Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

10

Lee Do Young

Dikarenakan aku hari ini masuk kuliah, dan Do Hoon juga menepati janjinya untuk menemaniku, jadilah sekarang aku dan Do Hoon duduk bersebelahan di bis yang menuju kampus.

Dari mulai waktu kami jalan, Do Hoon sudah menukar tempat berjalan kami agar aku dapat berjalan di dalam dan dia di luar. Di bis pun begitu. Aku yang duduk di dalam, dia yang duduk di luar. Tapi masalahnya dia terlalu diam. Saat berjalan menuju bis saja dia diam. Tak buka suara sama sekali.

"Jeogi, Sunbae."

Do Hoon menoleh kearahku dengan alis terangkat satu. "Kau yakin tidak apa-apa di dekatku terus di kampus? Aku bisa meminta Yejoo untuk bolos atau aku akan menunggu di perpustakaan sambil menunggu Yejoo selesai kelas."

"Gabjagi? Kenapa tanya itu?"

"Kau tak akan diomeli sama yeochin-mu?" (Pacar perempuan; kependekan dari yeoja-chingu)

"Yeochin?" Aku mengangguk. Apa aku salah bicara? "Nuga? Na?" Aku kembali mengangguk. Sudah mirip gae yang di dashboard mobil belum? "Eobseo." (Pacar?) (Siapa? Aku?) (Tidak ada)

"Eh? Lalu sunbae cantik itu siapa? Yang waktu itu denganmu?"

Matanya mengedip dua-tiga kali seperti orang sedang berpikir sebelum dia menjawabku. "Oh itu. Geunyang aneun saram." (Hanya orang yang aku kenal)

Mulutku membulat, ber-oh ria. Ternyata bukan pacarnya. Sayang sekali. Padahal dia cantik.

"Jadi tidak perlu kutemani?"

"Tidak. Tidak. Kau harus menepati janjimu, dong. Kan katanya mau menemaniku kalau Yejoo ada kelas." Kalau ada teman ngobrol, kenapa aku tolak. Ya tak?

Do Hoon mendecih pelan. "Tadi katanya bisa menunggu di perpustakaan."

"Itu kan kalau terpaksa. Lagipula kalau sunbae memang punya yeochin, mana mungkin aku memintamu menemaniku. Bisa-bisa aku dicegat saat pulang nanti."

"Jangan berlebihan."

"Cih."

***

Sembari melangkah, sesekali aku menjahili Do Hoon dengan pura-pura lelah, tapi tidak dipedulikan. Aku juga sempat menarik-narik tas ranselnya. Tapi dia hanya mendecih dan memelototiku. Tak berkata apapun. Apa memang sesulit itu untuk berbicara?

Di pintu masuk fakultasku, terkihat seseorang sedang duduk yang rasanya familiar. Karena wajahnya menunduk dan tertutup rambut, aku cukup sulit untuk mengenalinya. Tapi akhirnya aku tahu itu siapa. "Ya! Choi Yejoo!"

Gadis itu mengangkat wajahnya dan benar tebakanku. Itu Choi Yejoo. Yejoo berlari kecil kearahku dan langsung memelukku. "Kau sudah tak apa? Masih takut?"

Aku menggeleng dan tersenyum guna meyakinkannya. Padahal sebenarnya aku masih agak takut. Siapa juga yang bisa langsung tidak takut. Tapi kalau aku bilang aku belum baik-baik saja, Yejoo akan khawatir padaku. "Sudah tak apa. Kau menungguku? Waenil!?" (Tumbenan)

"Jugeullae?" Yejoo mendelik dan sepertinya baru sadar kalau ada Do Hoon disampingku. "Siapa?" tanyanya sembari menunjuk Do Hoon dengan dagunya. "Oh!!! Yang waktu itu ketemu di pameran seni Do Joon? Benarkan? Oh! Majne!!" (Mau mati?) (Iya benar!)

Do Hoon hanya mengangguk singkat pada Yejoo yang pasti membuat Yejoo kesal. Aku tahu Yejoo bagaimana orangnya. "Sudahkan? Aku pergi ke kelas dulu. Kabari kalau memang lagi sendirian. Kalau aku tidak ada kelas, aku akan pergi ke tempatmu," jelasnya yang membuat alis Yejoo naik. Aku sendiri sudah terbiasa jadi hanya mengangguk paham padanya.

"Baiklah. Gomawo, Sunbae!" Tanganku terangkat untuk mengucapkan terimakasih padanya yang sudah lebih dulu pergi meninggalkan aku dan Yejoo.

"Ceritakan. Kau berhutang banyak cerita padaku."

"Hanya teman."

"Teman?"

Aku mengangguk. Teman kan? Aku mengerjapkan mata dan kembali mengangguk. "Teman."

"Teman dan mau menemanimu kalau kau sendirian? Bahkan kalian sampai disini bareng. Dan sepertinya dari raut wajahnya dia bukan tipe orang yang mau berpusing ria untuk menolong 'teman'nya semacam itu."

Mati. Yejoo-ya. Kenapa otakmu bekerja sangat ceoat hari ini.

"Malhae. Mwo ittji? Ada sesuatu diantara kalian, kan?"

Harus bilang apa ini. Mana mungkin aku bilang kalau Do Hoon dan aku sekarang jadi teman satu apartemen. Bisa diomeli habis-habisan sama Yejoo karena satu apartemen dengan pria. Do Hoon juga akan mengomeliku karena memberitahu orang lain.

"Aniya. Karena waktu itu bertemu di perpustakaan, dia sempat membantuku mengambil buku terus ngobrol sebentar. Tiba-tiba ketemu lagi di kelas dan di pameran. Jadi 'dekat' gitu. Tapi masih dalam batas 'pertemanan' kok." Maafkan aku, Seokwoo. Aku sedikit menggunakanmu saat aku bercerita.

"Jinjja? Kalau kau bohong, kau tahu aku akan marah besar, kan?"

Membayangkan Yejoo marah saja sudah membuatku bergidik. Buru-buru aku menghapus bayangan Yejoo marah di kepalaku. "Iya. Serius."

"Amteun. Syukurlah kalau kau sudah baik-baik saja. Kau mau ke kelas? Berhubung aku juga kelas pagi dekat dengan kelasmu hari ini."

"Oh?! Baiklah. Ayo ke kelas."

***

Seperti biasa sepulang kampus kami -Yejoo dan aku- kalau tidak ada schedule akan pergi belanja ke mall atau hanya nongkrong di kafe. Tapi hari ini akan kami lakukan keduaya. Kata Yejoo, sekalian untuk refreshing. Mwo, tidak salah juga sih. Kalau ada jadwal pemotretan, kemungkinan kami akan pulang sampai malam, belum lagi mengerjakan tugas yang diberikan dari dosen. Terkadang itu membuat kami lelah. Tak jarang aku sampai tertidur di kelas karena tidur yang tak cukup saat malamnya.

"Ya ya ya! Itu sepertinya cocok untukmu!"

Yejoo berlari kecil kearahku dengan membawa dress simpel. "Nah. Kau tak mau beli? Ini cocok loh? Kau bisa memakainya untuk ke kampus."

"Boleh juga."

Setelah beberapa kali memutari dan mendatangi beberapa toko, baru kami duduk di kafe untuk istirahat.

Kalau kalian penasaran apa minuman kesukaan kita berdua, akan aku beritahu. Aku sebagai pecinta coklat, tentu saja aku akan memesan hot chocolate. Berbeda dengan Yejoo. Dia memesan Ice americano. Ah, tak lupa juga dengan makanan kecilnya. Rainbow cake dan cheese cake untuk disharing-kan.

"Do Young-ah. Kau masih ada foto waktu kelulusan go-hak dulu?" (godeung hakgyo. SMA)

Hm. Sebentar. Sepertinya kutaruh di dompet.

"Jamkkan. Sepertinya sih masih ada. Foto kita berdua dulu, kan?"

Tapi mau aku cari bagaimanapun, dompet itu tak ada dalam tasku. Kemana itu dompet.

"Ahhh! Eobseo!" kataku sambil mengacak rambutku pelan frustasi.

"Wae wae wae? Mwoga?" (Kenapa kenapa kenapa? Apanya?)

Mau nangis rasanya. Kalau hilang aku harus mengurus surat kehilangan dan lain-lain. Sulit sekali menyamakan waktunya lagi. Aku memandang Yejoo frustasi. "Dompetku. Hilang."

"Ya!!~ Dasi saenggakhae. Terakhir kau taruh dimana? Kau selalu saja begini, barangmu ada saja yang hilang."

Yejoo benar. Bukan sekali dua kali aku kehilangan dompet. Setelah aku mendapat KTP, sepertinya ini sudah keempat kalinya aku kehilangan barangku.

Mau aku pikirkan sebagaimanapun, aku tetap tidak bisa mengingatnya. Aku hanya ingat aku taruh tas. Dan tadi belanja semua aku tidak mengeluarkan dompet -yang berisi KTP, kartu mahasiswa, uang tunai- yang hilang itu. Aku hanya mengeluarkan dompet card-ku saja. Jadi tidak mungkin ketinggalan dimana-mana kan?

"Kau ini. Coba besok kita cari di kampus. Siapa tahu ada yang mengembalikan dompetmu ke pusat barang hilang di kampus. Mengingat kalau memang hilang di kampus, bisa saja dia lihat kartus mahasiswamu."

Ah. Bagaimana ini.

Lee Do Young! Babo!

***

Gi Do Hoon

Tanganku tak bisa diam sedari tadi. Walaupun ada Noh Ssaem yang sedang berbicara didepan sana, tetap saja aku tidak bisa fokus pada kelas.

Kalian pasti akan menertawakanku kalau kukatakan alasannya.

Alasannya... yaitu...

Lee Do Young.

Aku khawatir padanya. Apa dia baik-baik saja? Apa dia tidak takut? Apa temannya selalu disamping dia?

Aku juga bingung kenapa aku bisa sekhawatir ini padanya hanya karena dia tidak memberikan kabar padaku. Padahal biasanya aku tipe orang yang 'bodoamat' pada siapapun, bahkan Ji Hye sekalipun. Tapi kali ini kenapa aku hisa khawatir dengannya ya?

Saat aku sedang memikirkan apa dia baik-baik saka, satu notification dari kakaotalk masuk ke ponselku yang langsung secepat kilat kubuka.

Do-Young Lee:
Sunbae
Aku hanya mau beri kabar
Aku baik-baik saja
Jadi tak perlu khawatirkan aku ya!
Apa aku terlalu pede? hehehe
Ah cham!
Sepulang kampus aku akan pergi dengan Yejoo
Seharian ini juga Yejoo kebetulan di kelas yang sama denganku.
Jadi kau tidak usah temani aku juga tak apa!
Baiklah. Aku tidak mau ganggu sunbae takut diomeli.
Hwaiting!

Membaca pesan itu membuatku tersenyum tipis. Setidaknya aku tahu kalau dia baik-baik saja.

Do-Hoon Gi:
Baru tahu kalau kau suka kepedean?
Eung. Sudah jangan ganggu lagi
Aku masih di kelas.

Munkin kalian akan menyebutku aneh atau apapun itu, tapi biar kuberitahu. Itu adalah jawaban pesan terpanjang yang pernah aku ketik sepertinya.

Tak lama setelah aku membalas pesan Do Young, kelas Noh ssaem juga selesai. Sekarang waktunya makan siang.

"Do Hoon-ah!"

Tanpa kuberitahu, kalian tentu sudah tahu kan siapa itu?

Kalau jawaban kalian adalah 'Hwang Ji Hye' berarti kalian benar. Akan kuberikan nilai 100 untuk kalian.

"Jangan memegang tanganku," kataku untuk memperingatinya sebelum dia lakukan.

"Baiklah. Kenapa kau galak sekali padaku?"

Aku tak mengindahkan pertanyaannya dan kembali berjalan kearah taman. Kalian yang mengikuti cerita ini, pasti tahu dimana aku selalu berada saat makan siang, kan? Baik makan siang ataupun sedang tidak ada kelas, aku pasti akan berada di taman.

"Mwohae?" (Sedang apa?)

Apa dia buta? Jelas-jelas aku sedang membaca buku untuk referensi tugas yang diberikan Jung ssaem padaku. "Lihat pakai mata."

Terdengar decakan dari Ji Hye yang sekali lagi tak kuindahkan. Ji Hye akhirnya pergi entah kemana dan meninggalkanku sendirian. Akhirnya. Mungkin dia kesal karena ku juteki.

Tapi ternyata aku salah.

Ji Hye kembali lagi. Kali ini dengan membawa makanan dan minuman di tangannya.

"Makan." Ji Hye memberiku samgak kimbab chicken mayo yang membuatku teringat akan Do Young. Gadis itu selalu saja memakan samgak kimbab. Samgak kimbab spicy tuna lebih tepatnya. "Kau tidak boleh makan tuna. Kau kan alergi tuna."

Ji Hye benar tentang itu. Aku alergi beberapa ikan. Salah satunya tuna. Itulah kenapa samgak kimbab yang diberikan Do Young waktu itu tidak kumakan, melainkan langsung kumasukkan kedalam tas.

"Tidak. Aku tidak mau makan." Dengan halus kujauhkan tangannya dari depanku.

Tapi namanya Ji Hye tetap Ji Hye. Dia tetap tak mau membiarkanku tidak makan. Dia tetap menjulurkan makanan dan air mineral ke depanku. "Makan. Apa perlu kusuapi?"

Aku menerimanya bukan karena aku mau. Tapi karena aku terpaksa. Daripada aku harus disuapi -dipaksa- makan olehnya, lebih baik aku makan sendiri.

"Do Hoon-ah."

"Hm?"

"Mianhae." (Maafkan aku)

Aku cukup terkejut mendengarnya sampai-sampai aku sempat menoleh sebentar sebelum kembali membaca bukuku. "Mwoga?" (Tentang apa?)

Ji Hye menarik napasnya dalam sebelum menjawab pertanyaanku. "Kemarin itu. Nan neomu yuchihaji? Mian. Aku baru bisa berkata maaf sekarang. Kau tahulah aku bagaimana orangnya."

Ah. Masalah kemarin itu. Sebenarnya itu tidak terlalu masalah untukku. Toh sudah sering dia seperti itu. Tapi aku agak terkejut karena dia bisa minta maaf juga ternyata. Jarang sekali seorang Hwang Ji Hye mau minta maaf pada seseorang.

"Almyeon dwaesseo." (Baguslah kalau tahu)

"Cih. Do Hoon tetaplah Do Hoon. Selalu saja ketus." Aku hanya menjawabnya dengan menaikkan kedua bahuku. "Cepatlah makan. Jangan hanya membaca bukumu terus." Ji Hye tiba-tiba mengambil buku dari tanganku begitu saja membuatku menatapnya datar. Cara ampuh agar bukuku dapat dikembalikan olehnya ya seperti ini. Menatapnya datar agar dia takut. "Baiklah baiklah. Ini kukembalikan. Tapi makan. Jangan hanya baca buku."

"Bukan urusanmu."

***

"Algesseumnida, Seonsaengnim." (Baiklah, Pak)

Aku mengangguk dan membawa kembali tugas-tugas yang tadinya kukumpulkan dan ternyata marginnya salah. Jadi harus kuperbaiki lagi.

"Geurae. Nagabwa." (Iya. Kau boleh pergi)

Kubungkukkan sedikit tubuhku jntuk memberi hormat sebekum aku pamit undur diri dari ruang dosen. Aku benar-benar baru saja menutup pintu ruang dosen dan mendapati teman prianya Do Young yang sedang berjalan kearahku dan sepertinya ingin masuk ke dalam Ruang Akademik. Tapi yang menyita perhatianku adalah barang yang dia bawa. Itu seperti punya Do Young.

Apa aku harus menanyakannya? Atau tidak usah?

Ah molla molla. Gi Do Hoon, itu bukan urusanmu.

Tapi aku tidak bisa tidak membiarkannya. Pada akhirnya aku berjalan menghalangi jalannya sampai lelaki itu menatapku dengan alis terangkat satu menampilkan kerutan tipis di keningnya.

"Mwoji? Mwoya, Gi Do Hoon?" (Apaan nih? Apaan coba, Gi Do Hoon)

Oh? Dia tahu namaku?

"Nae ireum ara?" (Kau tahu namaku?)

Sepertinya pertanyaan yang kulontarkan itu membuatnya bingung sampai-sampai kerutan di dahinya semakin dalam dan dia juga mengerjapkan matanya beberapa kali.

"Kita pernah satu kelas waktu semester lalu. Kau lupa? Jangan-jangan kau juga tidak ingat namaku?"

Aku mengangguk singkat. "Iya."

Lelaki didepanku ini memutar bola matanya seraya menghela napasnya. "Wah jinjja. Na, Park Seokwoo. Ingat?" (Wah benar-benar. Aku, Park Seokwoo)

Kali ini aku menggelengkan kepalaku untuk menjawabnya. "Tidak."

Lelaki yang bernama Seokwoo itu kembali menarik napas dan membuangnya. "Seokwoo yang pernah satu kelompok untuk tugas observasi ke lokasi syuting filmnya Noh ssaem. Masih tak ingat?"

Kembali ku gelengkan kepalaku. Apa aku salah kalau tak ingat dirinya? Toh tak ada yang harus diingat tentangnya.

"Wah jinjja. Seokwoo yang selalu mengumpulkan tu-- Sudahlah. Ku ceritakan panjang lebar juga kau tidak akan ingat. Aku sedang buru-buru. Bisa kau minggir dari depan pintu?"

Aku menggigit bibir bawahku dan tetap bergeninh di tempat. "Gi Do Hoon. Minggirlah."

"Itu.." Ku tunjuk dompet berwarna beige yang ada di tangannya dengan menggunakan daguku. "Punya siapa?"

Seokwoo menatapku sebentar sebelum mengangkat dompet yang ada ditangannya. "Ini? Punya Do Young. Kau tahu, kan? Lee Do Young mahasiswi yang selalu jalan dengan Yejoo. Lee Do Young yang pernah pulang bareng denganmu. Lee Do--"

Ku angkat tanganku untuk menghentikkannya bicara. Tak perlu dia jelaskaan panjang lebar begitu. Toh aku tahu siapa Lee Do Young yang dia maksud. "Aku tahu. Tapi kenapa bisa ada di kau?"

"Aku ketemu dompetnya di minimarket dekat kantin kampus. Sepertinya dia ketinggalan saat mengambil uang tunai di atm centre di minimarket itu." Seokwoo mengangkat kedua bahunya tanda kurang yakin dengan apa yang ia katakan. "Eh? Tapi kau kan pernah pulang bareng dengannya. Kau pasti tahu dimana rumahnya, kan? Boleh beritahu aku? Aku mau mengantarkan ini padanya."

Eh???? Tidak boleh. Tentu saja tidak boleh.

Aku menolak bukan karena aku tak mau Seokwoo bertemu dengan Do Young selain di kampus loh ya. Tapi karena aku tidak mau ada yang tahu kalau aku dan Do Young tinggal di satu unit apartment yang sama. Pasti akan ricuh di kampus.

Aku menggelengkan kepalaku lagi. "Tidak usah. Berikan saja padaku. Biar aku yang mengembalikannya." Tanpa persetujuannya aku laabgsung mengambil -lebih tepatnya dalam bahasa kasarnya sih merampasnya ya- dari tangannya dan berjalan cepat menghindarinya.

Untungnya dia tidak mengejarku. Jadi aku aman-aman saja. Tapi dia pasti mengecapku aneh. Sudahlah. Toh sudah biasa juga aku dibilang seperti itu.

Ah. Tapi Lee Do Young ini benar-benar ajaib. Bisa-bisanya ia ketinggalan dompetnya. Untung bukan orang jahat yang menemukan dompetnya.

Benar-benar.

***

Suara televisi samar-samar dapat terdengar dari luar pintu masuk unit, bahkan dari pertengahan koridor. Sebenarnya apa yang dia tonton sih sampai volume-nya sebesar itu?

Bip bip bip bip drrkkk tenonenitt

"Eo?! Sunbaenim! Sudah pulang?"

"Lihatnya apa?"

"Cih. Sunbae. Sepertinya kau harus memperbaiki kebiasaanmu yang suka bicara dengan ketus. Kalau kau begini terus nanti tambah tidak ada teman loh."

"Tak butuh."

Sebelum pulang tadi aku sempat mampir di minimarket untuk membeli beberapa makanan ringan untuk di rumah. Ku taruh kantung plastik diatas meja dapur. Belum juga kubuka kantung plastiknya tiba-tiba Do Young muncul di depanku.

"Oho! Pepero-da!" (Pepero itu snack yang digemari di Korea Selatan)

Tangan kecilnya sudah mengambil satu kotak secepat kilat sampai aku saja hampir tidak bisa melihatnya. "Aku bagi ya, Sunbae! Aku suka sekali pepero. Aku ganti bayar deh," pintanya dengan beberapa kali mengedipkan mata.

"Memang dompetmu ada?"

Aku sengaja menanyakan hal tentang dompetnya karena dia pasti lupa kalau dia kehilangan dompetnya.

"Ah matda. Aku lupa kalau dompet uang tunaiku hilang. Besok aku baru mau cari kampus." Dia menyengir di depanku memperlihatkan barisan giginya. Ingin sekali kuacak-acak rambutnya karena gemas. Tapi tidak kulakukan, tentu saja. "Jadi bolehkah aku makan?"

"Makanlah."

Setelah ku beri izin untuk makan pepero coklat yang kubeli tadi, Do Young, gadis itu kembali berlari kecil dan duduk di sofa depan televisi. Memang tipikal anak kecil.

Selesai membereskan snack yang kubeli tadi, aku baru bisa kembali ke kamarku.

Hampir saja aku lupa untuk mengembalikan dompetnya. Agar tak terlihat begitu peduli, aku melempar dompetnya ke pangkuannya sambil terus berjalan ke kamarku.

"Eo?!! Dompetku!! Kok bisa ada di sunbae?"

Pekikkannya membuatku berhenti sebentar.

"Tak usah tahu. Dan tolong kecilkan volume televisinya. Disini kan bukan hutan."

Sambil melanjutkan langkah ke kamarku aku dapat pekikkan girangnya.

Lantas, aku juga ikut tersenyum tipis sebelum aku masuk kamarku.

Ternyata membantu orang lain tidak seburuk itu.

[TBC]

30 May 2020 / 2020년 5월 30일

yatuhan. hampir aja kelupaan astagaaaaa.

yo silahkan dibaca wkwkwk maapkan aku yang hampir lupa update😂😂
jadi bagaimana? apakah kalian udah mulai menerka siapa yang suka sama siapa? atau siapa yang suka duluan dengan siapa? wkwkwk

yowes lah. silahkan dibaca wkwkwk sampai ketemu lagi!! byee!!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro