BAB 22
"Halo. Ra," sapa Gandhi di seberang sana.
"Iya, Gan, kenapa?"
"Besok harus masuk sekolah, ya."
"Ya iyalah, kan nggak libur," jawab Fara dengan suara parau.
"Kamu nggak ingat besok ada apa, Ra?" ujar Gandhi.
"Besok? Ada apa?"
Napas Gandhi terdengar berat, "Besok pembekalan sama pembacaan visi dan misi calon ketua OSIS, Ra."
Belum ada jawaban dari Fara, otaknya masih memproses pemberitahuan dari Gandhi. Ia menoleh pada jam dinding, terlihat di sana pukul sepuluh lewat sepuluh menit. Ini sudah malam dan Gandhi meneleponnya, belum kelar dengan urusan hati yang di sebabkan oleh orang yang sama dan kini ia harus menaruhkan waktu tidurnya. Tunggu dulu. Apakah Gandhi masih di sana? Fara memastikan lagi pendengarannya sekaligus berharap ia masih mendengar suaranya. Sejenak ingatan tentang perkataan Gandhi tadi berangsur menghampiri. Fara benar-benar lupa jika besok adalah hari bersejarah bagi sahabatnya. Iya, sahabat.
"Ya ampun, Gan, sumpah besok?"
"Hadeh. Jangan lupa ya, Ra, besok masuk."
"Iya."
Hening kembali tercipta di sana. Tak ada lagi kata-kata yang terucap baik daei Fara maupun Gandhi. Fara merubah posisinya yang semula terlentang menjadi duduk, dan mengerjapkan mata menoleh ke kanan-kiri lalu menunggu suara di seberang sana dengan penuh tanda tanya.
"Gandhi?" Fara memutuskan untuk memanggilnya lebih dulu.
"Hem."
"Diam aja?"
Gandhi menghela napas. "Nggak apa, ya udah tidur gih. Malam, Ra," Gandhi menutup teleponnya.
"Malam. Semangat, Gan-dhi."
Fara meletakkan ponsel di sebelahnya. Kembali menutup tubuhnya dengan selimut dan bergelung di sana. Tapi mata seakan tak mau terpejam lagi. Bukan tentang kebahagiaan saat seseorang yang di harapkan menghubunginga, tapi kecemasan hadir lebih cepat untuk menyambut hari esok.
"Semoga besok berjalan dengan lancar," rapalnya dalam hati.
***
Tepat hari ini adalah hari untuk mengukir sejarah baru dalam dunia Organisasi Siswa Intra Sekolah. Hari yang menegangkan bagi semua calon-calon ketua dan wakilnya.
Beberapa hari yang lalu telah di laksanakan tanya-jawab tertutup oleh para guru dan sebagian panitia untuk melihat kualitas para calon. Kemudian agenda hari ini adalah pembekalan dan nasihat-nasihat dari para guru dan kepala sekolah dalam memimpin OSIS kedepannya serta pembacaan visi dan misi setiap calon pasangan.
Gandhi dan Rendra sebagai calon ketua dan wakil telah duduk di kursinya. Terlihat juga pasangan calon lain yaitu Riko dan Bagas yang sudah duduk dengan rapi di sebelahnya, lalu di meja ujung dekat dengan pintu keluar belum nampak Wirdan dan Arga memasuki auditorium.
Fara sudah harap-harap cemas sejak tadi semoga Gandhi dan Rendra bisa melewati semuanya, meskipun hanya pembacaan visi dan misi tapi itu menjadi tolok ukur bagi siswa lain yang menonton dan akan memutuskan untuk memilih siapa di antara mereka.
Fara ingin kembali ke kelas sebentar karena lupa mengatakan pada Devi bahwa ia sedang di auditorium sekolah. Fara melangkahkan kaki menuju kursi Ghandhi.
"Gan, aku balik ke kelas dulu, ya," kata Fara.
"Iya, Ra."
Fara tersenyum pada Gandhi dan Rendra sebelum melanjutkan langkahnya. Sampai di dekat pintu keluar. Senyum yang semula terukir perlahan memudar saat ia berpapasan dengan Wirdan. Wirdan pun begitu saat sebelumnya tawa yang tercipta bersama teman-temannya kini mendadak terhenti. Segaris senyuman sinis menghiasinya dengan tatapan meremehkan pada Fara yang tentu membuatnya tak suka.
Fara mengalihkan pandangannya dan mempercepat langkah agar sampai di kelas, benar-benar sebuah pemandangan yang tak pernah terpikirkan sebelumnya.
***
Wirdan sebagai calon ketua OSIS maju pertama untuk membacakan visi misinya. Berdiri di atas mimbar yang telah di persiapkan lalu menyusun kata-kata salam kepada kepala sekolah dan guru dan teman-teman yang hadir.
"Saya akan membacakan visi dan misi saya," semua yang hadir di auditorium terdiam, bersiap untuk mendengarkan.
"Visi saya, pertama,membentuk OSIS SMA Tunas Bangsa menjadi organisasi yang memiliki kualitas tinggi dan bisa mengharumkan nama sekolah. Kedua, meningkatkan sumber daya siswa dan menjadikan sekolah sebagai teladan bagi sekolah lain. KeMenyalurkan bakat siswa dan memberikan keleluasan bagi siswa untuk menyalurkan minat mereka."
"Misi : 1. Cekatan dan tegas dalam menghadapi segala masalah.
2. Pemimpin yang tegas, tangguh, terampil, dan bisa dijadikan sebagai teladan bagi siswa lain.
3. Mempererat persaudaraan antar siswa dengan menjaga kesopanan dan keharmonisan. Itulah visi dan misi saya, terima kasih atas perhatiannya," riuh suara tepuk tangan dari semuanya yang hadir memenuhi ruang auditorium ini.
Terlihat di kursi penonton, Fara bermuka masam masih teringat saja dengan sikap Wirdan beberapa menit yang lalu, hal itu membuatnya bertambah cemas.
Kini tiba giliran Riko yang membacakan visi dan misinya. Pertama memberikan salam kepada kepala sekolah beserta guru-guru dan juga siswa-siswi yang hadir di sana.
"Visi saya yaitu, menciptakan lingkungan SMA Tunas Bangsa yang nyaman, harmonis, bersih, dan berprestasi dengan berlandasakan iman kepada Tuhan."
Fara terperanjat mendengar visi yang baru saja Riko bacakan. Lalu ia melihat ke arah Gandhi dan Rendra yang mulai sibuk seperti mendiskusikan sesuatu. Fara mencemaskan Gandhi dan berharap tak akan terjadi apapun.
"Kemudian misi saya, pertama, meningkatkan kesadaran siswa mengenai kebersihan sekolah. Kedua,membentuk program-program belajar untuk meningkatkan prestasi siswa."
Mendengar misi yang dibacakan Riko membuat Gandhi yakin ada yang tidak beres dengan semuanya. Fara menghampiri Gandhi. Emosinya telah memuncak di ubun-ubun. Tetapi Gandhi segera menenangkan Fara.
***
TBC. ❤
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro