Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

13

Gi Do Hoon

Lee Do Young benar-benar mencari masalah denganku. Ku kira di beneran butuh dioperasi lgi karena tadi di meneleponku katanya luka bekas operasinya sakit. Perutnya juga sakit sekali kata dia. Tapi saat aku mendatangi kelasnya, dia masih bisa tertawa dan mengobrol dengan teman-temannya.

"Ya. Ttarawa." Aku sengaja berjalan duluan dengan dia yang mengekoriku di belakang. (Ikut aku)

Bugh.

Kepalanya lagi-lagi terantuk dengan daguku. Dia sering sekali menabrakku. Ah, tepatnya salahku sih. Karena aku suka berhenti mendadak.

"Ah, Sunbae. Kau kenapa selalu berhenti mendadak sih?" Do Young dengan wajah cemberutnya dan mengelus dahinya, memarahiku.

Maafkan aku haha. Aku juga tidak tahu kenapa. "Ya. Kau katanya sakit? Kenapa tidak UKS dan malah mengobrol dengan temanmu? Kau bohong ya?"

Seperti yang ketangkap basah, Do Young mengigit bibir bawahnya dan membuang pandangannya ke arah lain. "A-ani. Aku tidak bohong kok. Aku benaran sakit tadi."

Kalau sudah begitu mah namanya dia bohong. Dia sering kali terbata-bata kalua sedang berbohong. Karena kesal dan merasa dibohongi, aku mengetuk pelan kepalanya. "Kau ini. Kau pikir itu wajar untuk dijadikan jahilan? Aku sampai panik tadi--" Ah. Aku salah bicara. Seharusnya aku tidak perlu bicara seperti itu.

Tuh kan. Tuh kan. Lihatlah. Tatapan menyebalkannya yang ia berikan padaku lengkap dengan senyum jahilnya. "OHHHHH. Jadi kau tadi panik saat aku bilang sakit? Kau mengkhawtirkanku kan, Sunbae?"

"Jugeullae?" Satu kata dan ampuh sekali membuat Do Young kembali berdiri tegap dan berhenti menjahiliku. "Jadi kau hanya bohong, kan?"

Do Young mengangguk ragu sebelum tersenyum canggung. "Maaf. Aku hanya ingin bertemu dengan sunbae saja. Aku kan jarang menjahilimu sejak kembali masuk kuliah karena sibuk dengan urusanku sendiri."

"Ck. Sana kembali ke kelas. Jangan coba-coba menjahiliku lagi dengan begituan. Itu tidak lucu, bahkan anak-anak sekalipun tidak akan menjahili orang dengan seperti itu."

"Baiklah."

Do Young kembali berjalan menuju kelasnya dengan menunduk. Apa aku sedikit keterlaluan? Ani, dia kan yang mulai duluan. Aku pikir dia benaran sakit. Kalau dia benaran sakit, aku pasti akan langsung membawanya ke rumah sakit. Dia benar-benar membuat orang khawatir kalau bicara seperti itu. Benar, kan?

"Ya!"

Ah. Terserah.

Do Young membalikkan tubuhnya dengan alisnya yang terangkat satu. "Kenapa? Aku janji kok tidak akan mengerjaimu lagi dengan begitu."

"Jangan pulang terlalu malam. Nanti aku pulang lebih cepat jadi tidak bisa pulang bareng. Hati-hati di jalan." Seusai bicara, giliran aku yang membalikkan tubuhkan ke arah yang berlawanan dan segera pergi darisana.

Ah. Malunya aku.

Si Do Young pasti tersenyum jahil mendengarku berbicara seperti itu.

Cih. Ada apa denganmu sebenarnya, Gi Do Hoon.

***

"Gi Do Hoon!"

Langkahku secara otomatis terhenti kala seseorang memanggil namaku. Dan itu ternyata Ha Min Do. Aku berhenti menunggunya berjalan ke tempatku.

"Ada apa?"

"Sepertinya Lee Min Ki benar-benar sudah gila," katanya sambil menyamakan langkahnya denganku. Min Ki? Ah. Anak yang waktu itu main hape terus saat kerja kelompok?

Aku tidak menjawab apapun karena memang aku tidak peduli. "Kau tahu?"

"Tidak. Kau belum memberitahuku."

Min Do mengangguk, "benar juga." Terkadang aku prihatin dengan orang pintar seperti Min Do. Dia terlalu pintar sampai seperti ini atau memang dia pintar-pintar aneh? "Min Ki akan memberitahu dosen mengenai Yoo Bin yang memakai narkoba."

Aku sempat terkejut sebentar, karena aku tak tahu kalau Min Ki seberani itu. Tapi ya tetap saja aku tidak peduli karena itu bukan urusanku. "Ya. Kau dengar tidak sih daritadi aku bicara?"

"Dengar."

"Cih. Sekali Gi Do Hoon tetap Gi Do Hoon. Yasudahlah. Ah, tugas kelompok sudah dikumpulkan dari minggu kemarin, nilainya akan keluar besok. Jangan lupa cek kalau kau penasaran. Kalau begitu kutinggal ya," ujarnya sambal menepuk bahuku beberapa kali.

Padahal aku tidak peduli dia mau tinggal atau tidak. Bukan urusanku juga kok.

Ah. Sepertinya aku perlu duduk di taman lagi untuk makan siang dan membaca buku lagi.

Kali ini bukan buku tentang pelajaran kok.

Aku hanya membelinya setelah melihat-lihat rekomendasi buku di naver. Dan keluarlah buku ini. Jukgosiphjiman tteokbokkineun meokgosipheo. Sepertinya buku ini sedang laku keras dimana-mana karna cukup sulit untuk mendapatkan buku ini. Setelah kubaca hingga setengah buku, aku tahu kenapa orang-orang pada membeli buku ini. (I want to die but I want to eat tteokbokki)

Sebenarnya ada satu petikan yang ditulis oleh sang penulis yang aku suka. Bukan berarti aku tidak suka kalimat yang lain. Tapi petikan ini terlihat cocok untukku.

Hal yang paling penting adalah perasaan senang dan gembira dari dalam diri anda, tidak peduli apa yang orang lain pikir atau katakan. Saya harap anda bisa memenuhi keinginan diri anda terlebih dahulu, tanpa memikirkan apa yang dilihat oleh orang lain.

Untukku sendiri, kata-kata ini cukup mengena. Karena aku juga tahu apa yang orang-orang katakan mengenai diriku di belakangku. Aku memang tidak mudah bergaul dan tidak mau bergaul. Dan aku tidak ingin memikirkan apa yang dikatakan orang lain. Karena itu juga bukan urusanku dan aku tidak peduli. Jadi, aku cukup setuju dengan apa yang penulis ini katakan.

"Sunbae!"

Oh tidak. Hilang sudah waktu ketentramanku.

Aku pura-pura tidak mendengarnya dan mengabaikannya saat ia menggoyangkan tangannya ke depanku naik-turun. Ia duduk di sampingku dengan santainya dan cukup dekat sampai aku dapat mendengar deru nafasnya. Kenapa nafasnya cepat sekali? Dia habis lari atau bagaimana sih.

"Kau sedang baca buku apa? Pelajaran lagi?"

Aku menoleh menatapnya seksama membuat dia juga ikut kebingungan. "Kau habis lari atau bagaimana?"

Do Young semakin bingung. Dapat dilihat dari kedua alisnya yang terangkat naik hingga menciptakan kerutan di dahinya. "Ne? Museun malhaneunji moregeusseo. Memang ada yang salah denganku?" Hah. Anak ini benar-benar. Bahkan aku dapat melihat -sedikit- peluh yang keluar dari dahinya padahal cuaca sudah mulai mendingin. (Apa? Aku tidak mengerti yang kau bicarakan)

Aku meraih botol air mineral ynag belum sempat aku minum dan memberikan padanya. "Kau kelihatan seperti orang habis dikejar gwisin, kau tahu?"

Dia menerimanya dengan senyuman dan langsung meneguknya. "Gomawo. Wah. Sunbae tuh mudang, kah? Kok bisa tahu?" (dukun)

Ini anak malah mengataiku lagi. Kalau tak ingat dia masih baru sembuh, sudah dapat dipastikan aku akan menoyor kepalanya dengan keras. "Orang bodoh juga tahu kalau kau habis berlari. Lap dulu itu keringatmu. Padahal cuaca sudah mulai dingin, tapi kau masih bisa berkeringat seperti itu." Kembali aku memberikan beberapa helai tisu kering padanya.

Alhasil aku tidak jadi membaca buku, bahkan makanpun tidak kayaknya. semua gara-gara Lee Do Young.

"Benar. Aku habis dikejar oleh gwisin. Bernama Choi Yejoo. Dia ingin memakanku hidup-hiduo sekarang."

"Temanmu itu?" Aku kembali mencoba untuk memusatkan fokusku untuk membaca buku lagi.

Tanpa melihat langsung pun, aku tahu kalau Do Young mengangguk. "Iya."

"Hm."

"Kau tidak ingin bertanya kenapa?"

Aku hampir saja memukul kepala Do Young yang muncul tiba-tiba di balik buku yang sedang kupegang. "Ah kkamjjakiya. Neo jinjja. Bisa tidak sih bersikap normal? Aku juga dengar kau bicara."

"Aku kan hanya bertanya apa sunbae tidak mau bertanya kenapa. Habis kau tidak menjawabku."

"Aku sudah menjawab--"

"Hanya 'hm'. Kau pikir itu jawaban?"

"Itu jawa--"

"Coba cari di kamus apakah ada kata 'hm' disana?"

Ini anak suka sekali memotong kata-kataku. "Bisa tidak kau jangan memotong ucapanku?"

Lee Do Young membungkam mulutnya dan seakan mengunci mulutnya dengan tangannya. Tapi tidak berangsur lama, karena sepersekian detik kemudian dia kembali bersuara. "Jadi, kau tidak mau bertanya kenapa?"

"Ahhh neo jinjja!" Do Young bergidik mundur. "Wae wae wae?"

"Ah, itu karena karena apa ya? Aku jadi lupa." Cukup sudah. Aku lelah bicara dengannya. Hanya decakan yang dapat keluar dari mukutku untuk menjawabnya. "OH! AKU INGAT!"

"YA! Bisa tidak bicara baik-baik tanpa mengejutkan orang lain?!" Di kehidupan sebelumnya tuh dia sebenarnya apa sih.

"Karena aku menjatuhkan MacBook pro nya yang baru ia beli kemarin."

Wah. Anak ini memang benar-benar gila. Bisa-bisanya ia menjatuhkan MacBook. Saking tidak percayanya aku sampai menggelengkan kepalaku beberapa kali.

"Kau memang gila."

"Aku tidak sengaja. Benar deh. Dia menaruhnya ditepi meja, jadi aku tak sengaja menyenggolnya. Jatuh deh."

"Tidak heran kalau temanmu sampai ingin memakanmu."

Do Young hanya bias menggaruk tengguknya dan tersenyum bagai anak kecil. "Tapi pas aku lihat tidak ada lecet atau rusak kok."

"YA!!! LEE DO YOUNG!!!!"

Teriakan itu sudah pasti dan tak lain berasal dari temannya yang sedang berjalan kemari dengan tatapan membunuh itu. "Neo illowa. Ppalli illowa. Jangan coba-coba untuk kabur kau." (Kemari kau. Cepat kemari)

Do Young buru-buru bersembunyi di belakangku yang sebenarnya tak ada gunanya karena masih kelihatan. "Sunbae. Dowajwo. Dia seram kalau sudah marah." (Tolong)

Karena aku tidak mau ikut campur -dan sebenarnya aku juga takut karena temannya itu kelihatan seram sekali- jadi aku memilih untuk memebreskan barangku dengan cepat dan berdiri meninggalkan Do Young hanya bisa meneriaki namaku beberapa kali karena ia juga sudah tidak dapat kabur. Dirinya sudah ditahan dengan ketat oleh temannya.

Wah. Benar-benar menyeramkan.

***

Lee Do Young

Ah. Gi Do Hoon benar-benar kejam. Bisa-bisanya ia meninggalkanku begitu saja. Lihat saja kalau bertemu denganku nanti.

"Ya!"

Ah. Yejoo benar-benar menyeramkan kalau sudah marah. "Aku tidak marah. Tapi lain kali kau hati-hati saat jalan. Untung yang kau senggol itu punyaku. Kalau punya orang lain bagaimana?"

Eh? Dia tidak jadi marah? Aku langsung menoleh ke Yejoo, bingung. "Kau tidak jadi marah?"

"Kau mau aku marah?"

Langsung kukibaskan tanganku. "Tidak. jangan marah. Kau seram."

"Aku tidak marah. Aku hanya kesal karena aku baru beli dan sudah jatuh. Kau juga lagian ngapain sampai kabur segala."

"Ku kira kau marah, makanya aku kabur."

Ingatanku kembali saat kami masa godeunghakgyo dulu. Aku pernah membuatnya marah. Hanya sekali.

Waktu itu aku pernah meminjam buku tugasnya untuk kucontek karena aku lupa mengerjakan tugasnya. Untungnya dia berada di kelas yang berbeda denganku dan otomatis jam pelajarannya juga beda.

Saat aku ingin mengembalikkan buku tugasnya di jam makan siang, tapi saat ingin kubawa ke kantin, bukunya hilang. Aku tidak tahu siapa yang ambil. Yang pasti tiba-tiba hilang dari lokerku di bagian belakang kelas.

"YAAAAAA!!!!!! NEO JINJJA!!!!" Yejoo berteriak padaku dengan sendok dan sumpit di tangannya. Otomatis aku langsung bergidik ngeri.

"Maaf. Maaf. Aku tidak tahu siapa yang ambil. Aku akan cari lagi. Maaf ya?"

Yejoo memang tidak memukulku atau memarahiku. Tapi dia mendiamiku selama hampir dua minggu. Karena siapa juga yang tidak akan marah. Buku tugasnya hilang, terus dia jadi kena hukuman karena tidak mengumpulkan tugas. Baiknya Yejoo adalah, dia tidak memberi tahu Min Ssaem kalau aku yang menghilangkan bukunya. Dia hanya bilang pada guru kalau bukunya tidak dibawa.

Dan itu pertama kalinya aku melihat dia marah.

Sekali saja sudah cukup. Tidak akan kuulang lagi.

Eh. Hari ini aku ternyata buat masalah. Untungnya dia tidak marah. Dahaengida.

"Geunde, kau hari ini bukannya mau ke rumah sakit? Ini pemeriksaan terakhir kan?"

Ah. Benar juga. Hari ini aku harus pergi ke rumah sakit untuk pemeriksaan terakhir ya? Hm. Ternyata sudah lewat sebulan ya sejak aku operasi usus buntu. Waktu terasa begitu cepat berlalu.

"Iya. Hari ini. Untung kau ingatkan. Aku hampir saja lupa."

Yejoo mendecih seraya memutar bola matanya jengah. "Kau kan memang pelupa."

"Hubae-deul!" Mendengar ada yang memanggil hubae-deul, sontak aku dan Yejoo langsung menoleh karena hanya ada aku dan Yejoo di ruang klub film ini. Kebetulan Yejoo masuk klub film, jadi sekarang aku sedang menemaninya menyunting film pendek yang sedang klub mereka kerjakan. Padahal Yejoo kalau diminta menamniku review film, jarang sekali dia mau. Tapi dia malah masuk klub film. Cih. (Hei, adik-adik kelas!)

Ah! Dan yang memanggil kami adalah Seokwoo. Aku tersenyum guna menyapanya. "Eo! Sunbae! Eojjeon iriseyo?" tanyaku sopan. (Ada apa?)

Yejoo hanya tersenyum pada Seokwoo dan lanjut menyunting film. Sepertinya dia sibuk sekali hari ini. Dapat dilihat dari gerak tangannya yang dengan cepat bergerak diatas laptopnya.

"Sepertinya Yejoo sedang sibuk. Mau bicara di depan saja?" usulku. Tidak enak juga kalau mengganggu Yejoo.

Seokwoo mengangguk untuk menjawab ajakanku. Pada akhirnya kami pindah ke kafe dekat kampus karena kebetulan Seokwoo ingin membeli minuman juga. Kalau kalian sering nonton drama korea, seharusnya kalian tahu ini. Lagipula siapa juga yang tidak tahu kafe ini. Coffee Bay.

Sementara sunbae mengantre untuk memesan, aku duduk duluan menunggunya. Hm. Ternyata suasana kafe tidak terlalu ramai hari ini. Hanya ada segelintir orang saja yang mengisi kafe ini.

"Ja. Aku tidak tahu apa yang kau suka, jadi aku membelikanmu ini saja."

Wah. Lemonade. Sudah lama sekali aku tidak minum ini. Aku jarang ke kafe kalau tidak diajak Yejoo soalnya.

"Kau suka?"

Tanpa sadar aju mengangguk antusias dan meneguknya langung. Segar sekali rasanya. Walaupun cuaca dingin, tidak menghentikanku untuk meminum yang dingin-dingin. "Gomawo, Sunbae." Tanganku merogoh tas untuk mengeluarkan dompet, berniat untuk mengganti uangnya. Tapi memang Seokwoo itu dasarnya orang yang baik.

"Tak perlu membayar. Kali ini aku yang traktir. Kalau kau bayar, aku akan ngambek, nih," ujarnya dengan wajah pura-pura cemberut.

Ya, aku mana bisa digituin sih:)

Jadi aku tersenyum memasukkan dompetku lagi. "Aku jadi tidak enak."

Aku jujur benaran gak enak loh ya. Bukan cuma pura-pura doang. Hm.

"Habis ini kau ada acara?"

Aku mengangguk, "ada."

"Oh. Kemana? Mau ku antar?"

Aku menimang sebentar. Lumayan juga kalau ada tumpangan. Lagipula aku jadi tidak sendirian ke rumah sakit. "Boleh. Aku mau ke rumah sakit."

"Rumah sakit? Kenapa? Ada yang sakit?"

Jari telunjukku terangkat menunjuk diriku sendiri, membuatnya jadi terlihat kebingungan. "Ah. Mal anhaettna?" Seokwoo menggeleng dengan polosnya. Ah. Ingin sekali aku mencubit kedua pipinya itu. "Kemarin itu yang aku tidak masuk, itu karena aku operasi usus buntu."

"Ah...." Eh? Ada apa dengan reaksi itu. "EH??? Operasi usus buntu? Kenapa kau tidak bilang? Aku kan bisa menjengukmu. Terus ini juga soda pula." Tangan Seokwoo sudah berniat mengambil minumanku kalau saja tanganku tidak lebih cepat darinya. Buru-buru aku mengamankan minumanku agar tidak diambil.

Aku menggeleng seraya tersenyum menenangkannya. "Tak apa, Sunbae. Aku hanya tidak ingin membuat orang susah dengan menjengukku. Lagipula untuk apa juga aku sebar kalau aku operasi. Dan juga, ini sudah sebulan sejak aku operasi. Jadi tak apa. Soda juga tidak masalah setahuku kok."

Ah. Aku jadi merasa bersalah melihatnya menjadi murung seperti itu. "Sunbae. Jinjja gwaenchanhdanikka. Tak perlu merasa bersalah seperti itu."

"Yasudah. Kalau begitu aku antar saja ke rumah sakit ya?"

"Boleh."

[TBC]

11 July 2020 / 2020년 7월 11일

HOKAY! sudah kuupdate yo wkwkwkwk
sampai nanti! wkwkwk

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro