1.
"Ini.. Sirena?"
Manikku bergerak menatap sekeliling, ternyata Sirena memanglah bintang yang indah, seperti kata banyak orang.
Berbagai iringan lagu dari segala arah memasuki telingaku, tetapi bahkan tidak ada satupun yang terdengar aneh. Melodinya juga langsung menyatu begitu saja, berpadu menjadi semakin merdu.
Netraku juga menangkap berbagai keramaian yang tercipta akibat aktifitas jual beli yang ada, mulai dari bahan makanan, aksesoris, bahkan sampai alat berat.
Susah dijelaskan, tetapi walau begitu, rasanya suasana disini tetaplah tenang, seperti air. Iya, seperti julukannya, konstelasi air.
Tidak seperti Lama, yang rata-rata hanya berisi tanah dan besi.
Berisik, lagi.
Ngomong-ngomong, jangan bertanya mengapa aku bersikap seperti orang yang norak.
Mengapa tidak? Dari keenam bintang yang ada di dunia ini, aku tidak pernah mengunjungi bintang yang satu ini.
Kakakku juga selalu mengajak Erin sebelah untuk menemaninya kesini, jadi yah..
Kurasa wajar untuk bertindak sedikit norak. Tidak ada salahnya untuk merasa sedikit kagum, kan?
Lagipula..
Tempatku berdiri sekarang, ya, tempat ini, akan menjadi hidupku yang baru, mulai sekarang.
Aku tersenyum kecil, lalu memutuskan untuk melangkahkan kakiku untuk melihat-lihat keadaan disini.
Tetapi langkahku langsung terhenti, kala diriku menyadari ada beberapa orang yang berjalan mendekatiku.
Aku menyengit, pakaian mereka yang senada juga membuatku sedikit curiga.
Apakah mereka merupakan komplotan penjahat dari sebuah organisasi gelap?
Aku kerutkan dahiku, lalu salah satu tanganku kularikan ke belakang dengan sigap sambil mengambil satu kunai yang diberikan oleh Erin jika aku sedang dalam masalah atau dalam bahaya, dan bersiap-siap jikalau mereka memang berniat menyerangku.
Tetapi tepat saat aku ingin mengeluarkan kunai dari tasku, mereka malah menunduk hormat, membuatku tentu bertanya-tanya,
Siapa sebenarnya mereka?
Tak butuh waktu lama, pertanyaan batinku itu pun dapat langsung terjawab saat salah seorang dari mereka menjelaskan padaku tentang mereka.
"Perkenalkan, kami adalah pasukan Kerajaan Sirena yang diutus oleh Yang Mulia Sardinia untuk menjemput nona," jelas salah satu dari mereka.
Aku mengedipkan mataku beberapa kali, hingga aku terbelalak dan kaget saat aku menangkap maksud dari perkataan mereka. "R-Rajamu? Ah begitu.." balasku gugup.
Lalu mereka menuntunku untuk masuk ke sebuah kereta kuda, yang tentunya akan mengarahkanku pada kastil tempat Raja Sirena itu tinggal.
Tetapi tetap saja, walau mereka mengaku sebagai utusan raja, tanganku senantiasa berada di dalam tas sambil menggenggam erat salah satu kunai, berjaga-jaga apabila mereka memang palsu dan hanya berniat untuk menculikku.
Ya.. Itu juga pesan dari si Raja Lama, sih.
"Jangan lengah, tetap waspada. Kejahatan itu tidak memandang tempat, gender, waktu, maupun status. Ingat, kejahatan itu tidak pernah pilih pilih. Orang biasa saja bisa kena, apalagi bangsawan."
Saat itu, aku terdiam sambil mendengar perkataan itu keluar dari mulutnya, pasalnya ia tidak pernah mengatakan hal yang sampai seperti itu padaku. Apa mungkin karena ia merasa bersalah sebab menjadikanku 'tumbal' perjanjian yang dibuatnya, antara dirinya dengan Raja Sirena itu?
Ya.. Tapi jujur saja, aku menyukainya. Apalagi dia mengatakan itu dengan rona tipis pada pipinya, membuatku tertawa kecil.
Perlajanan yang lumayan panjang dalam kereta kuda itu pun berlalu, dan yang daritadi kupikirkan di awal itu memang hanyalah pikiran buruk belaka saja, karena nyatanya aku telah sampai di kastil kediaman si Raja Sirena itu. Aku menghela nafas lega, syukurlah aku tidak jadi membuat keributan di hari pertamaku dalam Sirena.
Aku melangkahkan kakiku untuk turun dari kereta kuda, lalu berjalan masuk disertai iringan oleh yang katanya 'pasukan utusan' itu.
Ditengah perjalan, kami bertemu dengan sosok yang menggunakan pakaian yang terbilang 'heboh', tetapi semua orang langsung menunduk saat melihatnya, membuatku ikut menunduk.
"Sampai sini saja, sisanya serahkan padaku," ucapnya singkat, lalu semua orang yang menemaniku tadi langsung mengiyakan dan pergi dari sana.
Aku menyengit, siapa orang ini sampai mereka begitu hormat padanya?
Dia bukan Sardinia, kan?
"Akan kuantar ke singgasana Yang Mulia."
Aku menoleh ke arahnya dengan gugup, "b-baiklah..?"
Sembari berjalan, jantungku terus berdegup kencang saking gugupnya. Kurasa aku sedikit takut, mungkin juga aku tengah gugup dan panik sekarang.
Aku sudah biasa menghadapi orang penting di depan umum, tetapi aku tidak bisa juga kalau harus menghadapi boss nya langsung.
Maksudku.. Hei, bukankah ini terlalu mendadak? Tentu saja aku butuh persiapan terlebih dahulu!
Tiba-tiba dipanggil oleh Raja Lama, dan diberitahu kalau aku akan (baca:harus) menikahi Raja Sardinia yang notabenenya juga 'telah menikah'?
Aku benar-benar seperti perebut suami orang disini.
Haah..
Aku mungkin terlalu larut dalam pikiranku sendiri, hingga aku tidak sadar bahwa aku telah berada tepat di depan pintu tempat singgasananya berada.
Dan orang itu lah yang menyadarkanku.
Bukannya agak tenang, panikku malah semakin menjadi-jadi. Aku memang sering mendengar tentang nya dari kakakku atau buku di perpustakaan, tetapi aku belum pernah melihat wajahnya atau bahkan berhadapan dengan orang ini secara langsung..!
Tetapi, yah.
Jika mengingat tentang statusku yang sekarang, bukankah aku harus tetap menghadapi ini semua?
Ingat, Erin.
Bahasa kasarnya, kau itu hanya sebagai jaminan dari sebuah perjanjian. Jika kau mengacaukan sesuatu, semuanya akan langsung berakhir.
Itulah yang aku tanamkan dalam pikiranku, agar gugupku tidak menjadi-jadi.
Aku sedikit kaget kala mendengar suara singkat namun merdu berbunyi, lalu para pasukan yang ada di sana mendadak langsung menjadi lebih sigap dari sebelumnya.
Tidak salah lagi, itu pasti bunyi dari seruling.
Tapi dimana?
Aku menoleh, berniat untuk bertanya pada sosok yang tadinya menemani dan mengantarku sampai sini.
Tetapi saat aku menoleh..
Sosok itu sudah tidak ada di belakangku lagi.
Aku menyengit karena bingung. Padahal aku sangat yakin, sebelum suara seluring itu berbunyi, dia masih berada tepat di belakangku.
Tetapi daripada memikirkan itu, aku lebih salah fokus pada para pasukan penjaga yang ada di sana.
Mereka berbaris di bagian kanan dan kiri secara berjajar, lalu mereka yang paling dekat dengan pintu, mendorongkan dua sisi pintu dengan gagah.
Aku memasang wajah serius, lalu berjalan masuk dengan elegan. Manikku menangkap bayang-bayang seseorang.
Tetapi anehnya..
Mengapa ia tidak duduk di singgasananya?
Semakin aku berjalan mendekatinya, semakin aku tidak berani melihat kedepan, membuatku terus menunduk dan berakhir menjadi aneh. Tidak sopan, memang. Tetapi aku tidak bisa memikirkan itu terlalu lama akibat rasa gugup yang menggerogoti diriku.
Saat kurasa jarak diantara kami sudah tidak terlalu jauh, aku berlutut dengan kaki kiri yang berada di depan dan kaki kanan yang berada di belakang, diikuti dengan kepalaku yang tertunduk hormat.
"Angkat kepalamu, nona."
Deg.
Aku mengikuti perintahnya, dan perlahan mengangkat kepalaku.
Datanglah padaku.. Takdirku.
Aku mengangkat kepalaku, lalu tubuhku langsung membeku di tempat.
Pasalnya, tidak ada siapapun yang duduk di singgasana itu. Hanya ada sosok baru, yang juga tidak kukenali. Tetapi anehnya, ia hanya berdiri, bukan duduk.
"Jangan bilang.. kau rajanya?"
"Kau salah paham, nona. Lagipula Raja Sirena tidak akan menggunakan pakaian seperti ini," jelasnya sambil tertawa kecil.
"Hah..?" Aku langsung berdiri dari tempatku berlutut, dan menatap bingung sosok di depanku sambil menyengit heran.
"Lalu? Di mana rajamu?" tanyaku, tetapi orang itu malah diam saja. Aku tambah bingung, saat melihatnya mengeluarkan sesuatu dari sakunya.. Membuatku sedikit kebingungan.
"Sebelum bertemu dengan Raja Sirena, bagaimana jika kau melawanku dulu..!"
Aku terbelalak, dan reflek langsung menghindar ke arah kiri saat melihat orang itu langsung berlari cepat ke arahku dengan pisau kecil di tangannya.
Dengan sigap, aku mengelok tas kecilku, mengambil kunai yang telah diberikan oleh Erin padaku, dan langsung menepis beberapa serangan dari orang itu, membuatnya melompat mundur kebalakang.
Aku menolehkan kepalaku tepat ke arah pasukan kerajaan Sirena, tetapi tak ada satupun yang bergerak dari sana, bahkan melihat pun tidak.
Aneh, mengapa tidak ada pasukan yang bergerak untuk menolongku?!
"Kau sebenarnya siapa?!" teriakku, tetapi ia tetap saja kembali menyerangku, lagi dan lagi. Sampai pada akhirnya..
Pisau kecilnya terjatuh.
Aku langsung menendang perutnya dengan lutut kakiku sekuat tenaga yang membuatnya tersungkur. Lalu aku memegangi kedua tangannya, dan mengarahkan kunaiku tepat di depan lehernya.
"Bergerak sedikit saja, tamat riwayatmu," ancamku sambil menatapnya dengan dingin.
"Ada apa ini?"
Suara lain terdengar, membuat atensiku teralihkan. Tetapi saat aku menoleh ke asal suara, aku malah lengah dan orang itu langsung menyerang daguku menggunakan sikut nya. Lalu ia langsung kabur ke arah orang yang mengeluarkan suara barusan, berlutut dan memegangi kedua kakinya dengan ekspresi aneh. "Tolong hamba Yang Mulia, hamba ingin dibunuh..!"
"Hah?!"
To be continued..
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro