Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 30

Hari ini sangat cerah seperti menggambarkan suasana hati semua murid di SMA Tunas Bangsa yang sedang menjalani Ujian Akhir Semester Gasal. Semua tampak serius mengerjakan semua soal-soalnya hal itu sudah tampak dari jendela masing-masing kelas. Banyak juga yang gelisah sedang memandangi jam di tanagannya maupun yang sedang sibuk memikirkan jawaban ataupun sibuk mencari jawaban pada teman sebelahnya. Ada juga yang menguap dan meregangkan otot-ototnya tak peduli bahwa ia sedang ujian saat ini dan tetap memilih berlarut dalam buaian kantuk yang mengundang.

Beberapa saat kemudian bel tanda berakhirnya ujian pun berbunyi. Semua bersorak bersahut-sahutan merayakan kemerdekaannya karena telah menyelesaikan semua soal-soal yang telah beberapa hari ini mengikatnya. Semua mengumpulkan lembar jawaban soalnya ke meja guru lalu keluar kelas dengan perasaan penuh bahagia dengan senyuman yang tak bisa lagi tergambarkan bagaimana rasa itu tercipta.

Namun ada yang kurang dengan apa yang Wirdan rasakan. Kelegaan ujian masih belum ia rasakan sepenuhnya, seperti ada hal lain yang membelenggu dirinya. Ia pun tetap melangkah dengan senyum yang setengah terpaksa.

Sejak pertemuan terakhirnya dengan Fara beberapa waktu lalu, ia tak pernah lagi melihat Fara bahkan di tempat-tempat yang biasa ia kunjungi dengan Gandhi. Saat ia bertanya pada Gandhi pun tak pernah mendapat jawaban pasti dan berujung kata menyerah.

Jauh dalam dasar hatinya, Wirdan sangat ingin meminta maaf dengan benar pada Gandhi dan Fara atas semua kesalahannya. Tetapi ego yang begitu kuat membuatnya menghindarinya lagi dan lagi. Saat ia ingat lagi banyak kesalahan yang diperbuat untuk meminta maaf lagi pun ia merasa tak pantas.

Wirdan menghela napas lalu segera mengumpulkan lembar jawabannya ke meja guru. Saat ia menoleh ke arah luar dari jendela kelas, di sana Fara dan Gandhi sedang tertawa bersama di gazebo depan kelasnya. Melihat hal itu Wirdan segera melangkah keluar dari kelasnya lalu berdiri tak jauh dari gazebo. Sudah lama ia tak melihat senyum yang mengembang dari mereka. Fara yang tetap manis dengan smile eyes-nya dan gandhi yang selalu ramah padanya.

Selama berminggu-minggu terakhir, hidupnya sangat sepi dan terpuruk. Sejak kasus yang menimpanya, semua menjauh meninggalkan Wirdan dan seolah dunia tak inginlagi berpihak padanya. Dalam hati dan ingatannya hanya Fara dan Gandhi yang akan menerimanya kembali.

Namun semua ekspektasi yang ia ciptakan lenyap sudah. Fara yang memang sudah tak begitu memedulikannya akibat perbuatannya sendiri kini semakin tak ingin menampakkan diri dari hadapannya, Gandhi yang dulu sangat ingin membuat dirinya berbaikan lagi dengan Fara dan juga orang yang selalu ada bahkan saat ia berusaha menjauh darinya, kini seakan tak acuh lagi padanya setelah mengetahui kebenaran bahwa dirinya yang menyebabkan kekacauan ini.

Langkah kakinya tertahan di sana, tetapi pandangannya tetap bertahan untuk terpaku pada Fara dan Gandhi.

Dari tempat yang berbeda, Fara tersadar ada yang sedang memerhatikan dirinya dan Gandhi, ia menoleh ke belakang dan mendapati Wirdan di sana sedang berdiri lalu merunduk.

"Gan, kamu tahu nggak, itu Wirdan merhatiin kita lho dari tadi. Kayaknya mau gabung ke sini deh, apa kita kerjain aja ya?" kata Fara sambil berbisik pada Gandhi.

"Pas banget, boleh, nanti kita pura-pura aja nggak dengerin dia, lihat dia maunya apa."

"Sip," ucap Fara sambil ber-high five dengan Gandhi.

Wirdan merasa telah berpikir terlalu lama, lalu ia memutuskan untuk melangkahkan kakinya menuju Fara dan Gandhi. Perasaan canggung menyelimuti dirinya, sudah sekian lama mereka tak berinteraksi bertiga seperti ini, tetapi Wirdan harus melakukannya, ia tak bisa jika harus berpura-pura tak membutuhkan mereka.

Wirdan berdehem saat sudah dekat dengan gazebo sebagai penanda bahwa dia ada di sana. Seperti rencana awal, fara dan gandhi tak menghiraukannya dan malah saling menyibukkan diri. Fara memainkan ponselnya sedangkan Gandhi membaca buku fiksi yang ada di tangannya.

Karena tak mendapat perhatian dari mere, Wirdan kembali menyapanya kali ini dengan sapaan normal bukan sekedar dehaman. "Hai."

Lagi-lagi tak ada tanggapan dari Fara maupun Gandhi, mereka tetap sibuk dengan apa yang ada di hadapannya. Tetapi Wirdan tak menyerah dan terus mencoba, kali ini mungkin dengan langsung meminta maaf pada mereka akan menyadarkannya.

"Guys, aku ke sini mau minta maaf sama kalian. Aku sadar semua yang aku buat selama satu semester ini sangat jahat sama kalian. Tiba-tiba nggak pernah kumpul bareng, nggak ada kabar, bahkan menyapa kalian saat ketemu pun bisa di hitung dengan jari," kata Gandhi.

Meskipun usahanya meminta maaf secara langsung pada mereka telah terlaksana, tetapi masih saja Fara dan gandhi tak menggubrisnya.

"Aku sadar selama ini sangat salah telah berbuat seperti itu sama kalian, dan lihatlah setelah aku jatuh semua teman-teman yang kemarin begitu akrab denganku kini semua perlahan pergi. Tetapi kalian, meskipun aku udah berbuat kasar, cuek, dan menyebalkan, tetapi kalian tetap mau berusaha membuat kita biar dekat seperti dulu.

Fara tak tahan dengan tawa yang sejak tadi ia tahan. Kini ia pun memutuskan untuk menanggapinya.

"Lagi baca skrip dialog, ya, Mas?" kata Fara lalu menoleh ke arah Wirdan.

Mendengar hal itu, Wirdan benar-benar syok dengan reaksi pertama yang ia dapat. Ia sudah menahan malu sejak pertama menginjakkan kakinya menju gazebo tempat mereka berada.

"Sini gabung, ngapain berdiri di situ?" kata Gandhi yang mencoba menetralkan semuanya.

Lalu tawa mereka pecah seketika. Gandhi menghampiri Wirdan yang masih berdiri di sana dengan menahan tawanya yang dibalut dengan kekesalan karena merasa dikerjai. Gandhi merangkulnya sedangkan Fara berdiri di sebelahnya. Tak ada lagi kata-kata kebencian dan kemarahan yang terlontar dari mereka, gini berganti dengan senyuman yang terus mengembang.

"Eh, kita foto dulu yuk," kata Fara yang mengeluarkan ponselnya dari saku dan mengajak dua temannya ikut berfoto sebelum semua senyuman itu kembali memudar.

*** 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro