Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

05

Lee Do Young

Hari ini hari liburku. Tidak ada jadwal kuliah karena dosennya tidak masuk. Jadi aku masih bisa berguling-guling di kasur.

Tok tok tok

Oh? Ngapain Do Hoon mengetuk pintu kamarku?

Do Hoon sudah siap sekali. Sepertinya dia masuk kuliah. "Hari ini aku ke perpustakaan. Bisa jadi sampai malam. Jangan buka pintu untuk sembarang orang. Jangan undang sembarang orang."

"Ya! Aku baru saja buka pintu langsung di-- Ya!! Sunbae!" Ah orang itu benar-benar orang belum selesai bicara langsung pergi begitu saja. Ingin sekali kulayangkan tinju padanya.

Ah. Kantukku jadi hilang karena diganggu oleh Do Hoon pagi-pagi. "Mau ngapain ya hari ini?"

Ddrrtttt drrttttt

Siapa lagi yang telepon pagi-pagi begini?

"Ne yeoboseyo?" (Iya, halo?)

"Do Young-ssi. Jangan lupa hari ini ada pemotretan jam 1 siang."

Ah benar juga. Ada schedule nanti siang. Tidak libur seharian dong. Astaga. Kenapa--

"Lee Do Young-ssi. Deutgo ittnayo?" (Lee Do Young. Kau mendengarkan?)

"Ne. Gyesok malsseumhaseyo." (Iya. Silahkan lanjutkan bicaranya)

Dan pembicaraan selesai setelah enam menit berlalu. Well, tidak banyak juga yang harus dibicarakan. Jadi sambungan telepon itu selesai dalam waktu yang singkat.

Setelah berguling-guling sebentar di atas kasur, mau tidak mau aku harus mandi dan bersiap. Itu termasuk pekerjaanku juga kan.

Yejoo Choi:
ya!
kau hari ini tidak ada kelas kan?

Oh! Yejoo pasti kesepian karena tidak ada aku di kelas. Hahaha. Rasakan. Itu yang kurasakan saat kau tidak masuk kuliah, Choi Ye Joo.

Do-Young Lee:
geurae. wae? kkk

Yejoo Choi:
Kau tidak ada rencana untuk datang ke kampus?
Aku kesepian di kampus.

Tuh kan benar. Cih, dasar Choi Yejoo.

Apa aku mampir dulu di kampus sebelum pergi ke lokasi? Hm. Boleh juga.

Setelah mengetikkan bahwa aku akan kesana untuk mampir sebentar, aku langsung mandi dan bersiap. Karena kalau mampir ke kampus dulu, artinya aku tidak akan punya banyak waktu.

Tak lupa aku mengambil susu rendah lemak juga di kulkas. Walaupun aku tidak diet, tetap saja aku masih harus menjaga tubuhku kan?

"Eo? Gi Do Hoon?"

Mataku melihat sesuatu diatas meja makan. Kartu mahasiswa sepertinya, oh bukan sepertinya tapi memang kartu mahasiswa. Karena tertera nama kampus dan namanya juga. "Ketinggalan pasti."

Apakah aku akan jadi orang baik atau orang jahat ya?

Sebentar aku memikirkan apakah aku akan membawakannya ke kampus atau tidak sebelum aku akhirnya menyimpan kartu itu di dalam tas. Aku kan anak baik, tentu saja aku akan membawakannya ke kampus.

Nah sekarang waktunya jalan.

***

Yejoo berkata dia sudah di kantin untuk menunggu makan siang. Padahal sekarang baru jam 10. Anak itu. Dia juga tidak akan makan banyak pasti.

"Choi Yejoo!"

Yejoo menoleh dan membalasa melambaikan tangannya padaku. Lihatlah. Dia hanya makan nasi merah dan dada ayam rebus. Aku sudah tahu ini akan terjadi. Tapi aku bisa apa kalau dia berkeras untuk tidak makan yang berminyak dan junkfood dulu untuk sebulan ini. Karena ada pemotretan untuk majalah penting akhir bulan nanti.

"Kau makan ini lagi? Apa tidak bosan? Aku yang melihatmu saja bosan."

"Tidak. Sama sekali tidak. Aku menikmatinya saja."

Aku tak bisa membalasnya dengan kata-kata jadi hanya bisa berdecak saja. Lelah bicara dengan dia tuh. Tanganku merogoh tasku berniat mencari ponselku tapi yang kuambil malah kartu mahasiswa Do Hoon. Oh iya! Aku harus memberikan ini padanya. Dia kan mau ke perpustakaan hari ini katanya. Mana bisa dia masuk tanpa kartu mahasiswa.

"Yejoo-ya. Aku harus pergi dulu sebentar."

"Eodiga?"

"Bertemu seseorang. Sebentar saja kok. Nanti aku kembali lagi. Oke?"

Tanpa mendengar jawaban Yejoo aku berlari kecil ke kelasnya. Eh? Tapi kelas apa yang sedang Do Hoon datangi hari ini? Ah apa aku telepon saja? Oh iya aku juga tidak ada nomor teleponnya. Inilah kenapa ponsel itu sangat penting. Bisa-bisanya aku lupa meminta nomor ponselnya. Tapi belum tentu juga akan ia kasih kalau aku minta.

Akhirnya aku berlari ke ruang administrasi. Disana ada orang yang tahu semua jadwal mahasiswa juga. Dan untungnya dia baik jadi dia memberitahuku dikelas mana Do Hoon berada sekarang. Dan kabar lebih baiknya lagi adalah kelas Do Hoon sudah hampir selesai. Jadi aku bisa bergegas menemuinya tanpa harus menunggu kelasnya selesai.

Tubuhku menyandar pada dinding kelas Do Hoon sembari menunggu orang itu keluar.

"Sun--" Heol. Mau tahu apa yang aku lihat sekarang? Do Hoon dan seorang perempuan. Perempuan itu cantik. Dan yang mengagetkannya lagi, perempuan itu mengaitkan tangannya pada Do Hoon yang sepertinya tidak masalah. Apakah dia pacarnya?

Kalau aku memberikan kartu mahasiswa itu didepan pacarnya, apa tidak apa-apa?

"Ehem." Do Hoon melepas tangan perempuan yang melingkar di lengannya itu. "Wae?"

"Jeogi sunbaenim." Setidaknya aku harus berpura-pura hormat pada Do Hoon di depan pacarnya kan? "Aku mau bicara dulu sebentar denganmu. Penting."

"Bicara saja disini."

"Tidak bisa deh sepertinya," kataku sembari melirik-lirik perempuan itu yang terlihat tidak suka denganku. Oh bagus. Aku tidak kenal dengan perempuan itu dan sekarang malah disinisin. Hebat kau, Lee Do Young. "Bisa, kan?"

Do Hoon mengangguk dan berjalan didepanku dukuan meninggalkan perempuan itu tanpa mengucapkan satu katapun pada perempuan itu. Cih. Dasar. Sama pacarnya saja jutek begitu coba. "Ayo. Katanya mau bicara."

Rasanya ingin kutinju punggungnya itu kalau tidak ingat ada pacarnya disini. Aku tersenyum tipis sebentar pada pacarnya itu sebelum akhirnya aku berlari mengikuti Do Hoon yang berhenti di belakang gedung fakultas Seni.

"Ada apa lagi? Kau ingin minta bantuan apa lagi?"

Ini anak. Apakah aku selalu meminta bantuannya. Na mwolro bogo? (Dia anggap aku apa coba?)

Tanganku bersidekap didepan dada dan tersenyum miring. "Sepertinya malah sunbae yang harusnya berterimakasih padaku hari ini." Kukeluarkan kartu mahasiswanya. "Lihat. Kau meninggalkan kartu mahasiswamu diatas meja makan. Kau kan mau ke perpustakaan katanya. Bagaimana bisa masuk ke perpustakaan kalau kau tidak membawa kartu mahasiswamu. Untung aku baik jadi aku bawakan sekalian."

Do Hoon terlihat santai sekali mendengar perkataanku. Kok bisa dia sesantai itu?

"Mohon maaf sebelumnya," ujarku sebelum mengambil ponsel yang sedang ia pegang sekarang. Untungnya ponsel jaman sekarang memakai face id jadi aku tinggal membuka ponselnya dengan wajahnya.

"Mwoya! Nae nwa!" (Apaan sih! Kembalikan!)

Ku ketikkan nomor ponselku diponselnya dan menelepon ke ponselku sendiri. Setelah masuk ke ponselku, baru aku matikan sambungan teleponnya dan kukembalikan padanya. Aku juga tidak lupa untuk menyimpan nomorku dulu di ponselnya sebelum kukembalikan.

"Mwoya neo!" (Apaan sih kau ini!)

"Kita itu tetangga satu atap. Sudah sepantasnya kita bertukar nomor telepon. Agar kalau terjadi hal seperti ini lagi, bisa telepon untuk saling bantu. Kan enak jadinya. Ck," kataku sembari menyimpan nomor ponselnya.

Setelah itu aku memberikan kartu mahasiswanya. "Ini. Ambillah. Aku tidak perlu mendengar kata terimakasih darimu juga tidak apa-apa. Toh kau memang seperti itu orangnya, sunbae."

Do Hoon mengambilnya setelah memutar bola matanya. Wah. Aku sudah baik padahal loh membawakan kartu mahasiswanya.

Dia membalikan kartu mahasiswanya dan memperlihatkannya padaku. "Bwa. Ini kartu mahasiswa yang sudah rusak. Kemarin aku lupa mengeluarkannya dari dompetku. Dan tadi pagi aku lupa membuangnya." Oh. Benar juga. Di barcodenya sudah ada banyak goretan hingga beberapa garis tidak ada. Kartunya juga ada yang terkelupas bagian belakangnya. Sebenarnya apa yang dia lakukan pada kartu mahasiswanya sih? Kok bisa sampai seperti itu. "Dan ini kartu mahasiswaku yang baru." Dia memperlihatkan kartu mahasiswanya yang masih bersih dan tak rusak.

Heol.

Aku hanya bisa menunduk malu dan mundur selangkah. Ah, harusnya aku melihatnya dulu tadi. Astaga, Lee Do Young.

"Sekarang, apa aku perlu bilang terimakasih padamu?"

Tanpa sadar aku menggelengkan kepalaku. "Bagus. Aku pergi. Ingat. Jangan bawa orang ke dalam apartemen. Aku tidak suka ada orang asing di apartemenku." Setelah berkata seperti itu dia berjalan begitu saja meninggalkanku.

Tinggalah aku yang hanya bisa meninju dan menendang udara sambil melihat punggungnya yang perlahan menghilang.

"Eo-hu jinjja! Jeo sakkaji gateun nom. Lihat saja. Aku tidak akan berbuat baik lagi padamu!"

Ah untuk apa juga aku berteriak seperti itu sekarang toh dianya juga sudah tidak ada.

"Eo? Do Young-ssi?"

Merasa dipanggil, aku menoleh ke belemang dan mendapati Seokwoo disana dengan seorang temannya. "Eo? Seokwoo sunbae. Mal pyeonhage haseyo." (Silahkan bicara dengan santai 'informal maksudnya')

Seokwoo tersenyum kecil menampilkan gigi kelincinya padaku. Ah, aku suka dengan senyumnya. Manis sekali. "Kau juga bisa bicara santai denganku. Dengan begitu aku bisa bicara santai denganmu." Seokwoo terlihat bicara sebentar dengan temannya yang setelahnya temannya itu pergi setelah pamit denganku.

"Ne ne. Tapi kau ada kelas hari ini, Sunbae?"

"Iya. Tapi sudah selesai sekarang," katanya yang hanya membuatku mengangguk. "Aku tahu tempat tteokbokki baru yang enak dekat sini. Kau ingin ikut?" (Makanan khas korea terbuat dari beras dan dibumbui dengan saus pedas manis buatan sendiri)

Tteokbokki????

Tentu saja aku mau! Aku mengangguk-anggukan kepalaku sampai sepertinya kepalaku hampir lepas. "Ne!!!! Geureomyo!! Gaja!!" Tanganku tanpa sadar menggandeng lengannya menariknya cepat keluar dari gedung fakultas.

Gabjagi kakiku berhenti melangkah seakan aku terlupa oleh sesuatu. (Tiba-tiba)

"Astaga! Yejoo! Sunbae. Jjamkkan gidaryeo jullae? Aku lupa kalau aku tadi sedang makan di kantin dengan Yejoo sebelum bertemu Do Hoon sunbae." (Maukah kau menunggu sebentar?)

Aku kira Seokwoo tidak akan mau, karena dia hanya diam saja. Tapi senyuman kelinci itu kembali terbit diwajahnya. "Tentu saja. Aku sekalian temani saja ke kantin. Bagaimana?" Mendengarnya aku jadi mengangguk dan ikut tersenyum.

Mataku menyapu seisi kantin mencoba untuk mencari Yejoo. Tapi Yejoonya tidak ada di kantin. Kemana anak itu. Ku raih ponselku mencoba untuk meneleponnya yang untungnya ia angkat.

"Eo. Yejoo-ya. Eodiya?" (Dimana?)

"Eo. Na jibe ganeun jung. Taejoon oppaga wattdae. Nal deryeogasseo." (Aku sedang di jalan. Taejoon oppa datang. Menjemputku)

"Eh? Eodiro?" (Kemana?)

"Meongcheonginya? Dangyeonhi jibeuro. Wae? Bogoshipeo?" (Bodoh ya? Tentu saja ke rumahku. Kenapa? Kangen?)

Cibiran tiba-tiba keluar dari mulutku mendengarnya bicara. "Kau gila? Untuk apa kangen denganmu. Yasudah. Kukira kau masih di kantin. Aku mau pergi dulu makan tteokbokki."

"Nugurang? Seolma, honjasseo? Sendirian? Kasian sekali temanku ini." (Dengan siapa? Mungkinkah, sendirian?)

"Jugeullae? Ddakchyeora. Ganda." (Mau mati? Diamlah. Aku pergi dulu)

Kembali kusimpan ponselku.

"Ah! Jeo michin nom." Tampa sadar aku mengatai temanku sendiri. (Orang gila itu)

Suara kekehan menyadarkanku kalau aku tidak sendirian. Astaga. Kenapa aku bisa lupa kalau ada Seokwoo disini. Aduh. Lee Do Young.

"Mian. Aku lupa kalau ada sunbae disini," ujarku sembari menggaruk tengkukku yang tak gatal. Malu deh.

Seokwoo mengacak rambutku dan memberikan topinya dari tasnya untuk dipakaikan pada kepalaku. "Hm. Cocok juga ternyata. Pakailah. Cuaca hari ini cukup terik walau angin berhembus juga. Supaya tidak silau." Heol. "Ayo jalan."

Dengan senang hati aku menyambut uluran tangannya. Hei. Ini bukan berarti aku dengannya. Tapi aku menggandeng tangannya hanya untuk menariknya untuk berjalan lebih cepat lagi. Setelah di bis, aku melepas tangannya. Aku juga tidak mau sampai ada gosip di kampus.

***

Gi Do Hoon

"Do Hoon-ah."

Jinjja jjajeungna. Ji Hye seperti lem dan tidak mau menjauh dariku. Bahkan di taman sekalipun. "Hwang Ji Hye. Pergilah. Kau mengangguku." Pelan aku melepaskan tangannya yang melingkari lenganku. Risih.

"Jawab dulu. Tadi perempuan itu siapa? Kenapa dia mau bicara berdua saja denganmu? Kau punya pacar? Sejak kapan? Kenal dimana?"

Sejak Do Young memanggilku untuk bicara tadi, Ji Hye terus-terusan bertanya siapa Do Young. Aku juga tidak tahu kenapa Ji Hye bisa tahu dimana aku berada. Padahal aku tidak menyusul Ji Hye lagi setelah bertemu dengan Do Young. Apa jangan-jangan dia menaruh pelacak pada barangku? Atau tubuhku?

"Kenapa kau bisa tahu aku ada dimana?"

Ji Hye terlihat berpikir sebentar sebelum menjawabku. "Karena kau mudah ketebak. Jadi aku tinggal mencari saja. Kalau tidak di perpustakaan, ya di kelas atau di taman. Hanya tiga tempat itu yang kau datangi."

Ck. Aku tidak mau mengakuinya, tapi itu benar. "Pergilah. Aku sedang belajar."

"Jawab dulu."

"Hwang Ji Hye."

"Jawab."

"Hwang--" Ucapanku terhenti kala melihat Do Young dan sepertinya itu lelaki yang pernah bertemu di acara Do Joon Hyung. Mau kemana mereka? Mwo, bukan urusanku juga.

"Yaudah kalau kau tidak mau menjawab. Tapi, temani aku makan ya. Kau sudah bilang mau menemaniku makan kan waktu itu."

Lelah dengan rengekan Ji Hye akhirnya ku anggukam kepala agar dia cepat-cepat lepas dariku. "Hanya makan. Setelah itu kau pulang. Dan jangan ganggu aku."

"Ne!!!!"

"Mau makan apa?"

"Tteokbokki!" Tanpa persetujuanku, Ji Hye sudah menarik tanganku menuju tempat makan tteokbokki yang kata dia enak.

Jujur, aku jarang keluar rumah. Keseharianku hanya kuliah dan rumah. Hanya dua itu. Aku belanja bulanan juga sebulan sekali. Ya namanya saja belanja bulanan. Sesekali aku dipaksa Ji Hye untuk menemaninya bermain. Setahun hanya.... dua kali? Selain itu dia yang selalu mendatangi rumahku. Jadi dapat dibilang aku anak rumahan. Makanan kalau aku tidak masak sendiri, aku akan delivery. Hidup di zaman ini sudah mudah. Kenapa harus cari yang sulit. Alat olahraga, sudah tersedia di apartment. Jadi benar-benar anak rumahan. Aku tidak akan tahu tempat makan yang bagus selain tempat makan yang sering didatangi Ji Hye atau tempat makan yang sering anak-anak kampusku bicarakan.

"Ya! Josim haeyaji! Memang kau anak kecil apa sampai berlari seperti ini." Ji Hye hampir saja menyeberangi jalan saat lampu hijau untuk menyeberang sudah tinggal 2 detik. Apa dia gila. Untung aku cekatan untuk menariknya kembali. (Hati-hati!)

"Maaf," ujarnya dengan cengiran.

Aku hanya bisa mendecak dan melipat kedua tanganku menunggu lampu hijau kembali menyala untuk dapat menyeberangi jalan. Tidak perlu kan aku beritahu Ji Hye kalau lampu hijau? Toh dia sudah jalan saat melihatku melangkahkan kaki.

"Jeogi!! Jeogi jeogi!" (Disana! Disana disana!)

Tangannya menunjuk suatu rumah dengan papan nama tteok tteokbokki jib di depannya. "Itu anak sekali! Kau benar-benar harus coba." Ya, dari luarnya saja sudah terlihat. Karena ahjumeonim-nya terlihat cukup sibuk menyajikan makanannya.

Beruntungnya masih ada tempat untuk ku dan Ji Hye duduk. Jadi tidak perlu menunggu. "Ahjumeonim. Yeogi tteokbokki du gaeyo. Cha do du jan juseyo." (Bibi. Disini tolong buatkan duaa tteokbokki dan dua gelas teh)

"Ne. Jamsiman gidariseyo. Geumbang naolgoyeyo." (Iya. Tolong tunggu sebentar. Akam segera kusajikan)

Mataku tanpa sadar menyapu seluruh ruangan. Hanya ada enam meja disini. Tapi semua meja terisi penuh. "Do Hoon-ah! Sajin jjikja." (Ayo foto)

"Tidak mau."

"Ayolah."

"Kau paksa, aku pergi."

Hanya ancaman yang dapat membuat Ji Hye diam. Hah..... Kalau tidak ingat dia adalah 'teman' dari kecilku, tidak akan aku mau menemaninya disini.

"Eo?! Sunbae?"

Tunggu. Sepertinya aku mengenal suara ini. Wajah Do Young yang kudapati saat aku membalikkan tubuhku.

Tto Do Young-iya?

Tanpa ba-bi-bu aku membalikan tubuhku kembali. Tak mengatakan apa-apa padanya. "Do Hoon sunbae, kenapa kau bisa ada disini?" Pertanyaan bodoh ia lontarkan dan menepuk bahuku. "Eo. Annyeonghaseyo, Sunbaenim. Akka geu sunbaenim majjyo? Wah. Jinjja miinsineyo," katanya lagi yang kutebak -dan sudah pasti- ia katakan untuk Ji Hye. (Halo, Kak. Kakak kelas yang tadi, kan? Wah. Benar-benar cantik)

Raut bingung di wajah Ji Hye sudah mulai kentara. "Iya. Aku yang tadi disamping Do Hoon. Kau yang tadi memanggilnya itu, kan?"

"Ne! Ternyata aku diingat juga." Dia pasti sedang tersenyum sekarang melihat Ji Hye ikut tersenyum tipis -yang pasti hanya untuk sopan- padanya. "Sunbae. Kau belum jawab. Kenapa kau bisa ada disini?"

Secepat kilat aku membalikkan tubuhku untuk menatap Do Young. "Menurutmu ini tempat apa?"

"Tempat makan."

"Untuk apa?"

"Ya makan. Kenapa malah nanya guna tempat makan padaku?"

"Jadi menurutmu aku kesini untuk apa?"

"Makan."

"Terjawabkan pertanyaan bodohmu itu?"

1-0

Do Young terlihat kesal dengan jawabanku. Terlihat dari matanya yang menyipit dan decakannya. Entah kenapa tapi aku ingin tersenyum melihat wajahnya itu. "Ya ya ya. Yasudah. Aku mau kembali ke tempat dudukku." Do Young kembali tersenyum. "Silahkan dinikmati makanannya, sunbae. Tteokbokki disini enak sekali." Setelah itu dia berjalan ke meja di depanku yang ternyata adalah tempat duduknya.

Astaga. Apakah dunia benar-benar sesempit ini?

Dimana-mana ada Lee Do Young.

[TBC]

21 March 2020 / 2020년 3월 21일

hai guys aku kembali lagi ehehehehehe gimana gimana? sejauh ini gimana tanggapan kalian sama cerita ini? wkwkwkwk silahkan dikomen guys!! wkwkwk

oh iya.

Aku turut prihatin buat keadaan dunia saat ini. Virus Corona dimana-mana. Please, i hope you guys stay aware with this corona and always be healthy. Dan juga aku minta tolong banget. MINTA TOLONG BANGET. Buat anak-anak atau saudara-saudara yang sedang menganut istilah "WORK FROM HOME ATAU STUDY AT HOME" TOLONG BANGET JANGAN MALAH LIBURAN KE TEMPAT-TEMPAT LAIN.

Kalian itu diliburkan bukan buat liburan ke tempat lain. Tapi karena keadaan yang sudah terpaksa buat kalian diliburin. Which mean, keadaan sudah benar-benar kacau dan mulai parah. Kalian bisa tetap di rumah dan tidak kemana-mana untuk membantu upaya pencegahan penularan VIRUS CORONA ini.

TERUS jangan lupa juga buat selalu CUCI TANGAN DAN JAGA KEBERSIHAN dimanapun kalian berada.

Udah. Aku cuma mau bilang itu aja.

See Ya!!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro