BAB 28
Tiga hari berlalu saat semua kebenaran itu terungkap. Gandhi masih setengah tak percaya dengan apa yang Riko dan Bagas sampaikan padanya. Pasalnya ia sangat percaya jika Wirdan adalah orang yang tak akan melakukan hal itu.
Hari ini Riko dan Bagas akan menghadap bapak Prabu sebagai pembina OSIS untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai ketua OSIS dan mengaku bahwa dirinya telah melakukan plagiat atas visi dan misi yang telah di susun oleh Gandhi dan Rendra. Riko juga melaporkan Wirdan yang menjadi pengawal dari semua ini. Pak Prabu tak langsung mengambil keputusan dan meminta Wirdan juga ikut hadir dalam sidang ini.
Dengan panggilan tiba-tiba yang ditujukan padanya, Wirdan pun juga menemui Pak Prabu di ruangannya dan memberi klarifikasi tentang tujuannya mengambil dan menyebarkannya pada Riko dan Bagas.
Wirdan datang memasuki ruang kerja pembina OSIS tersebut dengan keadaan pasrah dan menyerah. Sebenarnya, ia juga sudah lama ingin berhnti dari semua kejahatan yang telah ia perbuat. Meskipun dalam kasat mata hal jahat tersebut hanya bisa dilihat dan di rasakan oleh beberapa orang saja. Seperti Fara terutama yang telah mendapatkan banyak kesusahan saat bertemu dengannya, tanpa penjelasan dan tanpa sebab yang jelas dirinya mulai menjauh dan memusuhi Fara yang tak tahu kebenarannya.
Kemudian rasa bersalahnya semakin besar saat ia juga mencoba melukai Gandhi melalui Riko dan Bagas, karena Gandhi adalah teman satu-satunya yang percaya padanya dan selalu berusaha menyatukannya dengan Fara agar tetap rukun kembali. Wirdan juga sekalian mengaku akan dosa-dosanya yang lain, yakni yang sempat membuat kegaduhan satu sekolah karena telah berani mencuri kunci jawaban saat ujian. Dia juga mengaku hal itu ia lakukan sejak kelas sepuluh karena sangat takut jika ia tak bisa naik kelas dengan nilai yang bisa menyamai bintang kelas saat itu yaitu Gandhi.
Semuanya interogasi berjalan tertutup, tak ada satupupun guru lain yang mengetahui. Tetapi tetap saja, entah itu budaya menguping yang sangat kuat atau ada salah satu dari mereka semua yang dengan suka rela menceritakannya, akhirnya beberapa hari sejak interogas itu berakhir berita tentang plagiarisme visi dan misi itu menjadi topik hangat lagi di kalangan siswa-siswi SMA Tunas bangsa.
Dengan terdengarnya kembali berita tersebut membuat nama baik Ganhi kembali. Ia juga terbukti tak melakukan plagiat dengan visi dan misinya yang selalu di lemparkan padanya dan ia pun mendapat banyak simpati dari murid lain terutama siswa perempuan yang kini bertambah banyak jumlahnya untuk rela menjadi fans Gandhi.
Bagian paling menyakitkan di sini datang dari para penggemar Wirdan yang sebelumnya terlihat adem ayem karena tak terlibat kasus apa pun. Tepat saat Wirdan terbukti bersalah dan mengakui kesalahannya, semua penggemarnya sangat kecewa. Bahkan saat Wirdan melintas di antara mereka, biasanya terdengar sorak sorak ataupun gombalan, kini semua hening dan hanya tatapan kemarahan yang Wirdan dapat dari mereka.
***
Sudah satu minggu sejak berita mengejutkan itu terdengar. Wirdan di skorsing tak masuk sekolah. Selain itu Gandhi yang biasanya selalu mencari Wirdan saat ia seharian tak bertemu dengannya, kini seakan tak acuh dengan semua hal yang berhubungan dengan Wirdan.
Kali ini Fara datang dengan membawa minuman kesukaan mereka yaitu nyoklat dengan toping keju lalu es cappucino cincau yang sangat enak di minum saat siang hari.
Gandhi menunggu di meja biasa di nomor sebelas. Sudah lama rasanya ia tak menikmati makanan ataupun minuman dengan tenang di sini, sejak ia disibukkan dengan persiapan OSIS itu baru sekarang Gandhi bisa menikmatinya kembali.
"Gan, ih bengong aja, minum dulu."
Gandhi tersenyum tipis lalu mengambil es cappucino cincau miliknya. Sejak kemarin Fara melihat Gandhi lebih pendiam dari biasanya. Meskipun kini masalahnya selesai tetapi seakan mendapat suatu masalah baru yang lebih berat dari biasanya.
Fara sangat mengerti ha itu, di mana ia telah merasakan lebih dulu sebuah penghianatan yang saat ini bisa ia labeli pada Wirdan. Fara tersenyum lalu menepuk pundak Gandhi di sampingnya.
"I know what you feel, Gan, itu yang aku rasain sejak tahu Wirdan sikapnya beda ke kita. Eh ke aku aja ya yang beda, kalau kamu mah biasa aja."
Gandhi hanya membalasnya dengan senyuman.
Berbicara tentang Wirdan, tiba-tiba Fara teringat tentang kejadian mengganjal yang ia terima saat kelas malam tahun lalu.
"Gandhi, ngomong-ngomong tentang Wirdan yang ternyata adalah pelakunya, sepertinya aku pernah ketemu dia di ruang guru malam-malam tepat saat kelas mau berakhir."
"Kelas sepuluh? Kamu kenapa nggak cerita, Ra?"
"Waktu itu aku ragu mau cerita apa nggak sama kamu, aku juga belum punya bukti konkrit buat mastiin itu Wirdan atau bukan," kata Fara.
Fara lalu menceritakan semuanya mulai saat ia yang di suruh bu Artika untuk mengumpulkan tugas satu kelas. Di SMA Tunas Bangsa setiap kelas sepuluh wajib mengikuti kelas malam yaitu kelas tambahan yang di adakan setiap hari senin dan jam pulangnya sampai pukul setengah sembilan malam. Meskipun samar-samar ia mengingat kejadian itu tapi Fara tetap menceritakan semuanya.
***
Malam itu tepat bulan purnama sedang menerangi bumi tak lupa juga menyorot semua ruangan yang semula gelap menjadi teras akibat sinarnya. Saat itu sekitar pukul delapan lewat dua puluh menit dan kelas malam telah berakhir. Fara yang saat itu akan pulang di tugaskan oleh guru kelas yaitu bu Artika untuk meletakkan semua tugasnya di meja ruang guru. Fara meminta Gandhi untuk menunggunya saja di bawah karena ia harus melaksanakan perintah dari bu Artika.
Rasa kantuk mulai menyerang, beberapa kali Fara juga mengerjapkan matanya agar pandangannya tetap terjaga. Kemudian saat langkahnya sampai di depan pintu ruang guru, ia kaget saat pintu itu terbuka sedikit. Sebelumnya bu Artika berpesan bahwa pintunya sudah terkunci dan beliaupun memberikan kunci ruang guru itu padanya.
Dengan langkah penasaran, Fara mengendap masuk ke dalam, dan mulai terdengar seperti ada seseorang di dalam sana sedang mencari-cari sesuatu. Fara mencari sumber suara tu dan ternyata ia melihat di ujung sana seseorang memakai jaket berwarna gelapdengan ditutupi masker berwarna senada sedang duduk dan membuka laci lemari yang sepertinya tu berisi dokumen-dokumen penting di sekolah.
Fara kagett dan berseru lirih. Karena keadaan yang sepi otomatis suara itu membuat seseorang berjaket gelap itu tersadar dan sama-sama kaget dengan kedatangan Fara. Ia segera melipat kertas yang ada di genggamannya, lalu dengan cepat menutup laci itu dan menghampiri Fara yang mulai berteriak meminta tolong. Tangan itu mendorong Fara hingga menyentuh tembok lalu membekap mulutnya. Dengan pencahayaan yang minim itu Fara tak bisa melihat jelas siapa yang sednag berada di hadapannya ini. Tetapi parfum yang sempat ia hirup itu serasa tak asing, benaknya mulai berpikir dan hanya satu nama yang muncul dlam pikirannya saat itu.
"Wirdan?" ucapnya lirih.
Lelaki itu seakan kaget dengan perkataan Fara, lalu ia segera melepaskan tangannya dan segera pergi dari sana.
Napas Fara tersengal dan masih tak percaya apa yang ia lihat, sambil terus berpikir dan memastikan bahwa bukan Wirdan yang ia temui tadi.
***
TBC.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro