Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

7

Ya, aku takut. Iya, dia memang mengerikan. Tapi dia mengundangku. Dan aku penasaran. Aku sudah menyabarkan diri selama hampir seminggu. Sekarang Rabu malam, dan aku betulan tak bisa menahan diri lebih lama lagi.

Aku ingin mendengar suara riangnya sekali lagi agar aku ingat dan percaya bahwa dia benar-benar ada, bahwa aku benar-benar pernah bertemu dengannya. Percakapan yang hampir ramah dengannya terus terngiang di benakku, membuatku bertanya-tanya apakah aku cuma berkhayal.

Jadi aku kembali lagi. Kali ini tanpa senter karena satu-satnya senter yang kupunya hilang di sini. Aku bisa mengatasi kegelapan.

Orang tuaku pasti bakal marah kalau tahu aku keluar selarut ini, ke tempat sepi pula. Tapi mereka tidak tahu. Aku hanya harus punya pengaturan waktu yang tepat.

Aku berdiri persis di tempat kemarin, menunggu. Sesekali aku melirik ke sana-sini kalau-kalau melihat ada senter tergeletak.

Aku nyaris lega ketika mulai mendengar suara-suara bersamaan dengan berembusnya angin dingin. Seperti kemarin, seolah ada benda jatuh, yang disambut dengan petokan ayam. Aku mulai gemetaran, tapi bisa segera kukendalikan.

"Kamu konyol sekali, ya."

Aku terlonjak di tempat. Napasku pendek-pendek. Jangan takut. Si setan itu kan lumayan ramah. Suaranya tidak menakutkan, hanya seperti suara cowok remaja biasa.

Kuberanikan diri membalas. "Kamu beneran setan? Udah mati?"

"Iyalah."

"Setan yang ... suka ngobrol?"

Aku bersumpah mendengar suara dengusan meski aneh rasanya membayangkan pendaran hijau bekas orang yang sudah mati itu bernapas. "Nggak terlalu," dia tertawa, "Apalagi yang kuajak ngobrol minta foto terus lari ketakutan."

Pipiku terasa memanas kala menyadari maksudnya. Warna hijau tiba-tiba memenuhi jarak pandangku, dan aku terjengkang. Segera saja kututup mataku, takut melihat kepala ayam.

"Kamu datang lagi," dia berucap, "tapi kamu masih takut. Kenapa? Buat apa kamu ke sini? Aku jelas nggak mau difoto. Jangan bilang kamu mau jadi sok berani kayak tokoh-tokoh di film horor itu. Penasaran, masuk ke tempat berhantu, terus ujung-ujungnya mati."

Mau tak mau, aku terkekeh pelan. "Nggak kok, aku cuma mau minta selfie. Buat feed Instagram, biar keren gitu."

Hening sejenak sebelum dia bertanya, "Instagram itu apa?"

"Kamu betulan nggak tau?" Aku tertawa. "Hidup di zaman batu, ya?"

"Aku udah mati lumayan lama, kayaknya."

Pernyataan itu membuatku terdiam. "Oh," gumamku, lalu hening kembali merajalela.

Aku amat bersyukur ketika dia berkata, "Nggak sopan tau, merem pas diajak ngomong, apalagi kamu duluan yang mulai."

Aku meringis. "Asal kamu nggak pakai kepala ayam aja."

Dia tertawa. "Nih, aku udah balik jadi cowok ganteng. Melek dong."

Aku agak sangsi dengan frasa "cowok ganteng" barusan, tapi tetap membuka mata.

"Nah, gitu kan enak."

Parahnnya, dia betulan jadi cowok ganteng, kalau mengabaikan fakta bahwa warnanya full hijau. Rambutnya agak acak-acakan. Tulang pipinya tinggi, dengan bibir tipis yang indah. Sebagai cewek, aku merasa agak terhina karena bibirku sendiri tidak seindah itu.

Dia tersenyum (membuatku berkedip kaget karena tak menyangka setan bisa tersenyum). "Nah, kita belum kenalan dengan benar kemarin." Dia menyodorkan tangan padaku, seolah mengajak bersalaman. "Namaku Wilis."

Aku menganga.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro