BAB 26
Hari kedua setelah mereka sampai di sana, semua sedang mempersiapkan sarapan dan bersiap-siap untuk kegiatan pagi ini. Udara di sini cukup dingin karena memang daerah pegunungan yang berdampingan dengan beberapa villa lain di sana. Air dalam kamar mandi pun serasa baru mengambil botol minuman keluar dari lemari pendingin.
Satu kamar villa di isi maksimal tujuh orang. Lokasi kamar siswa laki-laki dan perempuan terpisah menjadi dua komplek. Bagian timur adalah villa khusus perempuan dan di sebelah barat arah area villa khusus laki-laki. Lalu di tengahnya terdapan tanah lapangan yang cukup luas dengan sedikit rumput-rumput liar yang tumbuh di atasnya. Lapangan ini di gunakan saat kegiatan berlangsung. Di sekitar sana juga ada panitia yang menyiapkan kantin mini untuk mereka yang ingin membeli makanan.
Untuk konsumsi mereka selama beberapa hari villa di sana menyediakan dapur untuk memasak, setiap kelompok harus menyiapkan makanan sendiri. Bagi kelompok yang anggotanya tidak bisa memasak bisa meminta bantuan kepada panitia dengan menu yang sudah di tentukan. Hal itu memberi keuntungan bagi kelompok yang anggotanya ada yang bisa memasak. Karena bisa memilih menu sendiri yang akan di masak. Nanti panitia yang bertugas berbelanja kebutuhan dapur akan mendata bahan apa yang diinginkan, dan bagi mereka yang hanya mengandalkan panitia jika ingin menambah lauk bisa membeli di kantin mini atau bisa juga kelompok lain secara suka rela memberi masakannya. Hal ini di maksudkan agar mereka saling berbagi dengan sesama.
Pagi ini kelompok Fara akan memasak orek tempe, telur gulung serta bakwan jagung tak lupa juga sambal terasi yang menjadi hidangan wajib di sana. Fara dan beberapa temannya telah berbagi tugas, ada yang bersih-bersih kamar, menanak nasi, membuat lauk, dan mencuci piring.
Fara dan Afaf sedang menuju dapur utama untuk mengambil bahan masakan yang akan di masak, di dapur utama ini adalah dapur paling besar khusus panitia, dengan melihat dari kejauhan beberapa panitia yang sedang sibuk itu, tiba-tiba Fara rindu dengan suasana yang sama saat mamanya sedang mempersiapkan sarapan untuknya. Meskipun rindu pada sang mama melanda tapi hal itu tak membuat Fara menangis atauoun meraung meminta pulang, karena dia bukan tipe orang yang seperti itu dan ini bukanlah kali pertama ia jauh dari orang tua.
"Ra, mau ke mana?" sapa Gandhi saat melihatnya meintas tepat di depan kamarnya.
"Mau ambil bahan masakan," jawab Fara dengan menunjuk dapur utama, "ya udah, gan, duluan, ya."
"Eh, Ra, Ra, tunggu," kata Gandhi lalu menghampirinya.
"Apa sih?"
"Ra, masakin buat aku, ya," kata Gandhi yang tersenyum ke arahnya.
"Ih, masak sendiri lah," ujar Fara sambil menjulurkan lidah ke arahnya.
"Hei nggak bisa gitu dong, kamu nggak ingat kita ini ...."
"Teman, lalu?" kata Fara langsung memotong perkataan Gandhi.
"Ya sebagai teman yang baik dan bersahaja harusnya berbagi dengan teman lainnya. Fara, berbagi itu indah, percayalah," ujar Gandhi yang terus memohon.
Di samping Fara, Afaf cekikikan geli melihat Gandhi yang terus memohon sedangkan fara berusahan menolaknya.
"Afaf, nanti kalau udah masak bisalah kirim ke sini, ya," kata Gandhi sambil mengedipkan mata padanya.
"Isshh, isshh, itu kedipan di jaga, berani genit ya sekarang," kata Fara lalu menoleh ke arah Afaf, "kamu jangan kemakan rayuannya, Faf, benar-benar nggak baik untuk kesehatan jasmani dan rohani."
Afaf masih tertawa kecil lalu mengangguk perlahan, "kita duluan, ya, Gan, bye."
Fara dan Afaf lalu meninggalkannya di sana dan berjalan menuju dapur utama.
"Gandhi punya sisi gitu juga, ya, Ra," kat Afaf yang masih melanjutkan tawanya.
"Kamu nggak tahu sih, suka bully juga itu orang, cewek-cewek yang belum kenal dekat aja dan mandang sebagai cowok baik, ramah, yah nyatanya Gandhi tetap manusia biasa nggak bisa di samain sama cowok-cowok fiksi yang ada dipikiran mereka," Afaf mengangguk membenarkannya.
Sesampainya di dapur utama mereka membawa dua kresek putih berukuran sedang yang isinya adalah tempe, telur ayam, jagung, tepung terigu, dan tepung bumbu. Lalu ada juga bawang prei dan bumbu-bumbu seperti bawang merah, bawang putih, tomat, cabe rawit, terasi, garam serta penyedap. Sesuai dengan yang mereka pesan tadi.
Suasana di sini cukup mendung dan angin yang melewati mereka dingin hingga menembus jaket yang dikenakan. Lucunya, saat Fara dan Afaf kembali dari dapur besar itu, Gandhi masih menunggu mereka di depan kamarnya, kali ini dengan pakaian lebih tebal dari sebelumnya dengan bermain ponsel ia duduk santai di sana.
Kali ini Fara yang terkikik geli dengan perbuatan Gandhi yang belum juga mendapat perkataan 'ya' saat dirinya meminta untuk dibuatkan makanan. Kali ini Fara melunakkan hatinya dan akan menyetujui permintaan Gandhi.
"Oi, mas, ngapaian yak masih di sini? Masuk sana bantuin teman-teman lainnya, kali," seru Fara saat ia tiba di hadapannya.
"Buat jaga-jaga kalau sudah mencium bau-bau masakan matang kan tinggal mendeteksi dapur mana yang udah siap," kata Gandhi tak menyerah.
"Iya deh, nanti kalau masakannya udah matang aku antarin ke sini. Jangan melas gitu dong ah, nggak malu sama Afaf?"
"Afaf biasa aja kan?" tanya gandhi yang bertanya langsung pada pemilik nama itu.
"Tuh, kan, Afaf biasa aja nggak ada masalah."
"Ya udah, satu kamar kamu genap tujuh orang kan?"
"Iya, kenapa, Ra? perasaanku nggak enak nih."
"Nanti porsinya aku bikin perkecil karena untuk empat belas orang ini bahan kayaknya kurang deh," kata Fara dengan menertawakan eksprei Gandhi.
Di tengah percakapannya dengan Gandhi terdengar dari dalam seseorang sedang memanggil lelaki itu dan meminta bantuan saat akan berberes kamar mereka. Karena yang bersangkutan tak juga mendenarnya, akhirnya Wirdan keluar dari sana. Hal itu sontak membuat Fara kaget dn mulai menampakkan kekesalannya, begitupun juga dengan Wirdan yang kaget melihat fara sudah berdiri di sana. Sedikit menyesal juga karena mengiyakan permintaan Gandhi yang ternyata Wirdan juga satu kamar dengannya.
"Gandhi, aku balik dulu," kata fara yang langsung menggandeng tangan Afaf.
"Ra, ke mana, aku belum protes soal porsinya," kata Gandhi mencegahnya.
"Oh iya, aku tarik ucapanku, kita nggak jadi masakin lauk buat kamu," kata Fara sebelum meninggalkannya.
***
TBC.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro