Chap 4 : Kekuatan Serunting
"Serahkan kristal itu sekarang juga!" perintah Wija di hadapan Lita.
"Kristal apa yang kau maksud? Aku tak mengerti. Minggir dari hadapanku," jawab Lita yang berjalan kembali menuju mobilnya. Lita tak memperdulikan Wija sama sekali. Ia hanya ingin segera pergi dari sini.
Wija yang merasa kesal karena diacuhkan, mengejar Lita dan mengikutinya sampai ke depan mobil Lita. "Kau pikir bisa pergi begitu saja? Kristal itu hanya akan membawa kemalangan bagi pemiliknya. Kembalikan sebelum kau menyesalinya," desak Wija.
Lita yang merasa kesal karena selalu diikuti Wija pun tanpa sengaja mendorong tubuh Wija dengan tangan kirinya. Sesuatu yang tak disangka pun terjadi. Dorongan itu begitu kuat, seolah ada kekeuatan yang membantu Lita yang membuat tubuh Wija terpental jauh ke belakang dan menghantam dinding pagar besi. Lita sendiri yang tak menyadari kekuatannya, merasa ketakutan den memilih segera pergi, meninggalkan Wija yang tergeletak .
***
Apa yang terjadi padaku? Kenapa Arya berubah menjadi batu? Lalu siapa pria yang tak sengaja kulemparkan tadi? Pertanyaan-pertanyaan ini berputar di benaknya. "Apa mungkin ini semua karena susuk yang diberikan kucing hitam itu. Sial. Aku harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi," gumam Lita saat ia berhenti di lampu lalu lintas.
Ketika traffic lights sudah menunjukkan warna hijau, Lita mulai melajukan mobilnya. Kali ini ia menuju kembali tempat di mana pertama kali bertemu dengan kucing hitam. Ia harus mencari tahu apa yang terjadi dengan tubuhnya. Dia harus dapat penjelasan tentang ini semua.
Lita yang tiba di Kafe disambut kembali pria berpakaian pelayan yang memang mengenalinya, "Apa ada yang ketinggalan Nona?" tanyanya sopan.
"Tidak. Aku hanya mencari sesuatu, apa mungkin kamu melihat kucing hitam berkeliaran di sekitar sini?"
"Kucing hitam? Aku rasa tidak ada kucing berwarna hitam yang sering berkeliaran di sekitar sini," jawabnya yakin.
"Kau yakin?"
"Ya. Apalagi ini sudah malam, biasanya kucing hanya berkeliaran di waktu siang saja."
Lita hanya bisa membuang napas putus asanya. Ke mana dia harus mencari kucing hitam itu. Hanya di sini satu-satunya tempat yang bisa ia datangi untuk mencarinya. Apa aku harus bertanya pada pria aneh yang tadi, batinnya kemudian.
"Apa ada yang bisa kubantu lainnya, Nona?" tanya pelayan itu sopan.
Lita hanya berusaha tersenyum membalas tawaran pelayan tersebut. "Tidak perlu. Aku mau pulang sekarang ... atau kau bisa memberitahukan aku sesuatu?" tanya Lita yang tiba-tiba mengingat sesuatu.
"Apa itu Nona?"
"Apa kau tahu Siapa Pangeran Serunting? Yang katanya seorang pemuda yang suka mengutuk seseorang. Apa yang diucapkannya bisa terjadi."
"Pangeran Serunting? Ah, saya ingat. Itu nama lain dari Pendekar Si Pahit Lidah."
"Pahit Lidah?" ulang Lita tak mengerti.
"Nona tidak tahu cerita rakyat Si Pahit Lidah?"
Lita hanya menggeleng. Sungguh ia tak mengerti siapa sebenarnya Pangeran Serunting? Apa itu Si pahit Lidah? Dan apa hubungannya dengan dia saat ini?
"Si Pahit Lidah adalah pendekar dengan nama asli Pangeran Serunting. Dia tidak memiliki lidah yang pahit, melainkan itu hanya julukannya saja. Karena apapun yang ia ucapkan bagai petuah, yang akan terjadi. Tapi Pangeran Serunting terkenal dengan kutukannya yang tak baik. Jika dia berkata jadilah kau batu, maka seketika apapun itu akan berubah menjadi batu," jelas pelayan itu dengan singkat. Namun, dapat dimengerti oleh Lita.
Lita yang mendengar itu semua terkejut dan tak percaya. Itu berarti, dia meminta kekuatan yang tak baik. Ia diberikan kucing hitam itu kekuatan yang salah. Lalu apa yang akan terjadi sekarang.
"Apa ada yang lainnya Nona?"
"Ah, tidak. Aku akan pulang sekarang. Terimakasih," jawab Lita dan keluar dengan langkah gontai.
Kini Lita berdiri di pinggir pagar yang menghadap langsung aliran Sungai Musi. Ampera dengan lampu malamnya begitu tegar dan indah. Angin malam menerpa kulitnya, dan menusuk hingga ke tulang. Ia tidak tahu apa yang harus dia lakukan sekarang. Menerima kekuatan ini dengan senang hati atau membuangnya, tapi bagaimana caranya. Lagipula semua ini terjadi karena kehendaknya sendiri. Ia hanya bisa menatap lekat telapak tangan kirinya tanpa bisa berbuat apa-apa.
"Aku harus pulang dan menjernihkan kepalaku," ujarnya pergi meninggalkan tempat itu dengan kegundahan.
***
"Sudah ku kira dia ada di sini," ujar Wija yang melihat Lita dari atas Ampera. Karena Wija bukan manusia biasa makanya dapat melihat dengan jarak pandang yang jauh. Ia pun dapat mendengar dengan jelas pembicaran Lita dan pelayan kafe.
"Aku harus mencari cara mengambil pecahan kristal mustika itu tanpa menyakiti inangnya. Sebaiknya aku mengawasi dia dari jauh saja dulu. Lagipula dia sudah memahami kekuatan yang dia miliki sekarang, aku harap dia tidak mengunakannya, untuk disesali di kemudian hari. Seperti kejadian di masa lampau."
Wija mulai terbang dan mengikuti Lita dari atas mobil. Yang tentu saja tidak disadari oleh Lita sendiri dan yang lainnya. Karena dia sedang menggunakan ajian menghilang dari Siwar Trisula miliknya.
***
Lita sedang memarkirkan mobilnya di garasi saat ia melihat beberapa lampu dari dalam rumah sudah dinyalakan. Dia yakin itu Nilan, atau itu orang suruhan ayahnya. Mereka benar-benar tak sopan. Seenaknya saja memasuki rumah orang lain tanpa permisi terlebih dahulu. Lita mendengus kesal jika mengingat ucapan Arya saat pertengkaran mereka tadi. Ia sadar semua ucapan itu memanglah benar. dan kejadian seharian full ini membuatnya lelah. Bahkan jika harus bertengkar kembali dengan mereka di dalam.
Saat Lita membuka pintu rumahnya. Ia menyadari jika rumah itu masih berantakan seperti ia tinggalkan tadi pagi. Itu artinya yang datang bukanlah Nilan, karena Nilan tidak akan pernah betah tinggal di rumah yang berantakan seperti ini. Lalu siapa yang menghidupkan lampu-lampu ini. Perlahan ia melihat ke sekeliling rumahnya. Tak ada tanda-tanda kehidupan. "Sepi. Apa tadi pagi aku memang lupa mematikan lampu dan mengunci pintu," gumamnya sambil meletakkan kunci mobil di atas meja.
Lita pun melepaskan ikatan rambutnya dan mulai membuka ikatan sepatunya, tiba-tiba ia dikejutkan oleh suara seseorang di depannya, "Wah, Bro, kita dapat mangsa cantik malam ini rupanya."
"Siapa kalian?" teriak Lita yang melihat dua orang pria berbadan kekar berdiri tak jauh di dekatnya. Seseorang di antaranya bahkan sedang memegang senjata api di tangannya.
"Nona manis, kami hanya tamu di rumah ini. Apa kau tahu di mana letak barang-barang berharga di rumah ini," ujar pria yang yang memiliki tatto elang di lengan kirinya.
Seakan tak ada rasa takut, Lita malah tertawa dengan cukup keras. Membuat dua orang pria di hadapannya marah karena tak diindahkan.
"Woi, kenapa malah ngakak! Cepat beritahu, atau kau ingin mati di tanganku," ujar pria lainnya yang terlihat kesal dan monodongkan senjatanya ke wajah Lita.
"Dasar pencuri bodoh. Barang berharga, Hah? Aku beritahu kalian berdua, di rumah ini tidak ada barang berharga! Lemari es saja kosong apalagi yang lainnya," ujar Lita tak takut. Dia bahkan duduk begitu santai di sofa.
"Sebaiknya kalian berdua segera pergi dari sini, hari ini sudah cukup melelahkan. Atau kalian mau cari mati?" ancamnya kemudian.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro