BAB 24
Satu minggu telah berlalu, sejak hari pembacaan visi dan misi yang penuh dengan drama. Di mana yang benar dan yang salah sama-sama membela. Lalu selabg tiga hari dan pemiihan langsung yang diselenggarakan di tiap kelas. Gandhi menerima banyak komentar yang tak mengenakkan. Bahkan saat hasil voting telah keluar pun Gandhi tetap menerimanya. Hasil yang diperoleh adalag Gandhi menerima suara paling sedikit dan pemilihan ketua OSIS di menangkan oleh Riko dan Bagas.
"Ih, sok-sokan mau jadi ketua OSIS tapi plagiat."
"Urusin olimpiade sono, plagiator jangan mendekat."
"Makanya, kalau udah pinter, populer, jangan maruk mau jadi ketua segala, gini kan jadinya, ck."
Seperti itulah selama berhari-hari Gandhi terus mendengar berbagai cibiran. Seringkali juga Fara membela semua cibiran yang dilontarkan.
Pandangan sinis yang selalu ia terima setiap pagi. Teman-teman yang mulai menjaga jarak dan berbagai ancaman akan memukulnya pun ia terima.
Langkah Gandhi tetap lurus mengikuti koridor sepanjang jalanan menuju ruang kelasnya. Seakan menutup telinga dan bersabar karena kebenaran sebenarnya belum juga terungkap.
Seseorang lalu menariknya menjauh dari pintu kelas membawanya menuju meja di samping perpustakaan. Dia sengaja membawa Gandhi ke tempat yang jarang dilewati siswa.
"Kamu nih, Gan, kenapa nggak melawan mereka?" kata Fara saat mereka telah duduk di samping perpustakaan sekoah.
"Nanti mereka tahu sendiri, Ra, mana yang benar, mana yang salah." kata Gandh pasrah.
Fara menghela napas. "Aku heran sama kamu, gimana bisa tahan sama omongan mereka saat kamu nggak lakuin kesalahan?"
"Setiap orang punya cara sendiri-sendiri, Ra, untuk mengatasinya. Kalau aku pribadi selama yang mereka katakan nggak bener, ya udah, santai aja. Biarin meskipun mereka nggak suka," kata Gandhi.
"Aku aja yang dengerin gerah, Gan," Fara menggeleng keheranan.
"Ya udahlah, Ra, saat-saat seperti ini kan kelihatan mana yang benar-benar mau berteman sama kita dan mana yang cuma manfaatin atau datang cuma kalau ada butuhnya aja," ungkap Gandhi tandas.
"Cuma datang saat ada butuhnya doang bahasa inggrisnya bullshit," kata Fara yang mengundang tawa Gandhi.
"Bahasa jawanya blegedes, Ra," mereka tertawa bersamaan.
Di samping perpustakaan di saksikan oleh pohon-pohon rindang dengan angin yang mengalun lirih dedaunanannya serta suara merdu oleh tawa di antara mereka.
"Ya ampun, Gan, udah-udah sakit perut," kata Fara sambil memukul-mukul lengan Gandhi.
"Lah, kamu ketawanya overload, aku udah nggak ngomong apa-apa dari tadi," Gandhi mencoba menghindari pukulan Fara.
Fara menarik napas dalam-dalam dan menetralisir emosinya.
"Huuffff. Oke, Gandhi, selanjutnya apa yang mau kamu lakukan?" tanya Fara dengan nada serius.
"Ya, kita tetap jalani seperti biasanya, Ra, sambil lalu cari pelakunya," ucap Gandhi dengan berbisik.
Suara lembut Gandhi yang tiba-tiba berbisik di telinganya membuat Fara hampir kehilangan arah. Sialnya di saat seperti ini perasaan itu muncul kembali. Padahal sudah ia tahan mati-matian setiap hari, hasilnya jika Gandhi bersikap seperti biasa dan menjaga jarak tak sedekat ini semua kembali baik-baik saja.
"Mending kamu jauh-jauh dari aku deh, Gan," gumam Fara.
"Apa, Ra?"
"Ng ... nggak, i-itu strategi kamu selanjutnya gimana? Kamu nggak curiga sama mereka yang juga masuk di OSIS?" kata Fara mencoba bersikap biasa.
"Kenapa kamu bisa bilang gitu?"
Fara berpikir sejenak dari apa yang ia katakan tadi. Dari pertanyaan Gandhi, kata-kata yang Fara lontarkan tadi seperti ada yang salah tapi ia sendiri tak merasa hal itu menjadi sebuah alasan untuk di pertanyakan.
"Ya, kita kan nggak tahu, Gan. Bisa jadi mereka sengaja ikut OSIS biar bisa sembunyiin kedoknya, alih-alih cari pelaku eh malah nutup topeng," Fara mengedikkan bahu.
"Kalau untuk sekarang, Ra, kita nggak bisa jamin di antara mereka itu pelakunya.
***
Pagi ini semua anggota OSIS akan mengadakan rapat untuk pelaksanaan pengukuhan ketua dan wakil serta anggota OSIS yang baru pada hari senin saat selesai upacara bendera berlangsung.
Fara dengan senang hati mendengar kabarnya karena kebetulan rapat ini di adakan saat pelajaran jam terakhir berlangsung, di mana saat semua energi telah terkuras habis dan kantung menyerang bertubi-tubi. Di depannya nampak punggung seseorang yang sangat ia kenal, tubuh jangkung dengan rambut bergelombang khas dengan warna cokelat kehitamannya. Wirdan juga sedang bersiap menuju ruangan OSIS dengan menyandang tas punggungnya. Fara terhenti sejenak dan menarik sudut bibirnya sambil berpikir.
Dulu akrab, lengket kayak perangko, terus jauh-jauhan, eh sekarang ketemu lagi sama anak ini. Maunya terus marah-marah nggak jelas, tapi lucu aja saat semesta malah mendukung kita buat terus bersinggungan.
Fara kembali melanjutkan langkahnya tapi terhenti lagi saat ia melihat Gandhi berjalan dari arah utara sepertinya baru keluar dari ruang OSIS, karena saat Fara berbelok ruang OSIS pun terlihat. Gandhi berjalan menuju kantin dengan wajah sedikit lesu. Fara segera menghampirinya lalu ikut duduk di sebelah Gandhi.
"Kamu dari ruang OSIS?" Gandhi mengangguk.
"Kok malah ke kantin? Sekarang rapat kan."
"Aku nggak ikut, Ra," ujar Gandhi dengan senyum tipisnya.
"Kenapa?"
Gandhi mengangguk dan mengucapkan terima kasih kepada perempuan paruh baya yang baru mengantar minumannya.
"Aku keluar, Ra,"Fara melongo dengan pernyataan Gandhi.
"Keluar gimana, gan? Nggak mungkin kamu ngundurin diri."
Gandhi hanya tersenyum getir dan menyeruput lagi es tehnya.
"Jadi, kamu dikeluarin?" Gandhi mengangguk perlahan, "sama mereka, Gan?"
"Maaf, Ra, kalau saran kamu buat perjuangkan semua kebenarannya dan nggak hanya nunggu, mungkin kita bisa berjuang sama-sama."
"Wah, benar-benar si Riko nih, baru jadi ketua songong gitu. Gandhi, kamu nggak bela diri? Kamu belum terbukti bersalah, mereka masih salah paham."
"Ra, tapi aku udah memenuhi syarat sebagai anggota yang berpotensi untuk di keluarkan dari OSIS. Syarat pertama lagi, membuat masalah."
Emosi Fara memuncak, melihat sahabatnya diperlakukan seperti ini sungguh tak adil. Fara segera meninggalkan meja Gandhi dan tak menghiraukan panggilan Gandhi. Saat melihat jam tangan ia sudah telat untuk datang rapat, tapi ia tak peduli dengan itu semua dan terus berjalan. Sampai di depan ruang OSIS ia langsung membukanya, dan benar di dalam telah berkumpul semua anggota baru OSIS dan beberapa kakak kelas. Buliran bening yang tertahan di sudut matanya mulai mendesak keluar secara perlahan.
"Ra, kamu dari mana aja?" kata Naya yang tadi melihatnya saat akan ke ruang OSIS.
Napas Fara berderu dan perlahan air mata pun luruh. "Maaf semuanya, aku mengundurkan diri dari OSIS."
Semua yang ada di sana kaget mendengarnya. Lalu Fara keluar dari sana dengan iringan panggilan dari mereka, ada juga beberapa yang mencegahnya keluar. Namun Fara tetap keras kepala dan melepas tangan yang sedang menahannya.
***
TBC.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro