Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

0.5 Greou Si Exorcist Pemula

Aku setengah sengaja dan setengah tidak sengaja bikin si exorcist pemula kencing di celananya. Karena aku hantu yang baik, kuundang dia masuk supaya bisa ganti celana. Ternyata dia bawa cadangan.

"Memangnya kamu sering mengompol? Sampai bawa cadangan segala," komentarku, menemaninya mencuci di sungai belakang rumah Emily.

"T-tidak! Bukan begitu!" teriaknya. Dia mengeluarkan terlalu banyak tenaga untuk membilas. Alhasil, air terciprat ke mana-mana, membuat jubahnya basah. Aku tidak kena karena ini tubuh astral.

Ya, aku tidak bisa mandi.

Tidak, aku tidak bau.

Kenapa? Karena aku hantu! Aku sudah mati!

"Terus buat apa?" tanyaku. Tak kuhiraukan dirinya yang mengeluh ketika terciprat air karena ulahnya sendiri.

Masih mengenakan jubah basahnya, anak itu menjawab, "Sedia mantra sebelum berhadapan dengan hantu. Ibuku selalu bilang begitu. Makanya aku selalu bawa pakaian ganti saat berpergian, jaga-jaga kalau kehujanan."

Aku melongo sejenak terus berceletuk, "Bukannya yang benar itu 'sedia payung sebelum hujan'?"

"Heee?" Dia menoleh, menatapku heran. "Peribahasa dari daerah mana itu?"

"Indonesia."

"Indonesia? Di mana itu?"

"Bumi?"

"Bumi---"

"Oke, stop. Giliran aku yang tanya," cegatku sambil menirukan gaya polisi pengatur lalu lintas. Barusan aku hanya menjawab sekenanya karena malas, tapi lama-lama jengkel juga dengan responsnya.

Anak laki-laki itu diam. Terperanjat dia waktu aku beranjak duduk di sebelahnya, mencelupkan kaki ke dalam sungai. Sama sekali tidak terasa segar, tapi aku suka rasanya saat arus air menembus kakiku. Tanpa sadar aku sudah tersenyum saat bertanya, "Namamu siapa?"

Si calon exorcist terbaik bengong. Gerakan tangannya terhenti. Untung kekuatannya tidak hilang, jadi celananya tidak hanyut dibawa arus. Dia kemudian menggeleng-gelengkan kepala untuk menyadarkan diri. "Greou. Namaku Greou," ucapnya lantas kembali mencuci.

Greou melirik ke arahku sebentar saat balas bertanya, "Kalau Nona Hantu? Namanya siapa?"

"Panggil saja Jelly," jawabku sambil mengayun-ayunkan kaki, kemudian mulai bersenandung pelan.

"Jelly?" Greou mengerjap-ngerjap. "Makanan manis yang kenyal itu?"

"Iya. Cocok dengan aku yang manis ini, 'kan?" kataku dengan alis naik-turun dan senyuman miring.

Krik, krik, krik ... bunyi hening yang amat canggung. Si Greou cuma diam, aku jadi malu. Cobalah kalau bisa kupukul. Oh, kepalanya pasti benjol.

Terbaik memang kalau kalian baca pakai nada lagu Tik Tik Tik Bunyi Hujan. Aku bangga.

Setelah canggung yang diisi oleh bunyi aliran sungai, kicauan burung, dan embusan angin yang menerpa dedaunan, akhirnya aku punya keberanian untuk angkat bicara lagi. "Greg, kamu nggak lagi mikir cara buat mengusirku ke tanah orang mati, 'kan?"

Pertanyaan tersebut tentunya disertai lirikan sinis. Tampak Greou tersentak dan gerakannya berubah kaku. "T-tidak. Mana mungkin aku bisa melakukannya setelah mantra pengusiran terkuatku gagal," jawabnya dengan bumbu tawa canggung serta sedih.

Greou, selesai dengan cuciannya, menoleh padaku. Dari wajahnya dia masih takut-takut, atau dia hanya gugup. Terbata-bata dia berucap, "A-anu ... namaku Greou, bukan Greg."

"Grego, oke."

"...."

Sebelum dia sempat komplain lagi, buru-buru kuangkat topik baru. "Jadi, Grego. Sudah berapa lama kamu jadi exorcist?"

Anak itu tampaknya pasrah dipanggil Grego. Dia mengembuskan napas berat lalu mulai menghitung-hitung. Pada akhirnya dia malah mengendikkan bahu terus bangkit berdiri.

"Aku sudah belajar sejak kecil. Tidak ingat berapa lama," ujarnya sembari berjalan menuju tali jemuran di samping rumah.

Mengekorinya, aku bertanya lagi. "Sekarang umurmu berapa? Lima belas? Enam belas?"

"Enam belas. Kalau Jelly---eh." Greou mematung untuk sepersekian detik dalam posisi hendak menjemur celana serta dalamannya. Secepat kilat dia menuntaskannya lalu berbalik menghadapku dengan kedua telapak tangan dipertemukan, katanya, "Maaf! Aku salah omong! Harusnya aku tidak bertanya yang seperti itu."

"Puh---" Aku menahan tawa dengan satu tangan menghalau mulut. "Karena aku hantu?"

Masih dalam pose yang sama, Greou mengangguk. Kedua matanya terpejam. Dikira aku akan menerkamnya? Padahal aku bukan hantu jahat.

"Ekhem!" Tangan kulipat di depan dada. Supaya sedikit lebih tinggi darinya untuk mengintimidasi, aku menggunakan salah satu keuntungan hantu, yaitu melayang. Hanya satu jengkal di atas tanah karena aku tidak mau buang-buang energi jiwa untuk hal sesepele ini.

Puas membuat Greou tegang sampai sedikit gemetar, aku akhirnya bicara. "Kalau kau benar-benar menyesal, manusia, kau harus melakukan sesuatu untukku."

"A-apa itu?"

Entah kenapa aku jadi lebih sering tersenyum. Hanya saja, aku yakin senyum yang kutunjukkan sekarang ini akan menghantui Greou di mimpinya.

"Ajari aku semua yang kau tahu tentang kekuatan hantu-hantu di dunia ini. Hanya setelah kau selesai, maka aku akan memaafkanmu," ucapku dengan suara yang tadi. Suara rendah yang kugunakan untuk menakut-nakuti Greou sampai dia kencing di celana.

Kulihat anak itu seperti sedang memaksakan diri untuk menelan ludah. Dia bertanya, "Se---semuanya?"

Dengan anggukan mantap, aku menjawab, "Ya, semua yang kau tahu."

Demikian dimulailah les perhantuan dengan Greou si exorcist pemula sebagai tutor dadakan. Tentu kami masuk ke dalam untuk memulai pembelajarannya. Kupersilakan tutorku duduk di tempat Emily biasa menerima tamu (jarang sekali), lalu kubawakan jus jeruk dan gelas.

"Kalau mau minum, tuang saja sendiri, ya," ucapku sebelum mengambil tempat duduk di depannya. "Itu jus jeruk buatan Emily. Nggak beracun, kok."

Walau awalnya agak ragu, ujungnya dia langsung minum dua gelas penuh karena kehausan. Setelah memuji minuman buatan Emily, Greou dengan senang hati dan penuh antusias berbagi pengetahuannya dalam lingkup perhantuan. Mungkin dia lupa kalau yang duduk di depannya ini bukan manusia hidup.

Baiklah, menurut Greou, hantu di dunia ini terbagi menjadi beberapa tingkatan tergantung seberapa banyak dendam yang mereka simpan. Dimulai dari arwah penasaran yang secara pribadinya sama sekali tidak punya dendam, hanya terikat dengan dunia oleh urusan yang belum selesai. Kayaknya aku masuk kategori ini.

Lalu ada arwah pendendam yang terbagi jadi dua. Tingkat I lebih ganas dan sensitif daripada tingkat II. Terakhir, yang paling berbahaya, adalah jiwa-jiwa yang malang yang telah jatuh dalam kegelapan. Katanya, Greou belum pernah bertemu dan semoga tidak akan bertemu dengan yang seperti itu.

"Menurutmu, aku masuk kategori yang mana?" ucapku dengan wajah berseri-seri yang semoga saja tidak mengerikan di matanya.

Greou memasang pose berpikir, menatapku lamat-lamat. Dia terlalu fokus sampai kukira dia menatap sandaran kursi, bukannya aku. Anak laki-laki itu kemudian menjawab, "Arwah penasaran...? Aku yakin Emi tidak akan membiarkan arwah pendendam tinggal di rumahnya."

"Emi?" Aku menaikkan sebelah alis.

Enggan membahas hal itu, dia berdeham terus melanjutkan. "Tapi kau punya kemampuan seperti arwah pendendam."

"Oh? Yang bagaimana?" Dia ini tahu jelas apa yang lebih menarik buatku daripada nama panggilan lucu itu. Biarlah, aku bisa ungkit soal nama panggilan itu nanti.

Greou menghabiskan sisa minumannya baru menaruh gelasnya di meja. "Itu...," ucapnya takut-takut. Matanya jelalatan. "Waktu di halaman tadi, rongga matamu berubah kosong, hitam pekat."

"Seperti ini?" Aku melakukan gerakan cilukba. "Bwaaa!"

"HYAAAAAA!!!"

Bersambung....

Clou's corner:
Kalau kita pake PoV Grego, genre-nya mungkin bakal jadi HMT (⁠ ⁠╹⁠▽⁠╹⁠ ⁠)

28-09-2024

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro