06
Lee Do Young
Wah. Aku jujur ini ya. Tapi sunbae itu benaran cantik. Bahkan aku yang perempuan saja terpukau. Langsing, wajah cantik. Wah. Do Hoon pintar sekali mencari pacarnya. Ckckck. Kasihan pada sunbae itu kalau harus menghadapi Do Hoon.
"Do Young-ah!"
Ah sepertinya aku melamun tadi. "Kau tidak apa?"
Aku tersenyum seraya mengatakan kalau aku baik-baik saja. "Tapi sunbae benar. Disini tteokbokki nya enak sekali."
Drrtttt drrttttttt
"Sebentar ya, Sunbae."
Tertera nama 'Bitna eonni' disana. Eh? Ada apa dengan Bitna. Tumben dia meneleponku. Biasanya dia hanya mengirimkan katalk saja.
"Ne, Eonni. Waeyo?"
"Ya! Lee Do Young! Neo eodinya?!! Kau masih bisa bertanya kenapa lagi. Kau lupa ada pemotretan hari ini? Sekarang sudah jam 12. Dimana kau?!"
Oh. My. God.
HEOL
Aku lupa kalau ada pemotretan jam 1. Mataku melirik pada Seokwoo yang terlihat bingung menatapku. Astaga. Aku baru memakan setengah porsi. Ampun.
"Ah! Matda! Kkamppakhaesseum." (Oh iya! Benar! Aku lupa)
"Mwo? Kkamppak? Ya! Neo danjang illowa. Disini sudah nanlinasseo." (Apa? Lupa? Ya! Kesini kau sekarang) (kacau)
"Arrasseo. Arrasseo. Sebentar lagi aku jalan."
Setelah memutuskan panggilan, aku menelan ludahku terlebih dahulu sebelum aku bicara pada Seokwoo. Aduh gak enak jadinya. "Sunbae. Mianhajiman aku harus pergi sekarang. Ada jadwal yang kulupakan tadi. Tak apa, kan?"
Ku kira Seokwoo akan bete atau kecewa. Tapi dia malah tersenyum padaku. "Tak apa. Perlu kuantar?" Aduh malaikat satu ini. Berbeda sekali dengan malaikat maut disana.
Melihatnya tersenyum aku juga jadi ikutan tersenyum. "Tak apa. Aku bisa pergi sendiri, kok. Untuk makanannya, kali ini biar aku yang bayar. Karena aku juga pergi tiba-tiba."
"Tidak perlu. Aku yang ajak, jadi aku yang bayar."
"Sunbae. Jangan begitu. Lain kali baru kau yang bayar, oke? Kalau begitu aku pergi dulu." Agar tidak telat dan berdebat dengan Seokwoo aku langsung menggaet tasku dan pergi menuju halte bis setelah membayar.
Matilah kalau aku sampai telat. Bisa jadi pajeon aku sama Bitna. (pajeon itu makanan khas korea seperti gorengan dengan daun bawang menjadi bahan utamanya)
Sekilas tadi aku dapat melihat Do Hoon yang sempat melirikku. Mungkin dia bingung kenapa aku buru-buru pergi.
"Eonni!"
Syukurlah aku tidak telat. Lima belas menit lagi yang tersisa.
Bitna mulai membersihkan wajahku dan merias wajahku dengan alat makeup yang aku tidak hafal. Sedangkan stylistnya menyiapkan pakaian-pakaian yang akan dipakai untuk shooting hari ini. Ada juga stylist untuk ranbutku yang ikut merapihkan rambutku sembari aku di-makeup.
"Lee Do Young-ssi? Sudah siap?"
Polesan liptint di bibirku menjadi hal terakhir yang Bitna lakukan sebelum aku mengangguk dan mengganti pakaianku. "Aku ganti pakaian dulu ya, So Eun-ssi." Kim So Eun, wanita yang menjadi penanggung jawab shooting hari ini.
"Baik. Jangan terlalu lama. Karena jadwal hari ini padat. Oke?"
"Oke." Stylist mulai memberiku pakaian untuk ku pakai.
Ah. Sibuk sekali.
***
"Modu sugohaesseumnida. Gamsahamnida!" (Semua sudah bekerja keras. Terimakasih!)
Sesekali aku membungkukkan tubuhku untuk memberi hormat dan berucap terimakasih pada mereka. Karena bukan hanya aku yang bekerja keras, tetapi yang dibalik layar juga ikut bekerja keras.
Bitna seperti biasa sudah menungguku untuk memberi barang-barangku. Hari ini sudah selesai. Akhirnya.
"Aku pulang dulu ya, Eonni. Hati-hati di jalan," kataku setelah memeluknya.
Bitna tersenyum dan melambaikan tangannya padaku. Walaupun Bitna itu galak, tapi dia sebenarnya baik kok. Sangat.
Oh. Aku lupa kalau aku belum makan malam. Padahal sekarang sudah jam 6 malam. Ya, shooting hari ini memakan waktu cukup lama karena banyak pakaian baru yang harus difoto. Berikut juga dengan akaesorisnya. Apa aku ke minimarket dulu ya? Kebetulan depan apartemen ada. Jadi tidak terlalu jauh.
Hari ini aku naik bis lagi. Tentu saja naik bis. Mau naik apalagi. Lagipula lumayan juga naik bis untuk melihat-lihat jalan.
Aku juga bisa memperhatikan orang-orang luar juga. Seperti pasangan harabeoji-halmeoni disana yang saling berpegangan tangan menatap luar jendela, pelajar perempuan yang sedang mengantuk sesekali kepalanya terantuk kaca jendela bis karena mungkin tertidur dengan earphonenya yang terpasang di telinga -yang kebetulan duduk di depanku- dan tidak peka kalau ada pelajar laki-laki yang sesekali meliriknya dan menahan kepala perempuan itu agar tidak terantuk berkali-kali. Atau supir bis yang selalu tersenyum tipis setiap kali ada penumpang naik dan turun. Lalu ada juga pasangan suami-istri yang istrinya sedang mengandung besar. Wah sepertinya akan melahirkan dalam waktu dekat ini. Dan juga ada lelaki yang setia menatap keluar jendela dengan topi di kepalanya.
Tunggu! Aku sepertinya pernah melihat lelaki itu. Bukankah itu Do Hoon? Tanganku terangkat untuk mengucek mataku, apa aku salah lihat?
"Oh! Do Hoon sunbae!" pekikku kecil. Kebetulan aku duduk di belakang, sedangkan Do Hoon hanya berjarak dua bangku dari tempatku. Do Hoon menoleh dan mengerjapkan matanya padaku. Sepertinya dia terkejut karena melihatku disini.
Wah. Dunia sempit sekali.
Pelan-pelan aku berjalan ke tempat duduknya dan berdiri disampingnya. "Sunbae! Wah ternyata dunia itu sempit sekali. Dalam sehari aku bertemu denganmu tanpa rencana sudah dua kali. Yanh di kampus tidak di hitung kare-- Wahhhh!" Tubuhku melambung ke depan -arah jendela samping Do Hoon- karena tiba-tiba bis berhenti mendadak. Sudah pasti wajahku akan terantuk jendela kalau Do Hoon tidak menahan tangan dan bahuku saat aku hampir jatuh tadi.
"Woah. Hampir saja. Gomawo, Sunbae!"
"Bisa tidak sih kau duduk diam? Bukannya kau sudah dapat tempat duduk di belakang sana? Kenapa malah menghampiri tempatku?"
Tanpa sadar beberapa kali mataku mengerjap mendengar kata-kata Do Hoon. Kenapa jadi dia yang marah. Kan aku yang mau jatuh. "Kenapa kau marah, sih? Kan yang mau jatuh itu aku." Ih. Orang aneh dasar.
Tiba-tiba Do Hoon berdiri menggaet tasnya, mendorong tubuhku agar duduk di tempatnya tadi. "Duduk diam disini. Jangan berdiri. Tadi hampir saja wajahmu mengenai jendela, tahu? Katanya model, tapi tidak bisa menjaga diri sendiri."
Aku tersenyum diam-diam yang buru-buru mengubah raut wajahku menjadi masam. "Cih. Tto sijakiya. Tto sijakhae." (Mulai lagi dah. Mulai lagi)
"Mwo?" (Apa?)
Aku hanya menjawabnya dengan gelengan kecil dan kembali diam. Agar tidak diomelin lagi.
Dilihat-lihat. Dia ganteng juga. Wajahnya boleh saja angelic tapi kelakuannya kenapa kebalikannya ya. Tapi jujur dia ganteng loh.
"Sunbae."
Do Hoon menjawabku dengan mengangkat satu alisnya.
"Ternyata kau ganteng juga ya?"
"Ohok ohok." Lah. Tiba-tiba dia batuk. Kenapa ini orang? Tersedak tah?
Aku buru-buru mengambil air minumku dan memberikan padanya. Untungnya dia ambil. Kalau tidak dia mau minum apa. Apa dia tersedak ludahnya sendiri? "Pelan-pelan, Sunbae. Aigoo. Kenapa juga bisa tersedak." Dapat kulihat perlahan telinganya memerah. "Sunbae! Kau sakit? Telingamu memerah!"
Aku reflek langsung memegang tangannya. Tapi tangannya tidak panas. Jadi aku mau tak mau menarik tangannya agar dia sedikit menunduk baru ku sentuh dahinya. Dahinya juga tidak panas. Aneh. Lalu kenapa bisa batuk dan tiba-tiba telinganya memerah?
Do Hoon menyingkirkan tanganku dari dahinya dan berdeham sambil memberikan kembali botolku.
"Sunbae. Kau tidak sakit kan? Karena tangan dan dahimu tidak panas, kok." Ku terima botol itu dan kembali memasukkannya ke dalam tas.
Do Hoon tidak menjawab. Cih. Ini orang ditanyain juga.
Oh. Ini halte perhentianku dan Do Hoon.
"Do Hoon sunbae. Kau mau bareng atau ma-- Aish!!!! Jeo sakkaji. Belum selesai bicara juga main pergi aja." Aku belum selesai bicara dan dia sudah pergi duluan masuk ke dalam pekarangan apartemen tower A tempat kami tinggal.
Sedangkan aku sesuai rencana aku langsung ke minimarket dekat apartemen.
Mau beli apa ya? Hm... Samgak kimbab lagi aja deh. Tuna Mayo, Spicy Tuna, dan Chicken. Ehei. Enak pasti kalau sama ramyun.
Antrean tidak begitu panjang. Hanya dua orang didepanku.
"Man i cheon pal baek won imnida." (Dua belas ribu delapan ratus won)
Uang itu diberikan secara tidak baik. Dilempar begitu saja pada meja kasir. Wah. Ahjussi ini benar-benar. Tapi tidak ada yang menegurnya? Astaga.
"Cepat berikan kembaliannya. Lama sekali."
Tak bisa kubiarkan. Aku berjalan mendahului wanita di depanku dan menegurnya pelan dengan senyuman tipis menahan kesal. "Jeogi, Ahjussi. Maaf, tapi bisakah kau melakukannya dengan lebih ramah? Dia juga orang yang bekerja disini. Dan kerjanya juga cukup cepat. Kau mau kalau diperlakukan seperti ini? Bagaimana kalau anakmu diperlakukan seperti ini sama orang lain?"
Ahjussi itu terdiam tapi raut wajahnya terlihat kesal. Petugas kasir memberikan kembalian padanya. "Mwoya i michin nom. Bikkyeo!" Dia pergi begitu saja setelah menerima kembaliannya dan memakiku. (Apaan coba ini orang gila. Minggir!)
Aku tidak masalah dimaki orang, tapi aku tidak tahan melihat orang diperlukan tak benar. Sebelum aku kembali ke antreanku, aku dapat mendengar petugas kasir itu mengucapkan terimakasih padaku.
Ada-ada saja.
***
Gi Do Hoon
Lee Do Young. Perempuan itu sangat berbahaya.
Do Hoon-ah. Jangan dekat-dekat dengan Do Young.
Itu yang selalu kuingatkan pada diriku belakangan ini. Do Young bukan perempuan yang akan menjauhimu walaupun dia diketusi.
Jujur saja, jantungku hampir saja lepas dari tempatnya saat dia menarikku di bis. Ani, perempuan macam apa yang berani melakukan itu pada lelaki normal? Untung aku bukan orang jahat, kalau iya, mungkin aku sudah mendekatinya dan kutiduri. Walaupun aku tidak akan pernah melakukan itu sebelum aku menikah. Karena kalau sampai dilakukan di luar nikah, sudah dapat dipastikan 'itu'ku akan dipotong oleh appa.
Rasanya wajahku masih terasa panas mengingat kejadian tadi. Bisa-bisanya.
Sudahlah. Jangan diungkit lagi.
Drrrkkkkk
"Eo? Sunbae tidak di kamar?"
Ini dia biang keladinya. Baru saja pulang. Aku memang sedang di ruang tamu. Berniat untuk menonton televisi. Tapi karena dia sudah pulang -dan untuk menghindari kejadian aneh lagi- aku langsung masuk kamarku. Persetan dengan dengusan yang kudengar darinya.
Lebih baik menghindar dan mencegah sebelum terlambat.
Aku berjalan ke rak buku yang kebetulan ada di pojok kamar dekat jendela balkon. Aku duduk di sofa sebelah rak buku. Untungnya aku tadi sudah buat kopi panas untuk menemani aku sembari membaca buku.
Kau tahu apa yang aku suka? Membaca buku di sofa dekat jendela balkonku. Kebetulan jendela ku itu besar dan bisa langsung menunjukkan dunia luar sana. Kalian harus melihatnya saat malam hari. Langit Seoul sangat cantik.
Tok tok tok
"Sunbae. Kau tak mau makan? Kebetulan aku beli 4 samgak kimbab dan 2 ramyun. Kau mau makan bersama?"
Sebenarnya aku baru saja ingin menjawab tidak perlu, tapi perutku tiba-tiba berbunyi. Kebetulan aku belum makan lagi setelah tteokbokki tadi siang.
Dengan sangat terpaksa aku keluar dari kamar menuju dapur melewati Do Young tanpa memandangnya sama sekali.
Aku tahu dia pasti bengong dan juga terkejut melihat aku keluar dari kamar tanpa berkata apa-apa.
Do Young mengikuti dari belakang. "Jadi? Kau mau makan ramyun dan samgak kimbab juga? Bagaimana? Enak kok. Kau ti--"
Duhh
Kepalanya terantuk pada daguku saat aku membalikkan badan. Perempuan ini benar-benar tidak bisa diam saja apa ya.
"Sunbae! Kenapa kau membalikkan badanmu tiba-tiba?" ringisnya sambil menggosokkan dahinya yang memerah.
"Kau yang salah. Kenapa malah mengikutiku bukannya duduk diam makan." Aku kembali sibuk untuk memasak makananku sendiri.
Kimchijjigae.
Hari ini aku akan masak kimchijjigae. Kebetulan bahan-bahannya semua ada di kulkas.
"Oh? Kau mau masak apa? Lebih baik aku makan masakanmu. Aku bosan makan ini semua."
"Kimchijjigae."
"Benarkah???? Aku bagi ya, Sunbae?" tanyanya dengan mengedipkan matanya beberapa kali. Lucu sekali wajahnya itu. Seperti anak kecil yang meminta permen. "Aku yang cuci piring deh! Yayaya?"
"Duduklah diam. Jangan menggangguku atau kau tidak dapat makanan."
"Yes! Makasih, Sunbae! Mulai sekarang kau yang masak, aku yang cuci piring. Oke, Sunbae? Oke. Soalnya masakanmu lebih enak daripada masakanku."
Aku sih senang karena tidak perlu cuci piring. Tapi aku sengaja tidak menjawabnya. Biarkan saja dia kesal sendiri karena tidak kujawab.
Setelah kimchijjigae selesai, aku menaruh pancinya diatas meja makan. Do Young sendiri juga sudah menyiapkan piring, mangkuk dan peralatan makan lainnya diatas meja.
"Jal~~~~~meokgesseumnida!!!" (Selamat makan!)
Suapan pertama penuh masuk kedalam mulutnya dan seketika matanya berbinar. "Wahhhh! Jinjja masittda!!! Jjangiya! Jjang!" (Benar-benar enak! Hebat! Menakjubkan!)
Aku merasa sedikit senang dan terhibur melihat ada yang senang dengan masakanku.
"Ya ya ya. Aku tahu. Aku tahu. Aku memang pintar masak."
Do Young masih sempat-sempatnya mendecih sebelum kembali menyuapkan makanan ke dalam mulutnya lagi.
"Jangan lupa untuk mencuci piring setelah makan."
"Iya. Tenang saja. Aku tidak akan lupa."
Bip bip bip bip ddrkkkk tenonenittt
Eh? Siapa yang membuka pintu? Kan Do Young dan aku sudah disini.
Seperti sehati, aku dan Do Young saling menatap satu sama lain sebelum kami berdua melihat ke arah pintu apartemen. Matau membelalak melihat siapa itu.
"Do Hoon-ah? Adeul. Eodi isseo?" (Putraku. Dimana kau?)
Ibuku.
Bersyukurlah aku karena dari pintu masuk ke dapur tidak terlalu dekat dan dapur ke kamar Do Young lebih dekat.
Jadi aku langsung memberi isyarat pada Do Young untuk kembali ke kamarnya dan mengunci kamarnya karena kamarnya kan sudah ia hias menjadi lebih feminim. Do Young mengambil botol air di dalam kulkas sebelum dia kabur secepat kilat dan mengunci dirinya di dalam kamarnya. Aku juga secepat kilat menaruh piring dan mangkuk Do Young yang sisa sedikit dan semua peralatan makan yang ia pakai tadi ke tempat cuci piring dengan pelan.
Sepertinya itu semua dilakukan dalam hitungan detik.
Saat eomma sampai di dapur, aku sudah berpura-pura -dan mengatur napasku agar tidak kelihatan sehabis buru-buru mengerjakan sesuatu- makan sendirian di meja.
"Eomma. Kenapa datang tiba-tiba?"
"Aku sudah memberitahumu tadi lewat katalk. Kau yang tidak membacanya."
Ku rogoh sakuku mencoba mengambil ponselku. Dan ternyata ponselku tertinggal di kamar.
"Kau makan sendirian?"
Aku mengangguk.
"Tapi disana ada piring dan mangkuk kotor." Eomma duduk di tempat Do Young duduk tadi, memperhatikan gerak-gerikku. Aduh astaga.
"Tadi teman seapartemenku makan sebelum eomma datang. Baru sepuluh menit yang lalu dia makan ramyun dan nasi."
"Eh? Kau tidak memberikan kimchijjigae yang kau masak? Padahal masakanmu enak loh. Sana ambilkan piring dan mangkuk. Eomma juga mau makan."
Syukurlah. Dia percaya.
Diam-diam aku menghela napas lega sambil mengambil peralatan makan untuk eomma pakai.
"Bagaimana yang sewa? Apa dia gwaenchanha? Tidak merepotkan?"
Mau jujur sih cukup merepotkan. Tapi sejak ada dia, setidaknya apartemen ini tidak sesepi yang dulu. Dan aku merasa jauh lebih manusiawi karena lebih sedikit sering bicara. Tidak melulu dengan buku.
"Tidak. Hanya saja dia cukup berisik." Biarkanlah si Do Young mendengarnya. Aku tak peduli hahaha.
Ibuku tertawa kecil. "Baguslah kalau begitu. Justru tambah bagus kalau dia berisik. Jadi kau tidak berkencan dengan buku terus di dalam kamar."
"Habis ini eomma langsung pulang, kan?"
"Kau mengusirku?"
"Tidak. Hanya bertanya saja," kataku sambil membereskan alat-alat makan yang kami pakai tadi ke tempat cuci piring.
Saat aku berbalik, ibuku sudah tidak ada di dapur. Dia sedang berjalan ke kamar Do Young.
Kamar Do Young?!
Secepat kilat aku berjalan menghalangi ibuku. Karena dia sudah mulai meraih gagang pintu. "Eomma. Sedang apa kau didepan pintu kamar penyewa?"
"Mau apalagi? Tentu saja aku ingin mengecek kamarnya. Siapa tahu dia menyembunyikan perempuannya disini. Kan jadi masalah nanti."
"Eo-eomma. Andwae. Penyewaku tidak suka kamarnya dilihat orang. Dan tadi aku sempat masuk
kamarnya kok untuk memberikan handuk baru padanya. Tidak ada masalah. Tidak ada perempuan yang ia sembunyikan disini. Tenang saja. Oke?"
"Yakin?"
"Iya."
"Geurae geureom."
Ponsel ibuku bergetar dan ini dia kesempatanku untuk mempersilahkan dia untuk pulang. "Sepertinya ayah menelepon untuk hal yang penting. Sudah pulang saja. Nanti aku akan sampaikan salam eomma padanya. Oke?"
"Hm.. Yasudah. Eomma pulang dulu. Kalau butuh apa-apa katakan saja. Hati-hati."
"Ne ne. Josimhi gaseyo." (Hati-hati dijalan)
Akhirnya. Ibuku pulang juga.
Aku berjalan ke kamar Do Young lagi dan mengetuk pintunya.
"Ya. Kau sudah boleh keluar. Ibuku sudah pulang."
Pintu perlahan terbuka menampilkan Do Young dengan botol air di tangannya. "Sudah pulang?"
Aku mengangguk singkat dan kembali ke kamarku.
"Jangan lupa cuci piring sebelum kau tidur."
Itu yang kukatakan sebelum aku berbalik dengan senyuman ke kamarku.
[TBC]
04 April 2020 / 2020년 4월 4일
Hai. Aku kembali lagi wkwkwk aku gak akan bicara panjang. but,
tolong jaga kesehatan kalian masing-masing guys.
Indonesia makin lama makin banyak yang kena. Jadi tolong, masing-masing jaga kesehatan. Karena kalo udah kayak gini, udah gak ada yang namanya melakukan periaku bodoh seperti ngumpul di satu tempat buat hangout gitu. Atau buat kerjain tugas rame-rame. Jangan. Lebih baik kita lakukan social distancing seperti yang disuruh oleh para pakarnya.
So, happy reading guys!
Jangan lupa kasih bintang dan komen!
SAMPAI JUMPA LAGI!!
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro