dari Wirdan kalau dirinya akan membicarakan tentang perekrutan anggota baru untuk ekskul seni.
"Ah, iya soal perekrutan anggota baru. Kemarin kita sudah mengadakan rapat sama pengurus inti dan membagi tugas di masing-masing kelompok. Kamu kelompok apa, Ra?" tanya Lia penasaran.
"Seni lukis."
Lia mengangguk dan segera meminta kertas A4 yang fara bawa, karena itu adalah isi dari hasil rapat kemarin. Harusnya Fara hanya membacanya saja, karena di sana terbagi jelas setiap kelompok dan juga tugas masing-masing. Coba saja yang berada di posisi Lia saat ini adalah Wirdan, pasti dirinya akan diejek habis-habisan yang berujung dengan pertengkaran dengan api yang mudah tersulut.
"Kelompok seni lukis, nah, kamu kebagian bikin pamflet buat perkenalan ke murid baru, Ra."
"Aku sendiri?"
"Nggak dong, tiap tugas minimal dua orang. Kamu ... sama Wirdan."
"What??" pekik Fara yang sekaligus membuat Lia ikut kaget mendengarnya.
"Kamu salah lihat kali, Lia? Coba lihat benar-benar deh, atau ada yang salah ketik."
"Benar kok, Ra, ini kalau nggak percaya," Lia menyerahkan lembaran itu lagi agar Fara melihatnya sendiri.
"Ya ampun, ini salah ketik pasti, Lia. Aku bisa deh di kasih tugas apapun asal jangan sama Wirdan, please." Fara memohon dengan wajah memelas yang tentu di buat-buat.
"Eum, menurutku ini cukup mudah, Ra. Bikin pamflet pakai aplikasi aja, lagian Wirdan juga pasti bisa dia kan jago IT-nya. Kalian bisa bagi tugas, kamu yang desain kasarnya terus Wirdan yang bikin pamflet atau sebaliknya juga bisa terserah kalian," Lia melempar senyumannya.
"Duh, Lia, ayolah, aku masuk kelompok lain aja atau di kasih tugas lain nggak apa-apa kok, asal jangan bareng Wirdan, tolong," rengek Fara dengan harapan bisa mengubah keputusan Lia.
"Masuk kelompok lain?" tanya Lia dengan memikirkan beberapa peluang kelompok yang masih bisa di masuki anggota, "Kalau masuk kelompok tari gimana? Di sana kurang beberapa anak lagi dan waktu untuk latihan tinggal dua minggu lagi, Ra."
Usulan Lia membuat Fara menghela napas lebih berat dari sebelumnya. Kalau hanya menari saja tak masalah baginya, tapi waktu yang di beri hanya dua minggu untuk latihan, baru membayangkan saja sudah berat.
Fara menghela napas, mencoba kembali diberi alternatif yang lain. "Nggak ada kelompok lain yang sudi menerimaku, Lia?"
"Maaf, Ra, sudah nggak ada. ini adalah keputusan dari kesepakatan rapat kemarin dan bagi anggota yang ingin merubah tugasnya hanya bisa pindah ke kelompok yang memang kekurangan anggota saat menjalani tugasnya," ujar Lia dengan sangat menyesal.
"Ya sudah, Lia, kalau gitu aku balik kelas. Makasih, ya," Fara bangkit menuju pintu keluar dengan wajah lesu terukir di wajahnya.
"Sama-sama, Ra, semangat bikin pamfletnya, ya, desain sebagus dan semenarik mungkin," kata Lia yang mengiringi Fara di depan pintu.
Fara terduduk di kursi yang letaknya di depan kelas IPA 1. Tangannya meremas kertas A4 yang Lia kembali berikan dan membuangnya ke lantai. Kepalanya menengadah ke langit-langit mencoba berdamai dengan hati dan pikiran. Mengapa semakin menghindari sesuatu, hal tersebut malah sering menghampiri? Pasalnya, Fara memberi pantangan pada diri sendiri ia tak akan mau terlibat dengan hal-hal yang berurusan terkait dengan Wirdan apapun itu.
"Ah, sudahlah," ujarnya lirih.
***
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro