Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

BAB 15

Semalam memang Fara tak bisa tidur dengan nyenyak. Akibat Gandhi membuat kegaduhan dalam hatinya dan berhasil menahan matanya untuk terpejam, hasilnya otak bekerja cukup keras. Fara sadar jika seharusnya ini tak perlu di ambil hati, hanya hal sepele, anggap saja angin lalu. Tetapi tak bisa dipungkiri namanya perempuan tentu saja tentu selalu melibatkan hati. Hati, hati, dan hati.

Pagi-pagi sekali Fara berinisiatif membawa bekal sendiri, mama yang sedang mencuci beras nampak heran dengannya. Fara membuat telur gulung, bihun goreng, dan bajwan jagung. Tentu saja semua prosesnya masih dalam pengawasan mama dan di bantu dengan tangan cantik mamanya.

Fara mengambil dua kotak makan dan mempersiapkan lauknya lebih dulu sembari menunggu nasinya matang. Sepanjang perjalanan memasaknya pagi ini senyum itu tak hentinya berkembang. Saat mamanya bertanya hanya terdengar jawaban.

"Biar masakannya tambah gurih, Ma."

Fara duduk di meja makan lalu meneguk segelas air. Sejak belajar memasak dia sadar memasak itu tak semudah yang terlihat, bahkan jika lupa memberi garam pun seharusnya adalah hal yang wajar karena memasak harus menggunakan konsentrasi yang tinggi.

"Kok ada dua, buat siapa, Ra?" tanya mama setelah mencuci piring.

"Biasa, Ma," Fara tersenyum sambil menyeka setetes keringat di pelipisnya.

Mama hanya mengangguk mengerti dengan maksud Fara. "Mandi gih."

"Siap, mama," Fara segera naik menuju kamarnya. Membuka pintu kamar dan bergegas bersiap untuk mandi. Sepertinya dia ingin sekali berangkat pagi-pagi hari ini.

Pukul enam tepat Fara sudah siap dengan seragam sekolahnya. Fara menarik kaos kaki dari lemari dan memasangkan pada kedua kakinya, kemudian mengambil tasnya di atas meja belajar.

Fara menuruni tangga dengan hati-hati. Tangga kamar Fara bersebelahan dengan jalan yang menyambungkan dengan dapur. Di sana sudah di sambut oleh senyum manis papa dengan minuman wajibnya segelas kopi panas yang masih mengepul.

"Tumben udah siap?" kata papa dengan koran di tangan.

"Kebetulan aja, Pa, nggak kesiangan," kata Fara dengan senyuman tipis.

"Gimana UTSnya, Nak?" lanjut papa.

"Lancar, Pa, alhamdulillah kan belajar," balas Fara dengan senyum yang memperlihatkan gigi putihnya.

Mama bergabung ke meja makan dengan membawa masing-masing piring yang sudah berisi nasi yang telah masak sekitar lima belas menit yang lalu. Papa mengambil dua sendok bihun goreng dan telur gulung. Fara tersenyum tipis melihatnya dan berharap dalam hati akan menyukainya.

"Ini Fara yang masak, Pa," kata mama.

"Oh ya? Pasti nggak kalah enak sama masakan Mama," papa menyuapkan sesendok ke mulutnya. Mengunyah perlahan, dan berakhir dengan senyum mengembang.

"Enak," papa mengacungkan jempolnya, "udah pinter masak anak papa."

Fara tertawa kecil. "Iya dong, Pa, kan Mama yang nambahin garam, aslinya hambar masakannya."

"Nggak apa-apa namanya juga belajar, kalaupun hambar, Papa tetap makan," ucap papa yang menyendok makanannya lagi dan lagi.

"Semoga kelak Fara dapat laki-laki sebaik Papa," ucap Fara sambil memeluk lengan papa dan bersandar di bahunya.

Papa tertawa mendengar pernyataan Fara.

"Aamiin," sambung papa sambil mengelus rambut anak semata wayangnya, di meja lain mama juga ikut tersenyum melihat mereka.

***

Bel istirahat sudah menggema memenuhi seluruh ruang kelas. Semua murid SMA Karya Bhakti berbondong keluar kelas dengan perasaan lega.

Semenjak pelajaran pertama Fara terus menguap, bahkan saat ini pun ia merasakan kantuk yang bertambah. Beberapa kali ia mengucek matanya yang keluar air karena menguap. Pasti ini akibat semalam dirinya yang tak nyenyak untuk tidur.

"Ra, ke kantin yuk," ajak Gandhi sambil membereskan buku-bukunya.

"Kamu kenapa, Ra?" tanyanya lagi saat Gandhi menghadap bangku Fara

Fara menggeleng dan mencoba menyeimbangkan tubuh dan pikirannya.

"Kalau ngantuk tidur aja, izin ke UKS."

"Yuk," Fara bangkit dengan dua bekal di tangan yang ia siapkab tadi.

"Ke UKS?"

"Ke kantin, bos," kata Fara sambil menunjukkan dua kotak makannya. Gandhi mengangguk dan segera mengikuti langkah kaki Fara.

Seperti biasa mereka duduk di meja nomor sebelas. Gandhi pergi memesan minuman sedangkan Fara sudah duduk manis di mejanya. Ia sedikit lega karena gemuruh di hatinya sejak semalam mulai menghilang meskipun Gandhi di sampingnya. Jadi ia bisa menikmati makan siang dengan nyaman meski masih menahan kantuk yang menyerang.

Beberapa menit kemudian Gandhi datang membawa dua gelas es teh manis. Senyumnya mengembang sejak ia tahu Fara membawakan bekal makan siang untuknya, karena otomatis uang sakunya terselamatkan.

"Dua gelas teh manis," katanya saat tiba di meja dan duduk di samping Fara dan membuka bekalnya.

"Wah, ada telur gulung, bakwan jagung, bihun jagung, nasi, gratis lagi, perbaikan gizi ini," ucap Gandhi yang merinci menu yang ada di bekalnya.

"Buruan di makan, semoga selamat sama rasanya," kata Fara sambil berbisik di telinga Gandhi.

Gandhi memulai suapan pertamanya. Di sampingnya Fara pura-pura tak melihat ekspresi Gandhi dan terus melahap makan siangnya.

"Enak."

"yang bener?"

"Huum," kata Gandhi.

"Bohong."

"Serius. Kalaupun masakan kamu hambar sekalipun tetap aku makan, kok. Udah kebal juga sama segala jenis rasa dari makanan buatan kamu," kata Gandhi sambil menepuk dadanya.

Fara terkejut mendengar jawaban Gandhi. Hatinya menghangat lagi, dan gemuruh yang sempat hadir semalam kini menghunjam berkali-kali. Semburat merah jambu pun turut menghiasi pipinya disertai tarikan senyuman yang kini tersipu malu.

"Kenapa, Ra?" tanya Gandhi sambil tertawa.

"Ha? Nggak apa-apa?"

"Blushing gitu," Gandhi menunjuk kedua pipi Fara yang memerah dan masih menertawakan.

"Aiisshhh," Fara membuang muka lalu kembali melahap makan siangnya.

Gandhi menghentikan tawanya lalu menatap Fara dengan senyuman. Menurutnya, Fara benar-benar lucu jika salah tingkah seperti ini.

"Ra."

"Hem."

"Aku baru sadar kamu pakai jepit rambut, bunga-bunga lagi," Gandhi menunjuk-nunjuk jempit berbentuk bunga di kepala Fara.

"Ini ...,"

"Kamu lagi jatuh cinta, ya?"

Kalimat Gandhi membuat Fara tersedak. Gandhi kaget dan segera memberinya segelas es teh. Fara meraihnya dan meminumnya perlahan.

"Tuh kan bener," Gandhi menggodanya lagi saat Fara merasa baikan.

"Apaan sih, Gan. Atas dasar apa kamu bilang gitu?" kata Fara mengelak.

"Ini, ini, semuanya di luar kebiasaan kamu, Ra," kata Gandhi yang menunjuk jepit rambut bentuk bunga dan pipi yang masih memerah, tak lupa dengan tawa kecil yang mengiringinya.

"Sssstttt."

"Hei, jawab, Ra, siapa?"

"Gan, please, diam," kata Fara saat mendengar suara dua orang siswi sedang membicarakan sesuatu.

"Kenapa, Ra? Jangan alihkan pembicaraan."

"Bukan itu, coba kamu dengerin mereka," kata Fara yang menunjuk kedua siswi yang duduk tak jauh dari mereka.

"Bener, kan? Memang ada yang aneh, masa dia bisa masuk sepuluh besar?" kata siswi berambut pendek sebahu.

"Jangan-jangan rumor tahun lalu muncul lagi, apa dia orang yang sama?" lanjut siswi di sampingnya.

Siswi berambut pendek mengisyaratkan untuk mengecilkan suaranya, dan mereka menghentikan pembahasan.

"Dengar, Gan?"

"Iya."

"Nah, kamu masih merasa nggak semangat buat jadi ketua OSIS? Kamu nggak penasaran sama pelakunya? Ini kesempatan, Gan, kita pecahkan bersama."

"Aku bakal terus maju, Ra, tenang aja."

Fara mengacungkan kedua jempolnya tepat di hadapan Gandhi.

"Tapi, Ra."

"Apa?"

"Jawab dulu pertanyaanku, siapa dia?" ulang Gandhi yang belum terjawab pertanyaannya.

"Ck, apaan sih. Nggak ada." kata Fara yang sukses membuat tawa Gandhi meledak lebih keras dari sebelumnya, hal itu malah membuat pipi Fara tambah memerah karenanya.

***

TBC.❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro