
Chapter 1
Semalaman, Kirana menangis sendu tentang novel Silas. Bagaimana bisa ia menyaksikan male lead mati begitu saja di tiang pancung dengan tagline bersambung.
Kirana menggeleng tidak terima. Entah apa yang terjadi, setelah menangis seharian tentang nasib pemeran utama. Kini, dia terbangun dalam novel tersebut.
Berpikir dia akan menjadi istri kaisar, itu adalah hal yang salah. Nyatanya, dia harus menelan kekecewaan. Kirana justru terbangun menjadi seorang pengajar bernama Leana untuk anak-anak di kuil suci kekaisaran Oxride. Salah satu karakter yang tidak terlalu penting.
Leana beruntung, tragedi yang mengintai Kaisar Silas akan terjadi dalam dua tahun ke depan. Sudah tiga bulan berlalu sejak ia masuk dalam novel. Dia sudah berusaha mencari tahu apa yang terjadi dan bagaimana caranya kembali. Namun, tidak ada informasi apa pun yang Kirana dapatkan.
"Hahh." Leana menghela napas. Dia melambai pada punggung anak-anak yang berlari pulang bersama orang tuanya.
Tidak jauh dari anak-anak itu. Mata hijau Leana menangkap seorang gadis berambut pirang dan bermata biru yang berjalan bersama beberapa pelayan. Gadis itu adalah Clara, Saintess di kuil suci utama kekaisaran Oxride.
Leana masih terdiam di tempatnya. Mata hijaunya masih mengikuti Clara hingga ia menghilang di bangunan utama.
"Apa Clara bisa membantu Kaisar?" kata Leana pada dirinya sendiri. "Tapi, dalam buku. Belum diketahui siapa pemberontak itu sebenarnya. Orang-orang itu menyebut diri mereka Ganjaa. Bagaimana aku bisa menyelamatkannya?"
Leana mengacak rambutnya frustasi. Dia juga tidak ingin terkurung di tempat itu. Menjadi pengajar, membuatnya tidak bebas. Kesibukannya sebagai pengajar hanya sampingan. Karena tugas utamanya adalah sebagai tukang bersih-bersih kuil.
"Sial," ujar Leana sambil menatap matahari. "Aku harus mencuci."
...
Mulai dari mencuci semua kain kotor di kuil, membersihkan setiap koridor, memberi makan unggas, mengangkat kayu bakar hingga memperbaiki kursi yang rusak. Semua itu dijalani Leana dengan tubuh yang butuh istirahat.
Saat senja, semua pekerjaan itu selesai. Dia memilih menyelinap menuju gudang penyimpanan dan pergi ke arah bukit di dekatnya. Dari tempat itu, Leana bisa menatap matahari terbenam yang bersinar di langit Oxtride.
Sambil berbaring di atas rerumputan. Leana memikirkan cara agar bisa mencari informasi di kota. Besok adalah hari liburnya. Dia akan memanfaatkan kesempatan itu untuk pergi.
Masalahnya, Nyonya Miria selalu saja memintanya melakukan sesuatu. Bertindak agar Leana tidak dapat keluar dari kuil. Kesal karena kebebasannya di rampas. Leana pun uring-uringan. Lalu ia tersadar akan suara yang terdengar dibalik semak.
Penasaran, Leana pun mengintip. Mata hijaunya kemudian terbelalak lebar. Raihan, kepala kuil utusan Dewa Agung Oxtride sedang menunduk memberi makan seekor kelinci berwarna ungu.
Ini pertama kalinya Leana melihat Raihan sedekat itu. Seingat Leana, Raihan salah satu tokoh berpengaruh di kekaisaran. Dia mengabdikan diri pada keluarga kekaisaran atas berkat yang ia terima dari dewa.
Saat eksekusi kaisar terjadi. Leana kehilangan ingatan di bagian tersebut. Dia merasa Raihan punya peran di sana. Hanya saja, Leana mendadak lupa.
Sebagai pembaca. Dia tidak terlalu mengidolakan Raihan. Sebab, dia terbilang pria dingin yang tidak bisa dibantah. Senyumnya bagai maut untuk para penghuni kuil. Tidak ada yang hidupnya baik-baik saja, bila melihat Raihan tersenyum.
Perlahan, Leana menarik diri dari semak-semak. Dia tidak mau bertemu Raihan. Kasta mereka berbeda jauh, lagipula. Baik dari novel dan dunia sekarang. Clara dan Raihan digosipkan memiliki hubungan asmara. Dan Leana tidak ingin ikut campur.
"Sebaiknya kau tidak pergi begitu saja."
Seluruh tubuh Leana mendadak kaku. Dia menahan napas dengan jantung yang berdebar. Tidak, dia pasti bicara dengan kelinci itu.
Leana yang awalnya memilih merangkak. Tertengun melihat bayangan seseorang di depannya. Dari sepatu yang ia gunakan, Leana menelan saliva dengan cepat. Dia tidak menduga kalau Raihan begitu cepat berpindah posisi.
"Maafkan saya Tuan Yang Agung. Saya tidak sengaja melihatnya." Leana mengatupkan kedua tangan sambil memejamkan mata. Demi Dewa, aku tidak mau melihat wajahnya.
"Pergi," ujar Raihan dingin.
Leana mengganguk patuh. Dia buru-buru berdiri dan berlari meninggalkan Raihan. Kemudian, dia tersadar tentang kelinci ungu itu.
"Aduh!" Leana menyentuh kepalanya yang menabrak punggung seseorang.
"Kau kenapa? Apa kau melihat setan Leana?" ujar Nyonya Miria dengan tangan penuh gulungan. "Bawa ini."
Leana tidak bisa menolak. Dia harus menyimpan semua itu di perpustakaan kuil Oxtride. Dipikir-pikir, selama ini Leana tidak punya kesempatan pergi ke sana. Leana yakin, mungkin ia bisa menemukan petunjuk untuk membantu kekaisaran.
Matahari semakin terbenam. Cahaya jingganya menimbulkan bayang-bayang aneh di dalam perpustakaan. Tempat itu sepi dan dingin. Sebagai pelayan, ia dilarang masuk tanpa izin. Padahal, statusnya sebagai pengajar bisa menjadi tolak ukur. Sialnya, hanya Priest, Priestes dan orang suci yang bisa masuk.
"Menyebalkan," ujar Leana setelah menyimpan gulungan di lemari kaca. "Berkat dewa apaan. Masuk perpustakaan saja harus pakai kasta. Apa-apaan ini? Siapa yang membuat aturan? Orang kuil atau world building dari penulis?"
Leana menatap sekitar. Sebelum gelap, dia akan mengambil sebuah buku untuk dibawa diam-diam. Maka, pergilah Leana menuju rak sejarah. Buku-buku di sana memuat latar belakang kekaisaran Oxtride dalam berbagai bidang.
Leana membaca sebentar judul-judul pada punggung buku. Lalu menarik keluar sebuah buku Sejarah Singkat Berdirinya Kekaisaran Oxtride. Dia lalu menyembunyikan buku tersebut dibalik atasan atas. Begitu berjalan keluar dari rak. Leana dikejutkan oleh tabrakan tidak terduga.
Pria itu muncul begitu saja. Menabrak dirinya dengan napas terengah. Seolah dia menghabiskan waktu berlari di dalam perpustakaan.
"Maaf." Keduanya mengucapkan kata itu dengan serempak.
Leana yang panik, tanpa sadar berjalan mundur. Situasi itu mengacaukan keseimbangan tubuhnya. Ia terhuyung ke belakang dan jatuh tersungkur.
Kepalanya akan menghantam lantai, jika lengan kekar pria itu tidak menahannya. Leana mengerjap, tubuhnya ditopang sepasang lengan yang pasti bisa membuat wanita manapun menginginkannya. Tubuh pria itu kencang dan tegang. Otot-ototnya merenggang. Napasnya memburu. Mata birunya terlihat seperti kedalaman samudra.
Dan rambut pria itu, cokelat. Cokelat gelap agak panjang berantakan. Dia menatap Leana dengan senyum tersunging perlahan, nakal dan menggoda.
"Kau baik-baik saja?" Suaranya menggoda. Dalam dan serak.
Leana tidak pernah melihatnya. Tetapi, dia tahu. Sebaiknya, dia pergi sesegera mungkin. Jadi, Leana mendorong kasar dada pria tersebut dan berlari tanpa menoleh ke belakang.
...
Keesokan harinya. Leana pasrah bila Nyoya Miria memintanya tinggal. Dia berjalan ogah-ogahan menuju dapur. Karena di sanalah, wanita itu berada. Aroma roti yang dibakar mengudara dengan aroma memikat.
Beberapa wanita sibuk di depan oven, ada yang memotong sayuran dan sisanya menumis daging. Leana pernah diminta bekerja di depan tungku. Sialnya, ia membuat seluruh roti menjadi gosong dengan api yang menyala terlalu terang. Itu membuat Nyonya Miria memberikan ia pekerjaan yang jauh dari dapur.
"Em, Nyonya Miria." Dia berucap saat wanita tua itu selesai mencetak hiasan di atas kue kering.
"Oh, Leana. Kau sudah datang? Bagus." Nyonya Miria membersihkan kedua tangannya dengan serbet di pundak dan menatap Leana semangat. "Kau harus membersihkan perpustakaan. Siang nanti, Saintess akan mengadakan bimbingan dengan Priestes magang. Jangan khawatir, aku akan memberimu uang lembur."
"Eh, begitu?" Leana tidak tampak terkejut. "Baiklah. Aku akan ke sana "
"Anak pintar," balas Nyonya Miria sambil kembali sibuk menghias kue.
Leana memutar badan. Harusnya dia sadar, kue-kue kering itu hanya bisa dibuat bila ada acara penting. Mengingat perpustakaan. Leana jadi ingat dengan pemuda kemarin. Dia mungkin salah satu Priest pria yang magang. Leana cemas, jika akan bertemu pria itu. Leana harap, buku yang diambilnya diam-diam tidak ketahuan. Berbicara tentang itu, Leana teringat tentang sejarah kekaisaran Oxtride.
Kekaisaran sudah berdiri 65 tahun. Dibentuk oleh kaisar perempuan pertama Aghata Oxtride. Seorang pejuang dari klan paling kuno manusia harimau. Itulah sebabnya, lambang kekaisaran Oxtride adalah kepala harimau.
Leana terus berjalan dengan beragam pikirannya. Walau dia melamun, langkah kakinya tetap membawanya ke perpustakaan.
Tempat itu masih seperti kemarin. Penuh dengan rak-rak putih berisi buku. Ada sebuah ruang terbuka yang sudah disiapkan. Beberapa kursi sudah di atur rapi.
Leana pun melipat kedua tangannya di depan dada. Lalu kepalanya dimiringkan. "Tempat ini sudah di urus. Jadi, apa yang harus kulakukan?"
"Berbicara denganku."
Leana menoleh ke belakang. Mata hijaunya terpaku pada sepasang samudra yang tengah menatapnya balik.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro