18
Lee Do Young
"Eh? Kita kenapa kesini, Sunbaenim? Bukankah kata kau Do Hoon sunbae mencariku?"
Aku bingung karena tiba-tiba Jihye berhenti di belakang gedung fakultasku dan ada dua temannya Jihye yang datang bergabung disini. Tentu saja aku jadi semakin bingung. Apa ada pesta disini? Tapi masa di belakang gedubg fakultas sih pestanya?
Tnapa babibu, salah satu temannya mendorongku kencang hingga tubuhku menabrak dinding fakultas.
Sakit, yo.
"Sunbaenim. Ige mwohasineun geoyeyo?" Aku sedikit meringis karna seperti yang kukatakan, temannya itu mendorongku cukup kencang. Dan dinding fakultas ku itu adalah bangunan yang kuat, kalian tahu? (Kakak. Apa yang sedang kau lakukan?)
Jihye tersenyum miring yang jujur sedikit membuatku takut sih. Aku tak tahu kalau Jihye bisa tersenyum semenakutkan itu. "Ini peringatan untukmu. Jangan dekat-dekat dengan Do Hoon."
Apa? Do Hoon? Jadi dia melakukan semua ini karena Do Hoon? Cih. Menyebalkan sekali.
Aku menegakkan punggungku dan menatapnya balik, "Untuk apa? Toh, Do Hoon sunbae juga tidak keberatan dengan keberadaanku di sekitarnya."
Raut wajah Jihye yang tadinya tersenyum tiba-tiba berubah semakin menyebalkan untukku. "Kalau ku bilang jauhi, menjauh saja. Kau mengerti?"
"Sirheundeyo. Naega wae?" (Tak mau. Kenapa harus kulakukan?)
"YAA!!!!! Aku ini seniormu, dan aku juga yang mengenal Do Hoon lebih dulu. Ikuti saja apa perintahku."
Jujur, aku sempat terkejut saat dia membentakku. Tapi untungnya aku dapat mengatur raut wajahku. "Jeogiyo, Sunbaenim. Kau mengidap gongju byeong-iguna." (Permisi, Kak. Kau mengidap penyakit putri huh?; penyakit putri itu penyait yang dimana dia mau semua orang menuruti keinginannya.)
"YAAAA!!!!"
"Mwo! Jangan berteriak padaku. Kau hanya kakak kelasku, tapi bukan berarti kau bisa berteriak dan membentakku seenak kau. Terus memang kenapa kalau kau yang mengenal Do Hoon sunbae lebih dulu? Kata Do Hoon sunbae juga kau hanya seorang dari kenalannya saja." Aku kesal sekali. Emosiku sudah memuncak. "Menurutku kau tidak ada hak untuk memintaku menjauh darinya. Kau bukan siapa-siapanya Do Hoon sunbae."
"NEO!!" Tangan Jihye sudah terangkat di udara berniat untuk menamparku. Tapi tentu saja dia tidak bisa semudah itu menamparku. Enak saja. Bahkan ibuku yang jarang bicara denganku saja tidak pernah menamparku.
Kutangkap tangannya dan menyentaknya dengan keras hingga terdengar rintihan darinya. "Aku sudah bilang jangan membentakku. Dan kau juga tidak bisa menamparku seenaknya saja. Aku bukan tipe perempuan yang bisa kau takuti dengan mudah. Sepertinya ini alasan kenapa Do Hoon sunbae tidak ada teman di sekitarnya. Semua kau usir dengan caramu."
Jihye terdiam.
"Ku ingatkan saja, Do Hoon sunbae itu bukan peliharaanmu yang bisa kau atur dan kau kekang. DIa manusia. Ku sarankan kau pergi ke psikiater untuk mengobati rasa obsesimu."
"Niga mwonde??!! Siapa kau menyuruhku ke psikiater?!" (Kau siapa??!!)
Kupikir dia ingin menamparku lagi, tapi ternyata dia malah mendorongku sampai ku tersungkur di tanah. Aku tidak bisa memprediksi hal itu. Jadi aku terjatuh dan sepertinya sikuku kena patahan ranting pohon yang jatuh karena rasanya pedih. Padahal aku sudah memakai sweater tangan panjang, dan sepertinya robek. Ini sweater kesukaanku loh. Dasar perempuan gila itu.
"HWANG JIHYE!!!"
Aku yang sedang mencoba berdiri sampai hampir terjatuh lagi saat mendengar suara yang kukenal. "Do Hoon sunbae?" Do Hoon mendekat dan membantuku berdiri.
"Apa lagi yang kau lakukan?! Kenapa kau tidak berubah juga?! Mau sampai kapan kau mengusir semua temanku?!"
Wow. Aku tahu ini memang buakn waktu yang tepat, tapi aku terkejut melihat Do Hoon marah. Belum pernah aku melihatnya seperti itu. Wajahnya sampai memerah.
"Do Hoon-ah. Kau--"
"Jangan bicara denganku lagi. Dan kuperingatkan kau untuk berhenti. Ini terakhir kalinya kau bicara denganku kalau kau tidak berubah." Dan Do Hoon membawaku pergi dari tempat itu. Meninggalkan Jihye dan teman-temannya.
"Sun-Sunbae." Aku agak takut untuk buka suara sekarang. Suaraku yang memanggilnya itu menghentikan langkahku dan Do Hoon. Wah, sepertinya aku salah tempat memanggilnya. Karena tempat ini sepi sekali. Hanya ada semilir angin dingin yang berhembus.
Aku berniat memanggilnya lagi karena Do Hoon tidak berbalik menatapku saat berhenti. Dan tiba-tiba ia berbalik dengan wajah merahnya yang sudah mulai memudar. Tapi raut kesal? Sepertinya masih ada disana. "Sun-Sunbae."
"KAU! Kenapa juga kau mengikuti Jihye begitu saja?! Memang aku pernah memanggilmu lewat orang lain? Coba kepalamu dipakai dulu. Kalau kau.. kalau kau.. kalau kau--"
ISHHHH. Manusia ini satu juga! Membuatku kesal saja. "Sunbae kena meneriakiku?! Ini semua ia lakukan juga karena sunbae tahu?! Kau pikir karena siapa dia melakukan itu?! Aku mana tahu kalau dia bisa melakukan hal itu dengan wajahnya yang innocent itu." Aku jadi kesal lagi.
Do Hoon hanya menatapku saja tak bicara yang membuatku semakin kesal. Aku memilih untuk meninggalkannya saja. Lebih baik aku pergi ke UKS untuk mengobati lenganku. Persetan dengan manusia itu.
Ani.. yang salah kan bukan hanya aku. Disini, semua hal ini terjadi karena si Do Hoon juga. Kenapa dia yang malah marah padaku. Menyebalkan sekali.
"Sunbae." Aku terkejut saat tiba-tiba Do Hoon menggenggam tanganku pelan dan menarikku berjalan mengikutinya yang ternyata adalah ke UKS.
"Lihat ini. Kenapa juga kau bisa terluka seperti ini?" Manusia ini begitu buka suara langsung mengoceh. Tangannya sih bergerak mencari obat, tapi mulutnya terus memarahiku.
Botol yang kurasa adalah obat antiseptic untuk luka ia taruh di meja samping tempat tidur sedangkan dia membersihkan lukaku. "Kau ini memang tidak bisa kalau tidak menyusahkan orang lain, ya?"
Kesal sekali aku mendengarnya. "Jeogiyo, Sunbaenim. Aku bisa mengobati tanganku sendiri. Pergi saja sana." Ku tarik tanganku dan membersihakn lukaku walau sedikit perih.
Lagi-lagi Do Hoon menarik tanganku yang membuatku kesal. "Jangan banyak bicara. Biar aku obati."
"Ani. Kalau kau mau obati, jangan sambal memarahiku. Ini saja sudah sakit, tak perlu kau omeli juga, kan."
Do Hoon sesekali meniup lukaku saat dipakaikan antiseptic tapi tetap sedikit perih untukku. "Mian."
Eh? Aku salah dengarkah?
"Mwo? Kau bicara apa, Sunbae?" Aku tidak meledeknya, tapi aku bertanya murni untuk memastikan saja.
"Mianhae."
Aku sedikit terkejut mendengarnya. "Wae?"
"Karena aku, Jihye melukaimu."
Tak dapat kuhindari, senyum terbit di wajahku. "Gwaenchanha. Aku juga hanya luka sedikit." Do Hoon berhenti mengobatiku dan menatapku. "Kau pikir aku akan bicara seperti itu? Ya tidaklah. Ini semua karena sunbae tahu. Lihat tanganku sampai luka begini. Sweaterku juga robek, padahal ini kesu--ARggghhh! Sunbae!!" Ini manusia memang benar-benar ya. Dia menekankan obatnya pada lukaku membuatku jadi meringis sakit.
"Salah sekali aku mengucapkan maaf padamu. Sudah, ke kelas sana." Dia bangun dan berbalik untuk menaruh obatnya kembali sebelum ia keluar dari ruang UKS.
"Cih."
***
"Do Young-ah. Kau tak apa? Aduh bagaimana ini dengan tanganmu. Pasti sakit."
"Menurutmu?"
Yejoo diam tapi tetap memperhatikan tanganku. "Lagian kau kenapa bodoh sekali, sih? Kenapa kau ikuti si orang itu? Dan kenapa juga dia melakukan hal ini padamu? Sudah dewasa tapi mentalnya anak-anak. Cih."
"Ya, kan kau sudah lihat sendiri. Wajahnya tuh tidak ada wajah orang jahat. Aku mana tahu kalau ternyata dia itu jahat." Tentu saja aku tidak memberitahunya mengenai alasan Jihye melakukan itu padaku.
"Lee Do Young!"
Serentak, baik aku, Yejoo maupun Taejoon langung menoleh ke arah suara yang memanggilku. "Sunbae! Ada apa kau ke kelasku?"
Seokwoo terlihat terengah-engah. Apa dia berlari kesini? "Kau tak apa? Sini kulihat tangannya." Sebelum kujawab, Seokwoo sudah mengambil alih tanganku dari Yejoo. "Ah, jinjja. Kenapa dia bisa melakukan ini padamu."
Tak enak, aku menarik tanganku pelan darinya, sambil tersenyum aku berujar, "tak apa, Sunbae. Ini hanya luka kecil karena kena ranting pohon yang patah dan jatuh di tanah, kok."
"Yakin tak apa?"
Aku mengangguk dan kembali tersenyum. "Aku serius. Luka segini mah tak ada artinya daripada waktu aku jatuh karena memanjat pohon waktu kecil."
"Kau ini memang benar-benar."
Aku hanya tertawa kecil menanggapinya.
"Tapi kenapa Jihye bisa melakukan ini padamu? Dia pasti ada alasan kan kenapa melakukan ini padamu?"
Aku kembali terdiam. Aku tidak mungkin kan bilang karena Do Hoon? Ada kemungkinan Yejoo langsung mendatangi Do Hoon dan memarahinya. Dan yang aku tahu sejauh ini, Do Hoon tidak akan mungkin mengomeli balik.
"Apa karena Do Hoon?"
Kepala ku yang tadinya tertunduk, langsung terangkat dan menatap Seokwoo tak percaya. Bagaimana dia bisa menebaknya?
Dan sepertinya dia bisa melihat jawaban dari wajahku. Terdengar hembusan napas dari Seokwoo sebelum dia pergi dari kelas.
Mwoji? Kenapa aku merasa ada yang tidak beres ya?
***
Gi Do Hoon
Hwang Jihye benar-benar. Dia melakukannya lagi seperti yang kuperkirakan. Kenapa dia tidak berubah juga setelah bertahun-tahun berlalu.
"Hwang Jihye. Ttarawa."
Aku membawa Jihye ke ruang lab yang sedang kosong.
"Ada apa, Do Hoon? Aku sedang sibuk merencanakan kejutan ulang tahunmu hari ini, tahu."
Ulang tahun? AH benar juga, hari ini ulang tahunku ya? Tapi ini bukan waktunya dia memikirkan ulang tahunku.
"Ini bukan saatnya untuk memikirkan ulang tahunku." Aku menghembuskan napas berat. "Kenapa kau melakukannya?"
"Melakukan apa?" tanyanya santai sambil duduk di satu kursi masih dengan menatapku.
Jinjja kkolbogi sirheo.
"Do Young. Kenapa kau melakukan itu padanya?"
"Karena aku tak suka dengannya. DIa terlalu munafik. Dia pasti mendekatimu karena dia suka padamu."
"Ya, lalu kenapa? Apa perasaan dia padaku itu ada urusannya denganmu? Tida--"
"Tentu saja ada. Kenapa tidak ada."
"Hwang Jihye!"
Jihye bangkit berdiri dari duduknya. "Untukku, dalam duniaku, kau ini hanya punyaku. Tak ada yang boleh memilikimu selain aku."
Benar-benar tidak bisa dipercaya. Tanganku mengacak rambutku kasar. AKu ebnar-benar frustasi dengan anak ini.
"Aku bukan barang. Aku milikku sendiri. Bukan milik siapapun. Siapa kau sampai bisa menyakiti orang di dekatku?"
Seringai muncul di wajahnya membuatku bergidik. "Aku? Aku itu orang terdekatmu."
"HWANG JIHYE!" Aku kembali menghembuskan napasku berat. "Kau sepertinya memang punya gangguan jiwa. Aku akan menghubungi orangtuamu kali ini. Kau sudah tidak bisa kutangani lagi. AKu sudah tidak tahan melihatmu. Sebelum kau berubah, aku tidak akan mau bicara denganmu.
Persetan dengan dirinya yang memanggilku dari belakang, aku tidak berhenti berjalan. Aku bahkan semakin cepat berjalan agar dia tidak bisa mengejarku.
Bugh!
Ponsel yang setelah kupakai untuk memberitahu hal ini pada orangtuanya Jihye langsung terjatuh saat tiba-tiba pukulan mendarat di wajahku.
"Mwoya?!"
Seokwoo. Teman prianya si Do Young yang ternyata meninjuku tadi.
"Kenapa kau meninjuku?"
"Kau masih bertanya?"
"Mworae."
Aku berniat untuk berlalu begitu saja setelah mengambil ponselku tapi tak jadi saat dia kembali bicara.
"Do Young terluka karena kau, kan?"
Hening. Baik aku dan Seokwoo tak ada yang buka suara sama sekali.
Dia benar. Itu semua karena aku.
"Kenapa kau bisa membuat dia sampai diperlakukan seperti itu sama Jihye?"
Aku berbalik menatapnya. Di matanya aku bisa melihat kilat marah tapi masih ditahan. "Aku tidak berbuat apa-apa. Itu sebabnya aku sudah memintanya untuk tidak dekat denganku. Sebisa mungkin aku tidak berinteraksi dengannya. Dia sendiri yang pertama mengajakku bicara dan bereteman denganku."
"Kalau begitu harusnya kau mendorongnya menjauh sekuat kau. Atau harusnya kau mengurus Jihye supaya dia tidak menyakiti siapapun."
Dia benar lagi. Kenapa aku masih membiarkan Do Young di dekatku? Seharusnya aku mendorongnya menjauh. Kenapa aku masih mempertahankannya di dekatku?
"Ini pertama kalinya aku melihat Do Young terluka karena kau, dan kuharap ini yang terakhir kalinya. Sekali lagi dia terluka karena kau, aku tidak akan hanya sekali meninjumu."
Dan Seokwoo pergi meninggalkanku sendirian dengan banyak pertanyaan di kepalaku.
Apa alasan aku tetap mempertahankan Do Young di sisiku?
Kenapa?
***
Setelah kelasku selesai, aku memutuskan untuk langsung pulang. Sebenarnya tadi Do Young mengajakku untuk makan bareng dengan teman-temannya tapi aku menolaknya. Tentu saja aku masih merasa bersalah dengannya, Dan lagi, pasti ada si Seokwoo itu. Acara makan itu akan langsung canggung kalau aku ikut bergabung juga.
"Do Hoon-ie ni?" (Kau kah itu, Do Hoon?)
Oh? Aku seperti mendengar suara ibuku. Begitu masuk ke apartemen, harum makanan dapat terhirup. "Eomma? Yeogi wae wasseo? Eonje wasseo?"
Benar-benar ibuku ternyata. Aku duduk di meja makan memperhatikan eomma yang sibuk memasak untukku. "Tentu saja aku datang. Kau kan sedang ulang tahun."
Aku tersenyum mendengarnya. "Jinjja? Uwaaa! Uri eomma choigo-da!" (Ibuku memang terbaik!)
"Cuci tanganmu dulu habis itu makan miyeokguk. Cepat."
"Neee. Algesseumnida!"
Aku termasuk cepat dakam urusan berganti pakaian tapi secepat itu juga eomma pergi dari apartemenku.
"Do Hoon-ah. Appamu tiba-tiba sakit katanya. Eomma pulang dulu ya? Maaf tidak bisa menemanimu makan bersama."
Aku mau berkata apa lagi. Appa juga lebih penting dari aku. Tidak mungkin aku menahan eomma disini. Karena Do Joon juga tidak ada di rumah sekarang katanya. "Tak apa. Mau aku antar sekalian? Appa sakit apa?"
"Tidak tahu. Tak apa. Eomma diantar supir kesini. Tenang saja." Eomma tersenyum dan memelukku. "Saengil chukhahae, uri adeul."
Senyuman terbit saat aku memeluk balik eomma dan mengangguk. "Gomawo, Eomma." Aku melepas pelukannya dan tersenyum padanya. "Jalgayo, Eomma."
"Geurae. Makan miyeokguk-nya. Eomma gan-da!"
Setelah eomma pergi, seketika apartemen terasa sepi lagi. Hah.... Kenapa aku merasa kesepian ya? Padahal biasa juga aku sendirian disini.
Do Young dimana ya sekarang? Apa tangannya sudah tidak sakit? Apa dia tahu kalau hari ini ulang tahunku? Tidak mungkin ya?
Eh? Kenapa jadi memikirkan dia sih.
Tanpa sadar aku menggelengkan kepalaku untuk menghapus dia dari kepalaku. Bisa-bisanya aku memikirkannya.
Hah..... Jadi tahun ini aku sendirian lagi merayakan ulang tahunku. Mwo, tak ada yang istimewa juga dari ulangtahun kan. Tak keberatan aku juga kalau merayakan sendiri. Toh hanya perayaan bertambah umur satu tahun. Tak ada yang istimewa.
Tapi kenapa aku merasa aneh? Kenapa aku merasa kesepian di ulangtahun kali ini?
Bip bip bip bip drrkkk tenonenitt
"Saengil chukhahamnida. Saengil chukhahamnida. saengchukha, Do Hoon Sunbae. Saengil chukhahamnida. Hooooo!!!!"
Tak ada yang aku lakukan selain menatap Do Young yang masuk dengan kue ukuran sedang dengan lilin yang menyala dan tersenyum padaku.
Tak dapat kutahan, aku sendiripun tak sadar saat kedua ujung bibirku terangkat dan menarik Do Young kedalam pelukanku -yang untungnya kue yang dia pegang tidak jatuh- dalam sekejap mata.
Sepertinya kali ini aku tidak sendirian.
[TBC]
22 September 2020 / 2020년 9월 22일
Oke guys wkwk gue tau harusnya update sabtu kemarin, tapi gue lupa wkwk
dannn. untuk sementara ini bakalan jadi update terakhir gue dulu karna gue baru aja masuk kuliah, jadi mahasiswi hehehe dan ternyata itu banyak nyita waktu banget. gue akan usahain buat update dalam satu bulan kemudian, tapi gak janji wkwkwk
oke deh. see you next time guys!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro