Penggemar Rahasia
Deru nafas cepat tak beraturan, aku merasakan degup jantungku berpacu, bulir-bulir keringat membanjiri seluruh tubuhku.
"Tolonglah! Siapapun, tolong!" dengan suara nyaris habis, aku berusaha berteriak, parau, ketakutan.
Ini semua dimulai 14 Februari! Sial, sial! Untuk pertama kalinya aku benci hari yang digadang-gadang sebagai hari kasih sayang itu.
Sialan! Apanya yang hari kasih sayang?! Aku justru bertemu perempuan gila! Dia mengejarku, bahkan sampai ke rumah orang tuaku!
Ini mengerikan.
Kukira menjadi seseorang dengan penggemar itu akan menyenangkan. Tapi tidak! Aku tidak akan berkata begitu lagi!
▪¤▪¤▪
Aku menghela nafas bosan, menaruh kepalaku di meja. Suara puh pelan keluar dari mulutku.
Hari valentine. Semua orang mendapat coklat entah dari pacar atau penggemar mereka. Sobatku, yang notabenenya adalah pemain sepak bola sekolah, jangan ditanya, tak hanya laci, loker bahkan sepatunya penuh dengan coklat.
Yah, meski begitu coklat yang ia tunggu hanya dari pacarnya. Sedang pacarnya adalah seorang tsundere tidak peka yang aku sendiri tak tahu bagaimana mereka bisa berakhir bersama.
Seorang pemain sepak bola andalan yang ramah luar biasa dengan seorang atlet taekwondo kebanggaan sekolah yang bahkan nyaris tak pernah mengatakan apapun pada pihak TV yang mewawancarainya.
Aku heran, orang-orang yang terlihat tidak cocok secara cocokologi saja bisa menjadi pasangan imut yang digadang ratusan orang di sekolah.
Tapi mengapa aku yang normal seperti ini tidak bisa punya pacar? Sedang sobatku, yang punya kebiasaan unik, mencium lapangan sambil push-up sebelum pertandingan saja punya pacar cantik dan banyak penggemar imut. Padahal kalau dari segi tampang, bukannya aku terlalu percaya diri, tapi aku pun tak kalah tampan dan gagah dari siluman cheetah itu, mengingat aku pun atlet taekwondo sama seperti pacar bocah itu.
"Oi, Ren, my broo!!" sebuah tepukan keras menghantam punggungku, sebuah tangan merangkulku santai. Aku berdehem, sudah tahu pasti pelakunya.
Kekehan terdengar, "Kutebak, kau iri gak dapat coklat, haha!"
Terdengar dari suaranya yang menggelegar dan wajahnya yang penuh senyum itu sudah pasti dia telah dapat apa yang dia inginkan, coklat dari pacarnya.
Aku hanya berdecak pelan mendengar perkataannya, tidak berselera menanggapi sobatku yang macam bocah kasmaran itu. Hanya memutar bola mataku.
"Nih," sebungkus coklat batangan yang tampak mahal tersodor tepat dihadapan wajahku, "karena saya sobat yang baik jadi kuberikan satu. Lainnya mau kujual," ucap pemilik nomor punggung 5 itu dengan wajah yang dibuat sok tampan.
Aku berdecih tapi tanganku tetap menerimanya, "Thanks, John."
"Kutunggu kabar jadian kau," ucapnya tertawa meledekku.
Mataku melirik sinis, "Sama siapa?"
"Psikopat kelas sebelah mungkin," ucapnya menyeringai tanpa dosa.
Tanpa pikir panjang kulayangkan kakiku menuju kepalanya. Mulutnya itu suka sulit dikontrol. Sembarangan betul bicaranya.
Ah, orang yang dibicarakan John sungguhan muncul. Lihatlah dia menatap ke arah kami dengan tatapan tajamnya dari balik jendela kelas.
Sejujurnya aku tidak tahu siapa dia sebenarnya, tapi semua bilang dia psikopat karena perilakunya yang aneh ditambah saat razia guru menemukan silet yang diselipkan dalam kerahnya, pisau lipat di dalam sol sepatu, bahkan meski tak diketahui orang lain, aku sempat tak sengaja mengetahui ada pisau runcing pada ujung payung yang selalu ia bawa.
Seram kalau dipikir. Manusia macam apa dia? Kenapa bawa-bawa benda tajam mengerikan itu ke sekolah?
"Yak! Ren! Kau nyaris menggelindingkan kepala berhargaku!"
Ucapan John cukup untuk membuyarkan lamunanku, membuatku menurunkan kaki, "Jangan sembarangan kalau bicara!" desisku melirik ke arah jendela, memberi kode.
John ikut melihat ke arah yang kulirik, menggaruk tengkuknya yang kuyakin tidak gatal, "Maaf."
Aku mendengus, tanganku merogoh laci hendak membereskan buku sebelum mata pelajaran berikutnya dimulai ketika tiba-tiba saja tanganku mendapati benda berbentuk kotak yang seharusnya kuyakin tidak ada di sana.
Kutarik keluar kotak itu, sebuah kotak berwarna merah dengan pita berwarna hitam di atasnya menampakkan diri, membuatku mengerutkan kening.
"Wah, hadiah. Dari siapa itu?" belum saja aku buka mulut, John telah bertanya, kepo.
Sebagai jawaban aku mengangkat bahu, "Entah."
"Buka!" ucap John antusias, menyuruhku membuka kotak bergaya minimalis elegan itu.
"Yaya," dengan gerakan (sok) dramatis kubuka kotak itu perlahan, menampakkan isi yang membuat mata silau.
Bagaimana tidak silau?
Coklat mahal, jam tangan merk berkelas, apalagi ini? Bahkan earpods juga.
Aku menelan ludah, orang mana yang salah taruh barang mewah begini di laci mejaku?
"Gila! Dari siapa itu?!"
Bahkan John yang dari keluarga kaya saja melotot kaget.
Aku menggeleng ragu, mataku menangkap secarik kertas bergaya vintage dengan tulisan indah entah milik siapa.
Happy valentine!
Ini gak salah taruh anyways! Kau Ren, kan? Semoga suka hadiah dariku!
-
Penggemarmu ♡
Aku mengernyit. Terasa horor. Tapi aku pun tak mau munafik, aku merasa senang atas hadiah ini.
▪¤▪¤▪
Benar! Dari sanalah semuanya bermula! Beberapa bulan yang lalu.
Dan disinilah aku, pinggir kota, gang sempit nan gelap! Berusaha lari dari kejaran butler dan bodyguard dari perempuan gila itu!
Kakiku sudah nyaris kehilangan tenaga, kepalaku sudah terasa berat. Aku sudah kejar-kejaran dengan perempuan gila ini selama seminggu!
Tapi entah kenapa, malam ini begitu terasa berbeda. Mungkin karena ini malam helloween, semuanya terasa jauh lebih mencekam.
Tengkukku sejak tadi telah terasa dingin seakan tangan es tak terlihat menyentuhnya. Bahuku terasa sakit dan pegal seakan membawa beban berat, dan sejak tadi aku menyadari sesuatu, tak ada seorang-pun yang berkeliling meminta permen.
Hanya ada aku, dan komplotan perempuan gila itu, yang mengejar dalam keheningan malam.
Dalam hati aku hanya berdoa, berharap seseorang akan menyelamatkankanku.
Ah, mari kita bahas penyebab aku begitu ketakutan.
Perempuan itu, yang mengejarku, telah membunuh perlahan perempuan yang kusukai sejak lama.
Mata indah gadis yang kukagumi dicongkel dari rongganya, bibirnya yang mungil disobek dari sudut hingga ke daun telinga.
Aku tidak bercanda! Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri!
Dan itu alasanku kejar-kejaran dengannya!
Bruk.
Tubuhku ambruk. Tak dapat dipungkiri aku lelah. Aku telah lari lebih dari 20 km, terus berusaha menjauh dengan kondisi tanpa kendaraan.
Aku terbatuk, merasakan cairan pada telapak tangan. Bau amis menyergap, aku mengerti jelas itu darah.
Sepertinya inilah akhirnya. Aku akan jatuh di tangan penggemar obsesif yang mengerikan. Aku bisa saja dibunuh, dimutilasi, hilang dari bumi.
Pikiranku berkecamuk. Segala pemikiran negatif berseliweran kacau dalam otakku.
Namun sedetik sebelum lampu sorot mobil BMW yang mengejarku mengarah padaku, aku merasakan seseorang menarikku ke pinggir.
"Aku tahu anak ini bermasalah, tapi aku baru pertama kali melihatnya begitu terobsesi pada seseorang. Kau hebat sekali bisa bertahan sejauh ini. Biar aku membantumu sedikit."
Suara yang terdengar asing memasuki indra pendengaranku, membuatku berusaha bersusah payah memaksakan diri untuk melihat siapa pahlawan kesiangan yang membantuku.
Seketika aku terkesiap, orang yang kami sebut psikopat kelas sebelah, dengan santai memutar sebilah pisau di tangan.
"Game on!" ucapnya sebelum tertawa bak psikopat hendak membunuh korbannya.
"A-Apa- apa yang kau maksu-"
"Membantumu... MEMBANTUMU PERGI TENANG DITANGANKU! ENAK SAJA DIA MAU MEREBUT MANGSA SEINDAH INI DARIKU! HAHAHA! AKU PENASARAN, APAKAH DARAHMU SEMANIS SENYUMANMU, SAYANG?!"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro