Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

should i give up?

Malam ini tidak panjang untuk semua orang akan tetapi, begitu lama dilalui bagi Fajar. Sejak sore tadi hujan tiba-tiba turun, mulanya hanya setitik air jatuh menyentuh aspal jalanan. Tapi perlahan dan pasti kawanan air itu mulai menguhujam bumi dengan keras. Fajar tertawa diantara sendu hatinya. Bahkan hujanmu tau.

“bodoh.” maki Fajar pada dirinya. Seluruh tubuhnya dingin akibat air hujan yang mengguyurnya. Bukan ingin Fajar terjebak dalam kumpulan hujan. Tapi keadaanlah yang memaksanya.

Fajar memarkirkan motornya di depan warung tenda. Berharap bisa menghangatkan tubuh dengan segalas susu jahe. Ternyata bukan hanya Fajar yang sedang berteduh, ada sekitar lima orang lain didalam sana. Seseorang baik hati meminta Fajar duduk di sampingnya yang kebetulan kosong.

“kehujanan mas?”

Fajar menatap tanpa senyum seorang laki-laki yang mempersilahkan dia duduk tadi. Fajar tentu malas menjawab pertanyaan yang tidak perlu jawaban itu. Apalagi untuk sekedar mengangguk mengiyakan. Tidak, saat suasana hatinya tengah buruk seperti ini.

“satu pak, jangan terlalu banyak jahenya,” kata Fajar pada bapak pemilik warung mengabaikan pria tua disebelahnya.

“jahe bagus untuk menghangatkan mas.”

Fajar menggosok tangannya, sedikit melirik bapak tua yang sepertinya berumur diatas empat puluhan. Kenapa dengan bapak tua ini? Pikir Fajar heran.

“silahkan mas,” kata pemilik warung seraya menyerahkan pesanan Fajar.

“terima kasih.”

Fajar meletakkan susu jahe pesanannya seraya menunggu dingin ia mengecek ponselnya. Belum ada satu pesan whatsapp pun yang diterimanya sejak tadi pagi. Berkali-kali Fajar mengecek nama kontak Dinikuw, memastikan perempuan itu sedang aktif.

“dimimun selagi hangat mas.”

Fajar mengenggam kuat ponselnya, sungguh suara disampingnya sangat menganggu. Ia tidak butuh orang itu untuk mengomentari apapun yang dilakukannya.

Fajar menarik napas, lalu memasang muka tersenyum kemudian menoleh pada bapak tadi. “iya pak,” ujar Fajar singkat demi kesopanan. Bagaimanapun ia harus menyambut ucapan baik bapak tersebut agar tidak semakin jauh mencampuri urusannya.

Tapi tidak disangka oleh Fajar, bapak tersebut malah semakin tertarik dengan Fajar.

“perempuan memang suka begitu, sebagai laki-laki harus rela mengalah dan berkorban.”

Fajar menoleh, apa kata bapak ini? pikir Fajar bingung. Kenapa bapak ini seolah bisa membaca pikirannya. Fajar mengusap dahinya, takut ada tulisan yang menandakan ia sedang memikirkan Dini, walau kenyataannya memang begitu.

Dini perempuan yang membuatnya mabuk kepayang dan hampir gila. Entah bagaimana awalnya seorang Dini mampu mendominasi seluruh isi kepalanya. Dini tidaklah seperti perempuan lain, gayanya begitu sederhana. Tidak pula banyak bicara, hanya sekali menimpali candaan temannya. Tapi, suatu hari Dini tersenyum dan tertawa hingga membuat matanya menyipit dan sebuah lengkung tercipta di pipi kirinya. Fajar dibuat membeku dengan senyum dan tawa Dini kala itu. Fajar pun perlahan mengangugumi Dini. Diam-diam Fajar selalu tersenyum saat dini tersenyum bahkan saat Dini berbicara Fajar memusatkan perhatiannya.

“ini kenapa ya begini?”

Fajar tersenyum saat mengingat Dini. Saat itu kali pertama ia dan Dini makan di sepulang kerja. Dengan modus mengantar Dini, Fajar mengajak Dini makan di cafe kecil. Tanpa disangka Fajar, Dini tidak menolak. Sepanjang menunggu pesanan, Fajar dibuat kembali terpesona dengan segala tingkah Dini yang berbicara pada menu. Fajar bahkan menahan tangannya untuk tidak mencubit pipi Dini.

“ini salah loh, Jar. Masa ada jus orange dan jus jeruk. Ini kan artinya sama orange kan emang jeruk.”

“nah ini lagi, masa typo nulis ini harusnya keju ditulis keji.”

Begitu seterusnya, Dini berbicara sendiri. Fajar tentu saja hanya menjadi penonton.

“udah enggak usah dibaca.”

Malam itu Fajar menetapkan bahwa Dini adalah orang yang tepat untuk mengisi hatinya. Tapi, satu hal yang membuatnya kecewa. Ternyata Dini tidak memiliki perasaan sama sepertinya.

“kamu udah aku anggap seperti abangku sendiri.”

Entah bagaimana Fajar melukiskan betapa hancur hatinya saat itu. Selama ini perlahan kedekatannya dengan Dini tidak berarti apa-apa bagi Dini.

“kami kecewa?”

Tentu saja batin Fajar mengiyakan akan tetapi, kepala Fajar menggeleng. Betapa pun Fajar tidak ingin menunjukannya. Dan perjalan mengantarkan Dini tidak semenyenangkan seperti biasanya. Dini diam, Fajar pun sama.

Setiap hari bertemu Dini bukanlah hal mudah bagi Fajar. Semakin lama rasa yang berusaha dikuburnya kian menjadi subur. Fajar bingung, ia tidak ingin merusak pertemannya dengan Dini sesuai janjinya pada Dini kala itu.

“Jar, janji sama aku kamu enggak seperti temanku yang lain, karena aku enggak terima kamu jadi pacar aku. Aku pengen kita berteman dulu untuk sekarang.Aku nyaman sama kamu.”

Tapi Fajar bukanlah laki-laki yang mudah melupakan hal yang disukainya. Rasanya pada Dini membuatnya tersiksa. Hingga suatu hari Fajar berhenti berbicara pada Dini demi mengikis rasa yang dimilikinya. Agar nantinya ia tidak semakin terluka.

“Jar, kamu kenapa sih?”

“enggak papa.”

“bohong banget. Kamu beda dua hari ini. Ada apa sih?”

“enggak, apa-apa. Ayo pulang. Nanti keburu hujan.”

“kamu kecewa sama aku? Jar.”

“enggak, bener deh.”

“bohong.”

“aku enggak kecewa sama kamu, Din. Aku hanya mencoba mengubur rasaku sama kamu.”

“dengan cara diemin aku gitu? Kamu ngeselin ya Jar. Oke. Kalau kamu mau menghindar biar enggak tambah sayang sama aku, mendingan sekarang kamu jauh-jauh dari aku. Enggak usah nganterin aku. Aku bisa pulang sendiri.”

“kok gitu?”

“itu kan mau kamu.”

“Din, maksud aku.”

“aku tau maksud kamu.”

°°°°

“perempuan memang rumit, kadang dia terlihat menyukai kita tapi terkadang juga ogah-ogahan. Padahal di dalam hatinya memikirkan. Tinggal pinter-pinter kitanya membaca kode dia. Tapi yang namanya kode ya susah dibaca.”

Fajar menoleh lagi ke samping, tidak terasa dia tadi sudah menceritakan apa yang membuatnya uring-uringan. Dan apa yang dikatakan bapak tua ini ada benarnya.

Dini memang kadang terlihat menyukainya kadang juga sebaliknya. Dan hal itu sukses membuatnya bingung.

“perempuan tub biasanya nunggu, si laki membuktikan jadi jangan menyerah. Bukti kan saja.”

Fajar meresapi apa yang dikatakan bapak disampingnya. Ada sesuatu dalam dirinya yang mungkin membuat dini berpikir ulang untuk menerimanya.

Kenapa bari terpikir olehnya. Oh hampir saja dia menyerah akan Dini. Ia harus berterima kasih pada bapak ini.

Belum sempat Fajar mengucapkan terima kasih bapak itu ternyata sudah duduk manis diatas motor dan siap melaju. Bapak itu melayangkan jempolnya dibalasan anggukan Fajar.

°°°°

Selama perjalan pulang Fajar berpikir, tentang rasanya pada Dini. Bahwa seharusnya ia tak perlu repot-repot mengapus rasa itu. Justru sebaliknya seharusnya ia menikmati karena menyukai adalah hal yang indah. Kalaupun diakhir nanti Dini tidak bersamanya masih ada tali pertemanan yang mengikat mereka.

Seperti hujan yang turun hari ini. Hujan jatuh berkali-kali tapi tidak pernah menyerah.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro