Surat Wasiat Darurat
Berdiri sendirian di depan gerbang sekolah yang sepi, senyumku terpatri meskipun batinku menangis. Di layar ponsel pintar yang selebar telapak tangan, aku menatap meme yang menggambarkan situasiku saat ini.
(chuckles) "I'm in danger."
Yep. Meme ini. Seratus persen menggambarkan keadaanku sekarang.
Sepertinya aku harus membuat surat wasiat? Aku perlu menghibahkan semua koleksi komik yang sudah kukumpulkan sejak SD, dan aku juga perlu mencantumkan username dan password untuk game Genshin Impact yang kumainkan agar namaku bisa dikenang selamanya.
Ya, sepertinya surat wasiat harus kubuat sekarang juga.
Baru saja aku akan mengeluarkan buku dari ransel tipis yang bersandar di bahu, suara mobil berhenti di pinggir jalan sekitar sepuluh meter dari posisi membuatku membeku.
Uh oh. I'm in danger.
Sebut aku pengecut, tapi aku benar-benar tidak berani mengangkat kepala. Suara pantofel bertemu dengan aspal beton, semakin keras dan semakin dekat, sukses memunculkan keringat dingin. Setengah dari diriku berharap orang ini tidak akan mengenaliku. Rambutku kan sudah dicat warna biru muda, sangat kontras dengan warna orisinalnya yang hitam kelam. Namun, setengah diriku lagi (mungkin sebenarnya kurang, seperti sepertiga atau seperempat, atau sepersepuluh!) berharap dia masih mengingatku.
"Oi."
Tubuhku terlonjak terkejut. Suara itu berat. Lebih berat dari yang kuingat, tetapi tidak seasing yang kukira.
Pelan, aku mengangkat kepala untuk mendongak. Matahari sore harusnya tidak begitu terik, tetapi entah kenapa aku jadi memicing untuk melindungi mata, sampai bayangan yang terpantul di iris cokelat gelapku mulai fokus. Akhirnya aku bisa melihat wajahnya. Wajah yang tak jauh berubah sejak lima tahun yang lalu ... hah?
"Siapa?"
Kepalaku dijitak.
***
"Ini penculikan! Aku enggak mau! Lepasin! Lepasin, enggak? Aku nanti teriak, lho! Tolo-mmph!" Mulutku disumpal dengan telapak tangan, aku berusaha memberontak sekuat tenaga, tetapi sepertinya sia-sia.
Tahu begini aku rutin olahraga alih-alih fokus main game seharian!
"Diam. Masuk mobil," ancam orang ini sambil melotot.
Aku gemetaran. Takut. Aku takut sekali. Siapa yang menculik orang di siang bolong begini? Orang gila! Pasti orang gila!
"His!"
Aku menjilat telapak tangan yang membekap mulutku, langsung saja orang ini menarik tangannya sambil menunjukkan ekspresi jijik. Aku tersenyum penuh kemenangan sebelum mendorong orang asing ini sampai terjatuh. Tanpa lihat kanan-kiri, aku langsung kabur menyeberang jalan.
Di saat-saat seperti ini, bisa-bisanya aku membayangkan apa yang terjadi jika ada mobil yang melaju kencang dan menabrakku. Katanya bisa bikin tubuh terbang, nyawa juga lepas sekalian. Masalahnya aku belum mau mati dan aku juga belum selesai membuat surat wasiat.
Kemungkinannya hanya ada dua, aku akan tertabrak atau bisa menyeberang dengan selamat.
Namun, aku sama sekali lupa memikirkan kemungkinan untuk "diculik" karena itulah yang terjadi. Baru saja aku sampai ke seberang jalan dengan selamat, tanganku ditarik dan dipaksa masuk ke dalam mobil yang datang entah dari mana, ponselku terlepas dari tangan dan menghantam aspal dengan mengenaskan.
"Tolong!" Suaraku teredam di dalam mobil yang langsung melaju kencang meninggalkan sekolah.
Dadaku bergemuruh kencang. Aku diculik! Aku diculik!
Padahal dulu aku membayangkan jika suatu saat akan diculik, aku bisa melawan dan memberontak. Tapi enggak ada yang pernah bilang kalau diculik itu semenyeramkan ini! Aku tidak bisa berkata-kata, rasanya mau pingsan saja!
Aku takut. Aku takut! Aku takut!
Telingaku dipenuhi oleh suara jantungku sendiri, jadi jika penculik itu bilang sesuatu, aku tak bisa mendengarnya.
Wasiat! Benar juga, di saat seperti ini aku harus buat surat wasiat. Kali ini dijamin bakal berguna!
Buru-buru aku meraih ke dalam tas, merobek kertas dan mengambil pensil. Tanganku gemetaran hebat. Oke, oke, surat wasiat ini harus kutulis sebaik mungkin. Kalau tulisannya beda sedikit saja, bisa-bisa dikira palsu.
Aku menghibahkan seluruh koleksi buku komik yang kusimpan di kontainer bawah kasur kepada siapa saja yang membutuhkan (dilarang keras menjual!). Aku memberikan akun Genshin Impact-ku dengan username AkU12 dan password qscvhu6 kepada yang pertama kali membaca surat wasiat ini.
Tertanda,
Sebenarnya mataku sudah berkunang-kunang karena berusaha fokus menulis di dalam mobil yang sedang melaju begini. Rasanya mau muntah. Aku pusing. Takut dan kacau. Apa ini akhirnya? Padahal aku hanya menunggu dia datang.
***
Saat terbangun lagi, aku sama sekali tidak merasa kesakitan. Tanganku juga tidak diikat, mulutku masih bisa terbuka dan sudah mengeluarkan iler pula. Mereka ini benar-benar penculik yang tidak profesional!
Ralat, aku bukan terbangun, tetapi dibangunkan. Orang-orang ini memakai jas formal seperti pekerja kantoran, membukakan pintu untukku seolah aku adalah majikan yang dilayani.
Majikan?
"Bos sudah menunggu di dalam," kata orang yang menahan pintu mobil tetap terbuka.
Barulah aku sadar kalau mobil ini berhenti di depan restoran Italia bintang lima, alih-alih gudang terbengkalai atau gubuk di dalam hutan. Tidak, aku tidak salah lihat. Ini fix Restoran Amor yang terkenal itu. Sekali makan bisa di atas satu juta. Tapi kenapa mereka mau aku masuk? Apa ini cara penculikan terbaru? Dipaksa membayar makan di restoran mahal?
Uangku memang banyak, tetapi aku tidak terima diperas seperti ini!
Mengelap iler di sudut bibir, aku menyandang ransel ringan di bahu kanan dan menggenggam surat wasiat darurat di tangan kiri. Dengan gagah aku melangkah masuk ke dalam restoran yang kelihatannya nyamuk saja tidak bisa lewat.
Persetan dengan baju sekolah yang sedang kupakai!
Kupikir saat masuk aku akan dihadang oleh pelayan atau resepsionis. Ternyata tidak sama sekali. Malahan aku tidak melihat tamu atau orang lain di dalam. Tempat ini sangat sepi dan mencurigakan.
Sampai mataku terhenti di sebuah meja di tengah, terlihat seperti dua meja besar yang disatukan. Meja itu penuh dengan berbagai macam makanan, beberapa aku kenali sebagai makanan favoritku. Makanan favoritku?
Perutku bergemuruh tanpa tahu malu.
Sepertinya (oh tidak, sebenarnya aku sangat yakin seratus persen) segala kekacauan sejak pulang sekolah sampai detik ini membuatku lapar. Sebagai manusia normal, tentu saja kakiku dengan cepat bergerak menuju meja besar yang kusadari mulai menebar aroma lezat.
Baru saja aku mengelap iler selepas bangun, sekarang rasanya ilerku sudah akan jatuh lagi.
"Akhirnya datang juga?"
Kali ini aku benar-benar melompat karena terkejut. Suara ini, tidak salah lagi! Sama sekali tidak ada bedanya dari yang teringat dalam memoriku! Aku mendongak dan akhirnya, akhirnya aku bisa melihat wajah menyebalkan ini lagi! Berdiri di samping meja dengan jas formal yang jelek!
"Halo adikku yang manis, menikmati perjalananmu ke sini? Rambutmu bagus juga."
Aku masih mematung. Sepertinya semua kejadian ini memang membuatku trauma.
Surat wasiat di tanganku direbut olehnya, satu alisnya terangkat.
"Buku komik dan Genshin Impact? Apa itu Genshin Impact?" Dia menahan tawa sebelum melihatku, kedua tangannya terbentang lebar. "Mana pelukanku setelah lima tahun?"
Seolah tersadar, tubuhku refleks bergerak menyerang, tetapi bukan untuk memukul atau menendang, tetapi menenggelamkan wajahku ke dada bidang itu. Dia menangkapku dengan sukses, seperti biasa.
"Bayar ...."
"Huh?"
"Bayar biaya terapiku! Abang sudah membuatku trauma! Hapeku juga jatuh! Tidak lucu! Huwaaa! Aku kadukan pada Ayah!" Aku menangis keras, tetapi tangiskanku langsung terhenti saat dia menyumpal mulutku dengan sepotong udang kesukaanku. "Awku mwembwencimwu!"
"Tidak, kamu sangat menyayangiku."
Aku menelan udang cepat-cepat. "Aku tahu Abang akan melakukan hal aneh lagi, tapi menculik itu sama sekali tidak lucu!"
"Mau bagaimana lagi, aku perlu tetap ada di sini sebagai jaminan. Dan kamu selalu punya imajinasi liar, jadi terpaksa aku menggunakan cara paksa."
"Abang bodoh!"
Ternyata semua kejadian ini hanyalah perbuatan iseng abangku yang ingin memberi kejutan karena sudah lama tidak bertemu. Padahal aku sangat merindukannya, dan takut sekali kalau dia akan kecewa jika melihat aku tak lagi seorang adik manis yang dulu dia kenal. Mungkin pertemuan kami ini nantinya akan jadi sangat mengharukan. Aku benar-benar bodoh! Abang tetap sama seperti dulu. Tetap menyebalkan, garing, kuno, dan punya cara pikir yang terlalu out of the box!
"Jadi ini surat wasiat? Hartamu sedikit juga."
"Memang aku itu Abang yang sudah sukses dan kaya raya?"
"Tenang saja, habis ini kerja di perusahaanku dan jadi sekretaris. Dijamin kaya."
"Ogah!"
Meskipun begitu, tetap saja aku tidak bisa membencinya. Aku malah senang kami bisa bertemu lagi.
Selesai
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro