Run From You (3)
"Gila lo! Jadi elo udah pernah tidur sama Pak Bagas?" Helen tampak terkejut dan sangat tidak percaya dengan apa yang ia dengar dari mulut bosnya sendiri tadi.
Cherry tidak menjawabnya.
Mereka masih berada di cafe, setelah aksi penyiraman tadi, Bagas langsung meninggalkan tempat itu.
"Kamu masih ingat ternyata," ucapnya dengan mengusap wajahnya yang basah karena kopi.
"Bagus! Aku juga yakin, kamu masih mencintaiku, Cherry. Sama seperti tujuh tahun yang lalu," lanjutnya seraya tersenyum.
"Ck! Kamu berharap aku masih cinta sama kamu? Aku rasa, kamu mungkin yang tidak bisa melupakan aku," Cherry melipat kedua tangannya di depan dadanya.
Tatapannya tajam mengarah ke iris Bagas.
Teman-temannya hanya memandangi mereka bergantian, masih belum paham apa yang sedang terjadi? Apa yang mereka bicarakan?
"Bukankah, kamu yang selama ini selalu mengikutiku kemanapun aku pergi?" Bagas menaikkan sebelah alisnya, menantang balik Cherry.
"Bukannya kamu yang begitu sangat menikmati tubuhku? Oh, aku ingat! Lima kali! Malam hingga pagi itu kamu melakukannya sampai lima kali. Apa begitu nikmatnya milikku, sampai kamu ketagihan?" Cherry sudah masa bodo dengan kalimatnya.
Ia ingat betul, Bagas mengaku hanya sekali main, saat Ryan dan Reza menanyakannya.
Bagas diam. Itu benar, ia tidak mau membantahnya lagi seperti dulu. Kali ini, ia akan mengikuti apa yang akan Cherry lemparkan.
"Diam berarti iya. Dan juga kamu mendapat 20 juta dengan kesuksesan misi kamu. Misi meniduri cewek bego! Bravo, Bagas!"
Bagas tak menyangka Cherry akan mengingat semua kalimatnya saat dulu.
"Selamat sudah menjadi brengsek yang sangat brengsek!" lanjut Cherry.
Bagas tersenyum.
"I am."
Hanya itu jawaban Bagas. Cherry mengepalkan kedua tangannya, rasanya ia ingin sekali memukul kepala pria brengsek didepannya ini.
Melihat wajah Bagas seperti tidak merasa bersalah sama sekali, membuat Cherry semakin membencinya sampai ke ubun-ubun.
"Pasti kita akan bertemu lagi, Cherry," Bagas langsung pergi dari sana tanpa pamit.
"Asshole!" Teriak Cherry saat punggung Bagas mulai berbalik meninggalkan mereka. Namun Bagas tak berniat untuk berhenti, ia berlalu dari sana tanpa menggubris umpatan Cherry.
Ucapan dan tatapan Bagas yang tak merasa menyesal, kini membuat Cherry benar-benar menyesal, dulu ia pernah begitu memuja pria itu selama bertahun-tahun.
"Cher!" Panggil Helen agak keras, karena sejak tadi Cherry sama sekali tak menjawab pertanyaan mereka.
"Gue balik dulu!" Cherry bangkit dan segera pergi dari sana. Bagas sudah merusak moodnya.
Teman-temannya memanggilnya, namun ia sama sekali tak menggubrisnya.
•••
Sudah seminggu sejak pertemuan mereka, Cherry disibukkan dengan pekerjaannya.
"Bu, ada pelanggan yang ingin membuat tuksedo," ucap seorang pegawai seraya mengetuk pintu ruangan Cherry yang memang sengaja tidak ditutup.
"Kan di depan ada tuksedo yang sudah jadi? Suruh dia coba aja dulu," Cherry.
"Beliau bersikeras mau diukur sama ibu, katanya dia hanya mau dilayani sama pemilik butik."
Cherry menghela napasnya, ia segera keluar dan menemui pelanggan yang dimaksud.
"Permisi, Pak. Bisa saya bantu?" tanya Cherry dengan ramah ketika menemui pelanggan tadi yang dimaksud.
Seorang pria yang sedang memunggungi Cherry, berbalik dan tersenyum manis---sangat manis hingga Cherry merasa ingin muntah.
"Aku ingin membuat tuksedo spesial," beritahunya.
"Kenapa ke sini? Bukannya kamu bisa pakai designer paling mahal?" Cherry.
"Bosan saja. Mau lihat hasil buatan designer lokal yang baru," ucapnya enteng seraya melepas kacamata hitamnya.
Cherry masih diam di tempatnya, ia sangat berharap Bagas segera pergi dari sini.
"Kenapa diam saja? Kamu enggak mau ukur badanku dulu? Ayo, waktu adalah uang!"
Demi apapun, tolong! Cherry benar-benar membenci pria ini.
Tak lama, pegawainya sudah membawakan meteran dan alat tulis.
Cherry segera mengukur lengan Bagas, lalu lingkar dadanya.
"Kamu semakin cantik, Cherry," ucapnya disela-sela pengukuran.
Cherry diam saja.
"Aku suka wangi rambut kamu," lanjutnya, seraya menghirup aroma surai cokelat milik Cherry.
Pegawai Cherry ada di sana sedang membantu mencatatkan ukuran bagian tubuh Bagas, mendengar Bagas mengatakan hal seperti itu membuatnya salah tingkah. Bagas tidak peduli dengan keberadaannya.
"Dada dan bokong kamu juga semakin berisi, berbeda sekali dengan tujuh tahun yang lalu. Tapi, dulu pun tetap bagus dan masih kencang."
Tatapan Bagas jatuh pada dada Cherry.
Cherry tak memedulikannya.
"Sekarang, apa masih sekencang dulu?" Bagas menarik pinggul Cherry hingga tubuh mereka saling menempel.
Pegawai Cherry terkejut dan ia hanya bisa menunduk.
"Setelah sama aku, apa kamu tidur dengan laki-laki lain?" Bagas penasaran.
"Kalau iya kenapa?!" Cherry benar-benar merasa direndahkan dengan pertanyaan Bagas. Namun ia menantang kembali.
"Kenapa? Apa karena kamu tidak bisa melupakanku? Saat aku berada di atasmu? Kamu mendesah keras sekali, Cherry. Aku masih meng_"
Plaaakkkk!
Kelima jemari lentik Cherry baru saja melayang keras tepat di wajah Bagas.
Bagas melepas dekapannya.
"Silakan kamu cari designer lain, aku tidak bisa mengerjakan pesananmu. Sampai dua bulan kedepan, kami sudah full ordered," Cherry menatap tajam kearah Bagas.
"Silakan pergi dari sini! Saya masih banyak kerjaan," usir Cherry dengan kalimat begitu formal.
Ia lalu meninggalkan Bagas sendirian. Ia tak peduli lagi soal etika kepada pelanggan. Toh, si brengsek itu bukanlah pelanggannya.
Cherry ingin sekali menelpon seseorang dan memakinya. Hanya Helen yang ada dipikirannya saat ini, kenapa Bagas bisa mengetahui butik Cherry.
Hari Sabtu, Cherry bersama teman-temannya berencana pergi ke club. Melepaskan penat dan bersenang-senang.
Cherry malam ini memakai pakaian yang cukup berani dan seksi. Ia juga memoles kukunya dengan warna merah, semerah darah. Dengan make up tidak terlalu tebal, karena saat ini ia memakai lipstik merah.
Dress ketat berwarna hitam dengan panjangnya tidak seberapa, tepat di atas lututnya. Menampilkan kaki jenjangnya dan hanya menutupi bokongnya.
Malam ini, ia juga membawa serta Dirga, sahabatnya yang selama ini selalu mendukungnya. Cherry tidak kuat minum, oleh sebab itu, ia membawa Dirga agar membantunya pulang.
"Hai, Dirga!" Sapa Leta.
Mereka sudah sampai di club mewah yang Helen sarankan.
"Heh, ngapain ke sini sih?" Cherry.
"Sekali-kali kita masuk club mevvah lah. Siapa tahu gue dapet anak konglomerat di sini," seperti biasa, Helen memang terlalu liar untuk berada di tempat seperti ini.
"Cher, aku pesan minum dulu. Kamu mau apa?" Dirga.
"Wine aja yang biasa, aku enggak mau tepar," Cherry.
Dirga pun ke meja bar untuk memesan minuman dengan barista di sana.
"Kok elo bawa Dirga sih?" Helen.
"Buat jaga-jaga kalo gue tepar."
"Enggak asik ah! Enggak bisa bawa cowok keren ke sini dong!" Helen menggerutu.
"Elo bawa aja, gue sih enggak. Makasih!" Cherry.
"Enggak enak gue sama Dirga. Gue mau elo kenalan sama cowok-cowok baru, siapa tahu bisa dekat sama elo," Helen.
"Dirga juga enggak bakal masalah."
"Dirga tuh naksir elo, Cher! Emangnya elo enggak ngerasa? Kalo kita ngenalin cowok ke elo di depan Dirga, gimana perasaannya?" Kini Sarah menyaut.
"Dirga enggak pernah naksir gue, dia dekat sama gue cuma karena kita sahabatan dan udah kenal lama."
Sarah, Leta dan Helen hanya memutar matanya malas. Mereka saja paham betul bagaimana Dirga menatap Cherry dengan penuh cinta.
Bagaimana mungkin Cherry tidak melihat itu?
Tak lama Dirga datang dengan membawa dua gelas miliknya dan juga milik Cherry.
Semakin larut, musik semakin lebih mengguncang adrenalin.
Sinar laser memenuhi seluruh ruangan, di lantai dansa sudah banyak manusia melenggokkan tubuhnya. Di sudut sana banyak juga manusia berbeda gender sedang saling memagut bahkan sampai saling memangku.
Mereka tak peduli dengan sekitar, yang mereka tahu, girah dan nafsu mereka terpenuhi malam ini.
Banyak para pria tampan dan tentu saja berkantong tebal.
Cherry menyesap wine merahnya dengan perlahan, menikmati musik yang menghentak dan pemandangan vulgar di depan mata.
"Kita turun yuk!" Cherry menggandeng Dirga dengan ditariknya paksa tanpa menunggu jawaban dari pria itu.
"Kalo emang Cherry enggak mau sama Dirga, buat gue bisa kali yah?" Leta.
"Emangnya Dirga mau sama elo?" Ejek Sarah dan Helen bersamaan.
"Ya udah yuk, kita juga turun. Gue mau cari laki tajir malam ini," Helen sudah bangkit terlebih dulu, lalu disusul Leta dan Sarah.
Cherry menggoyangkan tubuhnya dengan lincah, di depannya--Dirga masih saja menjaga jarak dengan Cherry. Ia berusaha agar tidak terlalu menempel dengan Cherry, bisa bahaya.
"Jangan kaku gitu, Ga! Malam ini kita have fun," Cherry.
"Kamu ada masalah?" Tanya dengan sedikit meninggikan suaranya, di sini bising sekali.
"Sedikit."
Cherry menikmati musiknya, ia merangkul leher Dirga dan terus berlenggak-lenggok. Tangan Dirga tepat berada di pinggul Cherry, sedikit meremasnya. Sungguh ia berusaha untuk tidak gila di depan Cherry malam ini.
Ia menatap Cherry dengan dalam, Dirga mulai memajukan kepalanya dan sedikit menunduk.
Ia memagut bibir Cherry. Lembut, basah dan perlahan Dirga menyesapi bibir itu.
Cherry sempat terkejut, namun ia sedang dalam pengaruh alkohol, ia tak menolak yang Dirga lakukan. Ia balas memagut Dirga dengan lembut.
Sudah lama sekali Cherry tidak melakukan hal ini. Dulu, dulu sekali pernah. Hanya dengan si pria brengsek itu.
Tiba-tiba tubuh Cherry ditarik paksa dan langsung terlepas dari Dirga. Mereka terkejut.
Siapa yang berani menginterupsi kegiatan yang menyenangkan ini?
Cherry menoleh dengan memicingkan matanya, ia sudah sangat siap untuk memaki orang tersebut.
"Jangan seperti wanita murahan yang mudah mencium sembarang pria!" Pria itu---Bagas mengucapkan kalimat yang membuat Cherry semakin sakit.
"Lepasin dia! Siapa lo?" Dirga.
"Gue tunangannya!" Bagas menjawab dengan tersenyum miring.
Dirga tak mampu berkata apa-apa, ia cukup terkejut dengan pengakuan pria di depannya yang sedang mencengkram kuat lengan Cherry dengan tatapan yang diselimuti amarah.
"Minggir!" Bagas mengusir Dirga begitu saja.
"Lepas!" Cherry berusaha melepaskan tangan Bagas yang sudah berada tepat di pinggul Cherry. Bagas tidak peduli, ia menuntun tubuh Cherry agar bergoyang mengikuti musik.
"Jangan berani-berani kamu berciuman dengan pria asing!" Bagas.
"Itu Dirga! Lagipula kamu enggak ada hak untuk mengaturku!" Teriak Cherry masih berusaha melepaskan diri dari Bagas.
"Dasar murahan!" Bagas melepas Cherry akhirnya, tatapan begitu tajam menyorot ke Cherry.
Cherry terkejut dengan ucapan Bagas.
Ia terdiam sesaat dengan menahan buliran air mata yang siap jatuh kapanpun.
Cherry menginjak kaki Bagas dengan kencang, Bagas berteriak kesakitan. Ia ingin memaki Cherry, namun saat ia mendongak ke arah Cherry, wanita itu sudah menangis. Air matanya jatuh, namun langsung ditepis kasar oleh Cherry.
Lalu Cherry langsung berbalik dan meninggalkan Bagas. Bagas mengejarnya, kali ini ia tidak mau melepaskan Cherry.
Helen, Sarah dan Leta hanya memandangi mereka dari jauh.
"Ayo kita tolong Cherry!" Sarah.
"Udah biarin aja. Biar mereka menyelesaikan masalahnya malam ini," Helen menahan lengan Sarah.
Sarah dan Leta menatap Helen bingung.
"Ini rencana lo?" Leta.
Helen hanya mengendikkan bahunya tak acuh dan melanjutkan menyesap cairan alkohol yang ada di gelas kristalnya.
Saat Cherry sudah mencapai pintu keluar club, lengannya dicekal oleh Bagas dan pria itu menariknya dengan kencang menuju lift.
Club ini berada di rooftop hotel berbintang lima. Bagas menekan tombol lantai yang ingin ia tuju.
"Lepasin, brengsek! Sialan!" Cherry terus berusaha melepaskan cengkraman tangan Bagas.
Bagas geram melihat Cherry begitu bertekadnya ingin melepaskan diri.
Tanpa aba-aba ia memagut bibir Cherry yang begitu menantang dengan warna merahnya.
Cherry tidak bisa melepaskan diri, kembali ia teringat dengan sentuhan Bagas. Tubuhnya benar-benar tidak bisa ia kendalikan, kakinya lunglai ketika Bagas menyesap bibirnya dengan penuh tergesa-gesa dan mendominasi.
Sangat berbeda dengan tujuh tahun yang lalu. Pagutan pria itu kini lebih menuntut.
Ketika pintu lift terbuka, Bagas melepaskan pagutannya dan menuntun tubuh Cherry yang lemas menuju kamarnya.
Ia sudah memesan kamar disini sejak tadi siang. Ia sudah merencanakannya, seperti dulu.
"Aku mau pulang!" Cherry.
"Kamu akan selalu pulang padaku, Cherry," Bagas mendorong tubuh Cherry masuk ke kamarnya.
Sangat luas, mewah dan harum wangi bunga mawar.
"Jangan gila Bagas!"
"Aku gila sejak merasakan nikmatnya tubuhmu, Cher. Aku menginginkannya lagi," Bagas melepas kancing kemeja navy nya dengan cepat.
Cherry melepaskan heelsnya dan melempar ke arah Bagas, namun tangannya benar-benar tidak sinkron dengan otaknya. Ia sudah setengah mabuk, padahal baru minum sedikit. Heelsnya sama sekali tidak mengenai Bagas.
Toleransinya sangat rendah terhadap cairan alkohol tersebut.
Ia berusaha berlari ke pintu, namun ia tak menemukan keycard yang menempel di dinding.
"Percuma, Cherry. Kamu akan selalu kembali padaku," Bagas sudah bertelanjang dada, namun ia masih mengenakan celana jeansnya.
"Jangan mendekat, Bagas! Aku akan lebih membencimu dari ini," Cherry.
"Kamu berani menolakku?" Bagas berjalan menuju nakas dan mengambil air mineral di gelas yang sudah tersedia.
Lalu menghampiri Cherry yang masih berdiri di sudut pintu.
"Ini, minumlah. Itu air mineral, kamu sedikit mabuk, Cherry."
Tanpa disangka, ternyata Bagas memberikan air mineral tersebut pada Bagas. Dan Cherry menerimanya setelah beberapa lama terheran-heran dengan apa yang Bagas lakukan.
Cherry langsung meminum air tersebut hingga tandas, tenggorokannya kering dan panas. Ia membutuhkan air.
Bagas mengambil gelas kosong dari Cherry dan menaruhnya kembali keatas nakas.
Ia lalu duduk di single sofa menghadap Cherry. Menatap intens ke arah Cherry yang masih kebingungan dengan Bagas.
"Aku mau pulang! Buka pintunya!" Cherry.
"Sebentar lagi," Bagas duduk, punggungnya bersandar pada badan sofa, tangan terlipat di dada, dan satu kaki menyilang diatas kaki yang lain.
Ia seperti sedang menunggu. Tapi Cherry tidak tahu, Bagas menunggu apa.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro