14
Park Seokwoo
Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, tidak ada yang tahu selain aku dan Tuhan sendiri bagaimana caraku menatap Do Young disaat kami sedang tidak berbicara, bagaimana reaksiku saat hampir saja kedapatan mencuri padang pada Do Young.
Wah rasanya sangat deg-degan. Aku takut sekali kalau ternyata Do Young tidak suka kulihati, jadi aku bersikap hati-hati saat menatapnya.
"Sunbae. Mwohae? Kau tidak ikut turun?"
Panggilan Do Young membangunkanku dari pikiranku sendiri. Aku tersenyum dan mengangguk pelan seraya mematikan mesin mobil dan berjalan kedepan mobil, tempat dimana Do Young menungguku.
"Kau sedang melamunkan apa, Sunbae?"
Heol.
Tentu saja aku tidak bias berterus terang padanya, jadi aku berbohong. "Tidak melamunkan apa-apa. Aku hanya berpikir apa kau benar sudah tidak apa-apa. Aku takut kau kenapa-kenapa karena minum soda tadi."
Helaan napas dari Do Young jujur saja membuatku sedikit terkekeh apalagi dengan raut wajahnya yang sedikit tertekuk. "Aku benar-benar sudah sembuh, Sunbae. Astaga. Tidak perlu khawatir lagi."
Aku terkekeh, "baiklah. Baiklah. Aku mengerti. Sekarang ayo cepat kita menemui doktermu."
***
Lee Do Young
"Dengarkan? Aku sudah baik-baik saja." Seokwoo ini sempat tidak percaya saat aku berkata tidak apa-apa.
Tiba-tiba tangan Seokwoo beralih keatas kepalaku dan mengacak rambutku. Tentu saja itu membuatku terkejut sekaligus memberikan sensasi yang tak biasa untukku. Seperti ada yang menggelitik hatiku(?) Semacam itu.
"Iya. Nah, karena kau sudah sembuh, bagaimana kalau kita pergi bermain?"
"Main? Kemana?"
"Kau maunya kemana?"
"A--"
"Ya! Park Seokwoo!" Baik aku dan Seokwoo sama-sama terdiam sebentar seraya mencari asal suara yang memanggil nama Seokwoo tadi.
"Eo? Ya! Kau sedang apa disini?"
Eo? Sepertinya kau kenal lelaki ini? Ayolah, Lee Do Young, cepat ingatlah.
Ah! Aku ingat!
Dia kan lelaki yang sering menjadi peran utama laki-laki di drama televisi. Tak jarang juga dia muncul di acara penghargaan sebagai penerima piala. Moon Seokjin. Nama lainnya Jin.
Otomatis aku menjerit tertahan sambal menutup mulutku tak percaya. "Hoksi Jin-ssi..?" Pada akhirnya aku memberanikan diri untuk mengenalinya.
Jin tersenyum manis dan mengangguk. "Jeo aseyo?" (Kau mengenalku?)
Wah!!!!!! Aku beruntung sekali dapat bertemunya seperti ini!
Dan apa tadi? Bisa-bisanya dia bertanya begitu saat seluruh penduduk Korea mengenalnya. Hanya orang yang tinggal di goa yang tidak tahu siapa Jin.
Aku mengangguk antusias dengan senyum merekah, "tentu saja. Siapa juga yang tidak mengenalmu."
"Wah terimakasih sudah mengenalku."
"Tidak. Tidak. Aku yang harusnya berterimakasih sudah muncul disini dan bias bercengkerama denganmu."
Jin tersenyum dan lanjut berbicara dengan Seokwoo. Aku? Aku masih terus memandanginya. Kalau ini di dunia webtoon, mungkin di kedua mataku sudah ada stiker hati yang besar.
"Kau sakit? Ada apa kau ke rumah sakit?"
"Hanya pemeriksaan rutin tiga bulan sekali. Kau sendiri?"
"Menemani temanku untuk pemeriksaan." OH, aku tahu siapa yang dimaksud. Pasti aku.
Jin mengangguk. "Kau yakin hanya teman?"
"Maunya lebih, sih," kata Seokwoo melucu. Aku hanya bisa tersenyum canggung dan memukul lengannya pelan.
Aku malu astaga. "Sunbae. Jangan bercanda seperti itu."
Seokwoo tidak marah saat aku memukul lengannya, dia bahkan tertawa kecil. "Baiklah. Baiklah," jawabnya dengan diiringi tawa kecilnya. "Ah. Bukankah perusahaanmu sedang membuka audisi model? Dia model juga loh."
"Aku tahu. Aku pernah melihatnya beberapa kali di beberapa situs online shop. Perusahaanku juga sepertinya sedang mencari cara untuk merekrutnya." Wah. Ada apa ini? Aku semakin berseri mendengar kalau Jin pernah melihatku beberapa kali. Ah. Jadi ini rasanya saat artis yang kau sukai mengenalmu? "Kau mau, kan, bergabung dengan agensiku?"
Tentu saja aku mau. Astaga. Kesempatan yang tak mungkin dating dua kali. Jadi tidak mungkin aku menolak. Persetan dengan kata-kataku dulu yang berkata kalau aku tidak mau masuk agensi manapun. Kalau itu agensi Jin, aku akan ikut.
"Tentu saja, aku mau!!" Tak sadar aku mengangguk dan menjawabnya kelewat antusias. Mungkin itulah yang membuat baik Seokwoo dan Jin tertawa melihatku.
"Baiklah. Kutunggu kau di agensiku, ya. Jangan lupa memberikan resume dan portofoliomu. Kirim lewat email ke perusahaan langsung juga tidak apa. Atau kalau kau mau mengirim ke emailku, juga tak masalah."
Aku kembali mengangguk dengan atusias. Aku rasa sesudah ini, leherku akan sakit karena terlalu kuat menganggukkan kepalaku.
"Ah. Aku dan Do Young mau pergi main. Mungkin ke game station terdekat. Kau mau ikut?" tanya Seokwoo. Dalam hati aku berharap dia bisa ikut. Siapa sih yang tidak senang kalau pergi bermain dengan idolanya.
Jin menggeleng, membuat harapanku musnah. "Tidak bisa. Mungkin kain kali. Aku harus kembali ke lokasi syuting. Kalau begitu, sampai nanti. Untuk alamat emailku, kau bisa memintanya pada Seokwoo. Aku pergi dulu ya!" Dan begitu saja Jin pergi dari hadapanku dan Seokwoo.
Yah.....
Tapi tak apa. Aku masih bisa bertemunya di agensinya kalau memang aku lolos audisi!
"Do Young-ah? Mau pergi sekarang?"
"Ayo!"
***
Jalan dan menghabiskan waktu dengan Seokwoo tidak membosankan. Aku sangat menikmatinya. Tapi yang aku tidak suka adalah dia suka mengalah agar aku bisa menang. Seperti saat ini.
"HAH! Beda dua poin. Yang benar saja. Bukankah sunbae bilang waktu go-hak itu anak basket?" Cih. Ini tidak mungkin. Dari tingginya saja sudah mengurangi kemungkinan aku bisa menang dari Seokwoo, belum lagi skill ku yang tidak memadai. "Mana mungkin sunbae bisa kalah dari aku yang tidak bisa main basket." (sekolah menengah atas; kependekan dari godeung hakgyo)
Kalau poinnya memang tinggi sih tidak apa. Lah ini. Mau tahu berapa poin yang kudapat?
24.
Itu artinya Seokwoo mendapat 22 poin. Tidak mungkin sekali kan?
"Ah iya nih. Kok bisa ya menang dari yang lebih pendek dariku?" ejeknya dengan lengannya yang disandarkan diatas kepalaku. Benar-benar meledek ini orang. "Apa aku memang sudah kehilangan kemampuanku dalam basket?" tanyanya dengan nada mengejek. Matanya menyipit berbarengan dengan kedua ujung bibirnya yang naik membentu sebuah senyuman.
"Sunbae. Aku tidak sependek itu juga. Ya memang lebih pendek dari kau sih." Ku turunkan tangannya dari atas kepalaku.
"Yaudah. Karena aku yang kalah, sesuai perjanjian kita tadi, aku akan traktir kau makan malam. Kau mau makan dimana?"
Ah. Aku lupa ceritakan ya kalau tadi kita buat janji, semacam taruhan sih tepatnya. Jadi yang kalah akan membayar makan malam. Dan yang kalah itu Seokwoo, otomatis dia yang akan membelikanku makan malam. Jam nya juga tepat karena sudah jam enam sore.
"Bo--" Tiba-tiba ponselku berdering. "Sebentar ya, Sunbae." Seokwoo hanya mengangguk saat aku pamit menjauh sebentar untuk menerima telepon.
Tertera nama Eomma dilayar ponselku. Ada apa lagi ini? Apa lagi yang ingin dikatakan eomma kali ini? Memikirkan berbagai kemungkinan yang akan dikatakan saja membuatku pusing. Pada akhirnya aku tidak bisa melakukan apapun lagi selain menerima panggilan itu.
"Ne?"
"Ttal-ah. Kau tidak datang ke pengadilan kemarin itu. Apa kau belum memutuskan dengan siapa kau akan tinggal?"
Topik ini lagi. Aku sudah muak dengan topik ini. "Eomma. Tidak bisakah kau mengatakan hal lain saat meneleponku? Aku sudah mulai malas dengan topik ini."
Terdengar helaan napas dari ujung sana sebelum suara eomma kembali terdengar. "Appa sudah punya anak dengan perempuan itu. Umur dua tahun."
Heol. Aku tidak menyangka kalau appa sebrengsek itu.
"Terus?"
"Kau tinggal dengan eomma saja ya?"
Aku juga maunya tinggal dengan eomma, tapi kalau aku berkata seperti itu, aku takut menyakiti perasaan appa juga. Tapi mendengar kalau orang itu sudah punya anak dengan perempuan lain, sepertinya aku berkata seperti itu juga tidak masalah.
"Akan kupikirkan lagi. Aku sibuk. Akan kuhubungi lagi."
Dan aku memutukan sambungan telepon sepihak. Ah, moodku jadi rusak mendengar kabar seperti ini. Aku butuh waktu sendiri untuk menenangkan diri sebelum aku datangi appa dan mencakar wajahnya sampai amarahku selesai. Appa memang benar-benar lelaki brengsek.
"Do Young-ah. Kau tak apa?"
Ah, aku lupa kalau masih ada Seokwoo. Aku berbalik dan memaksakan senyuman untuknya. "Aku tak apa. Sunbae, sepertinya kita makan malam lain kali saja. Aku ada urusan lain. Maaf ya." Lagi-lagi aku meninggalkan Seokwoo begitu saja.
Tapi ini adalah keputusan terbaikku. Karena aku butuh waktu sendiri.
***
Gi Do Hoon
Sebenarnya aku agak ragu membiarkan Do Young pulang sendiri, tapi dia tahu jadwalku dan kalau kutunggu dia sampai jam tiga siang, sampai dia selesai kelas terakhir, pasti dia akan meledekku lagi. Jadi lebih baik aku menunggunya di rumah saja.
Macbook di depanku sudah bersiap untuk digunakan sebagai alat untuk mengerjakan tugasku. Tapi mau bagaimanapun aku mengerjakan, rasanya ada yang kurang. Seperti tidak benar. Aku jadi kehilangan niat untuk mengerjakan tugasku. "Apa aku kirim katalk saja padanya untuk basa-basi kapan dia pulang? Biar aku jemput nanti?"
Do-Hoon Gi:
Ya. Kau kapan pulang?
Jariku tanpa sadar mengetuk-ngetuk meja menunggu jawaban Do Yeong. Ah kurasa aku sudah gila. Bagaimana bisa aku menunggu jawabannya sampai seperti ini?
Tak lama balasan itu datang. Buru-buru aku melihat ponselku.
Do-Young Lee:
Ada apa? Harusnya jam tiga
Tapi hari ini kan ada pemeriksaan terakhir ke rumah sakit.
Jadi aku tidak tahu sampai rumah jam berapa.
Ah. Aku lupa kalau ia harus ke rumah sakit hari ini.
Apa perlu aku mengajukan diri untuk menemaninya? Ei, tak usah dipertanyakan lagi, aku kan walinya. Tentu saja harus ikut kan?
Tidak, kah?
Jari-jariku baru saja selesai mengetik 'mau kutemani?' saat jawaban Do Yeong yang baru saja datang membuatku menghapus kembali ketikan itu.
Do-Young Lee:
Ah. aku lupa bilang
Tak perlu khawatir dengan siapa aku pergi.
Aku ditemani Seokwoo sunbae.
Hanya helaan napas yang keluar dari mulutku. Seokwoo lagi. Akhir-akhir ini dia dekat sekali dengan Seokwoo. Aku tidak begitu suka. Entah kenapa.
Do-Hoon Gi:
Kau sedang mengigau? Untuk apa aku khawatir denganmu.
Jangan pulang terlalu malam.
Aku tidak mau menjemputmu di rumah sakit atau kantor polisi ya.
Do-Young Lee:
Cih. Terkadang aku lupa kalau kau memang bisa sekejam itu sunbae.
Sudah ya. Aku mau makan siang dulu.
Sudah. Begitu saja berakhir percakapan kami. Secepat itu selesai. Aku memilih untuk tidak menjawabnya karena bingung juga mau balas apa.
Hah....
Jadi apa yang harus aku kerjakan sekarang?
***
Aku tak tahu kalau langit sudah berganti warna jadi warna biru tua dan kali ini tidak dihiasi bintang melainkan beberapa rintik hujan turun yang semakin lama semakin deras. Berapa lama aku tidur tadi.
Kulirik jam yang digantung diatas meja belajarku.
Sudah jam sembilan malam ternyata.
Tapi kenapa tidak ada suara sama sekali di depan? Apa dia langsung masuk ke kamarnya dan tidur? Tapi tidak mungkin juga dia langsung tidur. Dia bukan tipe anak yang suka tidur soalnya. Dia lebih ke tipe anak yang suka nonton televisi di waktu luangnya.
Aku memilih untuk mengetuk pintu kamarnya.
Tok tok tok
Tak ada jawaban.
Tok tok tok
Tak ada jawaban lagi.
Akhirnya aku membuka pintu kamarnya dengan pelan dan hanya mendapati kamar kosong saja. Masih gelap pula.
Apa ini? Dia belum pulang?
Sudah jam sembilan malam. Dimana dia sebenarnya. Di depan hujan pula.
Lalu ponselku bergetar.
Lee Do Young.
Tak perlu berpikir lama-lama untuk menjawab telepon itu. "Ya. Neo eodiya? Kenapa kau belum pulang?"
"Yeoboseyo?" Eh? Siapa lagi ini? Kenapa bukan suara Do Young lagi yang menjawab? Apa dia kenapa-kenapa lagi? Dia kena jadi korban lagi?
"Ne. Yeoboseyo. Maaf, tapi dengan siapa aku bicara sekarang?"
"Ah. Ini saya ahjumma yang punya kedai minum di dekat Han-gang. Saya hanya mau memberitahu kalau yang punya telepon sudah hampir pingsan sekarang. Sepertinya sudah mabuk berat karena sudah dua botol soju diminum."
Hah? Soju?
Tak lama di belakang sana terdengar samar suara Do Young yang memang sepertinya sudah mulai mabuk. "EO! AHJUMMA! Kenapa kau bisa memakai teleponku?"
Anak ini benar-benar. Bisa-bisanya dia minum soju. "Jeogi, Ahjumeoni. Mianhande, bisakah kau menjaganya sebentar? Saya akan menuju kesana sekarang juga. Maaf menyusahkan anda."
"Ah, ye ye. Baiklah."
Awas saja kau, Lee Do Young. Habis kau.
***
"YA!"
Beruntung kedai minum ini tidak berada terlalu jauh dari tempat aku turun taksi, jadi aku tidak perlu sampai mengitari satu Sungai Han untuk mencari keberadaan Do Young.
Aku berlari kecil dengan membawa payung ke tempat Do Young dan mengambil alih untuk menopang tubuhnya yang oleng. "Ahjumma. Terimakasih banyak. Berapa semuanya?"
Setelah membayarnya aku kembali mengucapkan terimakasih dan memapah tubuh Do Young susah payah dengan payung di salah satu tanganku, menuju halte bis untuk memanggil taksi. Memapah orang yang sedang mabuk itu adalah hal yang cukup sulit karena mereka sulit apalagi sedang hujan seperti ini. Mau kugendong di punggungku pun juga sulit. Karena aku harus memegang payung juga agar Do Young tidak kena hujan. Dan akhirnya bukan Do Young yang kena hujan, melainkan aku. Terimakasih karena hari ini otakku bekerja dua kali lebih cerdas untuk memakai dua jaket sekaligus. Setidaknya kalaupun basah, hanya jaket luar yang basah, jaket lapis kedua tidak.
Kalau bukan karena Do Young tidak mungkin aku jam sembilan malam berada di Sungai Han sambil memapah orang. "Ya. Kau ini selalu saja merepotkanku. Kalau ahjumma tadi tidak meneleponku, bagaimana caranya kau pulang, huh?"
Tak ada jawaban.
Tentu saja tidak ada jawaban. Dia sedang mabuk total. Bagaimana caranya dia bisa menjawabku coba. Aku yang gila disini bicara dengan orang yang sedang mabuk. Cih.
"Eo? Sunbaeda!" Sebuah telunjuk tiba-tiba menempel di pipiku dan beralih menjadi sebuah cubitan yang cukup sakit di pipiku. "Yeogiseo mwohaseyo?" (Ini kakak!) (Sedang apa kau disini?)
"Mwohagin. Tentu saja menjemputmu," jawabku walaupun aku tahu dia pasti tidak sepenuhnya sadar akan apa yang kukatakan. (Sedang apa lagi)
Terdengar cekikan khas orang mabuk dari sampingku. "Sunbae datang karena mengkhawatirkanku, kan?" tanyanya dengan telunjuknya yang kembali menunjuk-nunjuk pipiku.
Iya. Aku mengkhawatirkanmu. Sedikit.
Tapi aku tidak mengatakan itu padanya. "Utkijima. Aku hanya tidak mau menjemputmu di kantor polisi atau rumah sakit, makanya aku menjemputmu secepat mungkin sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan." (Jangan melucu)
Taksi yang kupesan sampai selang beberapa detik dari aku tiba. Susah payah aku membuatnya duduk di dalam taksi. Pegal sekali rasanya. Kalau kalian tanya kenapa aku tidak memakai mobilku saja untuk menjemputnya, jawabannya adalah, sulit untuk membawa seseorang yang sedang mabuk sambil mengemudi.
Kenapa? Karena dia pasti melakukan hal yang aneh-aneh saat sedang mabuk. Jadi tidak mungkin sang pengemudi bisa benar-benar fokus mengemudi. Apalagi kalau tiba-tiba yang mabuk itu ingin muntah.
"Sunbae. Dingin." Kedua tangan Do Young tiba-tiba mengambil dan menggenggam erat kedua tanganku. Dia tidak bohong. Tangannya memang begitu dingin.
Aku sempat menatapnya sebentar sebelum menarik kedua tanganku untuk melepas jaket lapisan keduaku dan kupakaikan padanya, karena tidak mungkin aku memberikannya jaket luar yang sudah basah, lalu aku kembali membiarkan kedua tangannya menggenggam tanganku. Kepalanya bersandar di bahuku sementara dia mulai tertidur sambil memegang kedua tanganku. "Makanya jangan mabuk lagi lain kali."
Entah mengapa aku merasa diperhatikan, dan benar saja supir taksi yang sudah berumur hampir diatas appa sedikit itu sedang tersenyum menatapku dan Do Young lewat rear-vision mirror.
Sepertinya ajeossi itu juga menyadari kalau aku sadar saat ia tersenyum padaku karena ia langsung bertanya, "yeojachingu?"
Sempat aku bingung sebentar akan pertanyaannya tapi aku langsung menggelengkan kepalaku begitu sadar apa yang ia maksud. "Anieyo. Geunyang aneun yeosachiniyo," balasku dengan sopan. (Bukan. Hanya teman perempuan yang kukenal; yeosachin kependekan dari yeoja saram chingu)
"Benarkah?" Aku mengangguk dan membenarkan jaketku yang berada diatas tubuh Do Young karena jaketnya sempat turun akibat Do Young yang tidak bisa diam. "Kalian terlihat cocok."
Bingung mau menjawab apa, pada akhirnya aku hanya tersenyum untuk menjawabnya. Aku minta tolong pada supir taksi untuk berhenti di depan saja karena aku juga ingin membeli minuman pereda pengar untuk Do Young.
Setelah memastikan Do Young aman untuk kutinggal sebentar di luar minimarket depan apartemen, dengan gesit aku membeli satu botol minuman pereda engar untuknya. "Ya. Bangun dulu sebentar. Minum ini dulu."
Do Young mengerang kecil sebelum ia berusaha sekuat mungkin untuk membuka matanya. Ia berusaha meneguk minuman itu walaupun secara pelan-pelan dan dilanjuti dengan minum air putih yang kubeli juga untuknya. "Minum pelan-pelan." Untunglah hujan sudah mulai reda.
"Sunbae," panggilnya dengan senyuman konyol dan kedua pipinya yang memerah akibat mabuk. "Kesini deh." Tangannya melambai naik turun mengisyaratkan untuk mendekat padanya.
"Untuk apa?"
"Ah kesini sebentar."
Dengan malas aku berdiri dan berjalan ke sampingnya, menunduk karena dia duduk dan aku berdiri. "Ada apa? Kita ha--"
Cup!
Aku terkejut saat bibirnya yang dingin dan berbau alkohol itu menyentuh bibirku lama. Seharusnya aku sudah tahu saat dia tiba-tiba dia memintaku mendekat dan menarik kepalaku tiba-tiba.
"Hehe." Dia hanya tersenyum terkekeh dengan senyuman di wajahnya menatapku setelah melepas bibirnya dari bibirku.
Entah mengapa tapi rasanya seperti tidak benar saat ia menarik bibirnya. Aku sempat melirik bibirnya yang sedikit kemerahan akibat lipstick yang ia pakai walaupun mulai memudar. Ada rasa untuk kembali menarik kepalanya dan kembali menciumnya. Tanganku sudah diatas udara guna menarik kepalanya.
Tapi pada akhirnya aku mengurungkan niatku dan hanya menaruh tanganku diatas kepalanya untuk mengacak rambutnya seraya tersenyum.
"Jangan mabuk di depan orang lain selain aku, ya, Lee Do Young."
Aku bukan tipe lelaki yang suka mencari kesempatan dalam kesempitan. Setidaknya walaupun memang mau menciumnya, aku tidak mau saat dia sedang mabuk.
Ah. Tapi menghadapi Lee Do Young memang benar-benar sulit.
[TBC]
25 July 2020 / 2020년 7월 27일
eaaaaaa sudah masuk di masalah percintaan guys wkwkwkwkwk selamat membaca!!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro