Run From You (2)
Akhirnya mereka sampai di sebuah villa mewah, sangat mewah bahkan. Saat sampai, mereka sudah disambut oleh beberapa pelayan di sini. Entah Bagas mengatakan apa kepada pelayan tersebut, beruntung mereka diperbolehkan menginap hingga esok hari.
Setelah diantarkan ke masing-masing kamar mereka, Cherry bergegas mandi. Karena udaranya sudah sangat dingin.
Baru saja Cherry keluar dari kamar mandi masih mengenakan handuk kimononya, Bagas masuk ke kamar Cherry.
"Bagas? Ada apa?" tanya Cherry.
"Elo udah mandi?" Bagas malah bertanya dan ia duduk di atas ranjang besar.
Cherry mengangguk.
"Mau makan dulu enggak?"
"Tadi kan kita baru makan, aku sih masih kenyang. Kamu lapar?" Cherry.
Bagas menggeleng.
Saat Cherry sedang mengeringkan rambutnya, Bagas tiba-tiba saja sudah berada di belakang Cherry. Bagas memeluk tubuh ramping Cherry.
Cherry terkejut.
"Bagas!"
"Sebentar aja begini. Cuma sebentar," ucap Bagas lirih.
"Ada masalah?" Cherry berusaha tenang dengan yang Bagas lakukan.
"Enggak. Tapi gue senang kita berdua di sini," jawab Bagas.
Cherry tidak mengerti maksudnya.
Bagas menuntun Cherry menuju ranjang, ia duduk dan Bagas memangku Cherry.
"Bagas! Jangan kayak gini, aku risi," timpal Cherry.
"Kenapa? Elo enggak suka?" Bagas terdengar sinis dengan pertanyaannya.
"Bu___bukan gitu, aku enggak enak. Kamu masih pacaran sama Sarah kan?" Cherry.
"Udah enggak. Kita udah selesai, jadi enggak masalah kalo elo duduk di pangkuan gue."
"Elo cantik banget, Cher. Gue baru sadar setelah melihat wajah elo dari sedekat ini," Bagas menelusuri wajah Cherry dengan telapak tangannya dengan perlahan.
Tangan Bagas mulai turun menelusuri lekuk leher Cherry. Tubuh Cherry meremang, ia memejamkan matanya saat tangan besar Bagas menelusuri lehernya dengan sangat perlahan. Bagas juga menghirup aroma tubuh Cherry dalam-dalam.
Cherry tak kuasa menahan gejolak ini. Sentuhan Bagas begitu mempengaruhinya.
Tanpa permisi, Bagas mencium bibir berwarna merah muda itu. Warna alami yang begitu cantik. Alis Cherry yang tebal, netra cokelatnya yang tampak penuh ekspresif, hidung yang pas dan wajah yang begitu imut dan manis.
Bagas tak menampik, semua itu benar-benar mahakarya yang begitu indah.
Cherry perlahan mulai membalas ciuman Bagas, terlihat amatir. Tapi tak mengapa, Bagas menyukainya.
Tangan Bagas mulai membuka kaitan handuk kimono yang Cherry kenakan. Dengan gerakan lembut dan Cherry tidak sadar akan hal itu.
Namun saat tangan besar Bagas menangkup payudaranya yang tidak terlapisi kain apapun, Cherry membuka matanya.
"Bagas, stop! Kita jangan kayak gini," pinta Cherry.
Cherry berusaha menahan diri.
"Kenapa? Besok gue ulang tahun, Cher."
Ya ampun! Cherry melupakan itu.
"Ya ampun, aku belum beli kado buat kamu!" Cherry.
"Gue boleh minta kado gue malam ini?"
"Tapi ini udah malam, enggak ada toko yang buka."
"Gue enggak mau barang. Gue mau elo malam ini," Bagas berkata dengan santai namun sorot matanya sudah menggelap. Ia sudah terlanjur terselimuti gairah.
"Maksudnya?"
"Gue mau memiliki elo seutuhnya malam ini. Elo pasti ngerti kan maksud gue, Cher?"
"Tapi, Gas..."
"Jadi elo nolak gue?"
"Enggak. Tapi___ini pertama kalinya buat aku," Cherry menutup dadanya dengan handuk kimononya.
Ia sungguh malu dan tak siap dengan permintaan Bagas.
"Sama. Ini juga pertama kalinya buat gue, gue mau elo jadi pertama buat gue dan gue juga yang pertama buat elo."
Cherry mencoba menelusuri netra gelap Bagas. Entah apa yang ia cari, ia juga tidak tahu.
Ia mencintai Bagas, tapi ini terlalu cepat untuk memberikan hal yang begitu sensitif.
"Gimana Cher?" Bagas.
Setelah menimbang-nimbang dan berpikir, ini adalah kesempatan bagus, karena Bagas sudah mulai menginginkan Cherry dan iapun mengangguk akhirnya.
Bagas tersenyum dan melanjutkan pagutannya. Awalnya lembut, namun akhirnya semakin menuntut dan bergairah. Handuk kimono Cherry sudah lepas sejak tadi. Tangan Bagas begitu lihai memanjakan bukit sintalnya.
Bagas membaringkan tubuh Cherry dengan perlahan, ia melepas semua pakaiannya dengan cepat. Lalu, mulai menjamah tubuh mulus Cherry. Begitu sempurna, lekukannya pas dan beberapa bagian tubuhnya memang ada yang besar, namun porsinya pas. Benar-benar pas, seakan bukit sintalnya itu memang diciptakan hanya untuk Bagas.
Dan malam ini, Cherry memberikan kado ulang tahun untuk Bagas sesuatu yang sangat berharga. Tak ternilai.
Dengan pemberian kado ini, berarti ia juga kehilangan sesuatu.
Selaput daranya.
Tapi, Cherry melakukannya dengan sukarela. Cherry terlalu mencintai Bagas.
Biarlah Bagas pria pertama yang menyentuh Cherry sedalam ini.
Malam ini, Cherry menyerahkan seluruh cintanya pada Bagas.
Ya, semuanya.
Hingga dini hari, Bagas tidak berhenti melakukan. Ia merasa sangat nikmat. Luar biasa.
Keperjakaannya malam ini juga hilang, tapi tentu saja itu tak mengubah apapun. Yang Bagas tahu, ini kenikmatan duniawi yang tidak terkira.
Begitu mudahnya ia mendapat kenikmatan surgawi dari Cherry.
Gadis itu, sangat luar biasa. Walaupun masih pasif, namun sesuatu di bawah sana sangat candu. Sulit untuk dijabarkan.
Bagas tidak pernah merasa puas. Setelah pertama tadi, kini sudah ke-tiga kalinya ia menggagahi Cherry. Rasanya miliknya minta dipuaskan terus oleh Cherry.
Cherry sudah sangat lelah, perih, sakit, dan rasanya tubuhnya terbelah. Walau ia sempat menikmatinya juga, tapi Bagas seakan tidak mengijinkannya untuk istirahat. Bagas terus saja menggerakkan pinggulnya untuk mencari kepuasan di bawah sana.
"Enak banget, Cher."
"Punya lo bener-bener bikin gue candu."
"Shit!"
Dan masih banyak lagi kata-kata vulgar yang Bagas keluarkan saat melakukannya. Tapi Cherry menyukainya. Ia sudah gila sepertinya!
Ya, tergila-gila dengan Bagas.
Dan kini sudah pukul 09.00 pagi, mereka bergegas pulang kembali. Tentunya sebelumnya, Bagas melakukannya di dalam mobil sesaat sebelum pergi.
Cherry benar-benar tidak bisa menolak Bagas.
Untung saja pelayan Vila tadi sudah mengganti ban mobil Bagas yang pecah itu.
*****
Sudah dua minggu sejak ke puncak bersama Bagas, Cherry belum bertemu dengan Bagas.
Memang ia juga sudah mulai disibukkan dengan kegiatan kampusnya, sehingga jadwalnya padat. Di kampus, ia pernah sesekali bertemu Bagas tidak sengaja.
Namun, Bagas tidak bereaksi apapun. Ia hanya mengangguk sapaan dari Cherry.
Kenapa?
Ada apa?
Apa Cherry bikin salah?
Cherry harus bicara dengan Bagas.
Hari ke delapan belas, Cherry menyempatkan diri ke belakang kampus, tempat biasa Bagas dan teman-temannya nongkrong.
Cherry bergegas ke sana, ia penasaran dengan perubahan Bagas.
"Ha...Ha...Ha...gila lo! Tapi gue penasaran, gimana rasanya belah duren sama perawan?" itu suara Ryan.
Cherry mengenal suara ketiganya. Ia masih berada di balik tembok.
"Biasa aja!" Bagas.
"Anjirrr! Boong banget lo! Pasti Cherry nikmat kan?" Reza.
"Berapa kali lo main sama dia malam itu?" Ryan.
"Cuma sekali."
"Udah deh, ngapain bahas dia sih! Elo belum bayar gue 10 juta. Gue menang tantangan dari elo berdua, gue udah tidurin tuh cewek bego," Bagas risi menjawab pertanyaan mereka.
"Diskon lah buat gue, gue kan udah sediain vila keluarga gue buat elo," Reza.
"Enggak ada! Sesuai kesepakatan, elo berdua tetap bayar gue masing-masing 10 juta," Bagas.
Cherry terkejut.
Bagaikan petir di siang bolong, ia mendengar semuanya.
Jadi, semuanya di Puncak adalah sebuah rencana. Segala sesuatunya sudah dipersiapkan.
Terlebih, Bagas mengatakan 'gue udah tidurin tuh cewek bego' adalah sesuatu yang rasanya seperti sebuah pedang yang ditusukkan ke jantungnya.
Ya, Cherry bodoh!
Bagas benar.
Hatinya campur aduk. Sedih, marah, kecewa, semua jadi satu. Tak sengaja ia menjatuhkan map yang ada di genggamannya.
Brukk.
Cherry segera mengambil map tersebut dan berlari dari sana sebelum mereka menyadari kedatangannya. Ia berlari dengan air mata di pelupuk matanya.
Ia berlari dengan kecewa luar biasa.
Ia berlari dengan perasaan marah. Marah pada diri sendiri yang begitu bodohnya, mencintai seseorang brengsek. Seorang brengsek yang memenuhi hatinya selama ini. Selama bertahun-tahun.
Bagas menyadari suara dari belakang tembok, ia bangkit dan berjalan untuk melihat ada apa.
Yang ia lihat adalah, Cherry, berlari dengan cepat dari sana. Bagas hanya mematung melihat kepergian Cherry.
Yang Bagas tahu, Cherry pasti sudah mendengarnya. Tentang kebrengsekannya.
"Siapa, Gas?" tanya Reza.
"Kucing."
***
Sejak kejadian itu, Bagas belum mampir ke rumah Cherry. Ia memang berniat untuk mengunjungi Cherry di rumahnya, namun hingga hari ini, ia belum menuntaskan niatnya.
Takut?
Malu?
Bingung mau mengatakan apa?
Sepertinya iya.
Di kampus pun ia tidak pernah melihat Cherry. Tapi ia juga tak berniat mencarinya.
Benar-benar pengecut!
Bagas tersenyum miris. Ia memejamkan matanya, ia mengingat semuanya. Kejadian di Puncak.
Semuanya ia ingat dan seperti masih merasakan. Semuanya nyata, saat bersama Cherry.
Ia berbohong pada teman-temannya.
Ia melakukannya bahkan sampai lima kali dengan Cherry.
Semua nikmat dan benar-benar indah.
Namun, ia gengsi mengakui di depan Ryan dan Reza. Jika ia mengakuinya, ia seperti sedang menjilat ludahnya sendiri.
Saat sore hari, Bagas berniat mencuci mobil sendiri. Sudah setengah jam berlalu, ia masih belum selesai mencuci mobilnya.
"Loh, nak Bagas tumben nyuci mobil?" sapa seorang pria paruh baya.
"Eh, iya om. Lagi senggang," balasnya.
"Dari mana om?" Bagas.
"Jalan-jalan sore aja, biar sehat."
"Oiya, Cherry kemana? Di kampus juga saya enggak pernah ketemu," Bagas memulai menyerempet percakapan ke arah Cherry.
"Ooh, Cherry melanjutkan kuliah di Singapura. Sampai nangis-nangis, mana mintanya mendadak," jawab pria tersebut yang adalah ayahnya Cherry.
"Kenapa pindah?" Bagas.
"Katanya, sahabatnya pindah ke sana, jadi dia enggak bisa jauh dari sahabatnya."
Bagas hanya mengangguk. Setahu Bagas, teman-teman yang biasa bersamanya di kampus masih tetap kuliah di sana.
Bagas berasumsi, apakah kepindahan mendadak Cherry adalah karenanya?
***
7 tahun kemudian...
"Lama banget si, Cher!" Gerutu seorang gadis bernama Leta.
"Sorry, tadi ada pelanggan terakhir yang mendadak minta revisi design," jelas Cherry.
Cherry dan beberapa temannya sedang berkumpul seperti biasa. Setelah penat seharian bekerja, di hari Jumat sore seperti ini adalah hal wajib bagi mereka untuk berkumpul, mengingat saat Sabtu dan Minggu adalah hari libur mereka.
"Helen belum datang?" Cherry.
"Belum, dia lagi di jalan sih katanya. Dianterin sama bosnya. Katanya ganteng loh," jawab Leta.
"Hah? Kok bisa sih dianterin sama bosnya? Emang tuh bos enggak ada kerjaan?" Cherry.
"Mereka pedekate kali," Sarah kini yang menimpali.
Akhirnya mereka bercakap-cakap seraya menunggu Helen, teman terakhirnya yang belum juga sampai.
"Hei, sorry guys gue telat," sapa sebuah suara.
"Gimana sih?! Enggak seru nih telat ngegosip," Sarah.
"He...He...macet banget tadi," Helen langsung duduk.
"Katanya dianterin sama bos lo? Mana orangnya?" Leta penasaran.
"Sebentar, dia lagi pesan minuman. Katanya ada janji juga sama orang di sini," jelas Helen.
"Ini design yang elo minta buat kebaya lo," Cherry menyerahkan kertas sketsa pada Helen.
"Cakep banget, Cher! Gue selalu percaya dengan rancangan elo," setelah beberapa saat melihatnya, Helen senang melihat hasilnya.
Cherry, saat ini sedang merintis bisnis butiknya. Ia juga sekaligus sebagai perancangnya. Walau masih baru, namun ia sudah memiliki beberapa pelanggan tetap.
"Helen," panggil sebuah suara pria.
Helen dan yang lainnya menoleh bersamaan ke arah suara tersebut.
"Ini blazer kamu ketinggalan di mobil saya," pria itu memberikan blazer hitam milik Helen.
Helen langsung berdiri dan mengambil blazernya.
"Eh, iya Pak. Terima kasih," Helen.
"Ini teman-teman saya, guys kenalin ini Pak Bagas, bos gue," Helen mengenalkan pria tersebut kepada teman-temannya.
Leta dan Sarah tersenyum manis melihat wajah Bagas yang sangat tampan dan begitu maskulin. Pria itu, memakai kemeja dengan dua kancing teratas sudah lepas, bagian lengannya sudah dilipat sampai siku dan ikat pinggangnya sudah dilepas. Terkesan tidak formal, namun tetap terlihat maskulinitasnya.
Bagas tersenyum ramah pada dua orang tersebut dan ketika netranya bertubrukan dengan Cherry, ia sangat terkejut. Cherry langsung memutus kontak mata dengan Bagas.
"Cherry?" Bagas masih belum percaya di depannya adalah sosok Cherry yang dulu pernah ia sakiti.
Cherry tak menjawab dan tak berniat melihat ke arah Bagas. Ia menyeruput kopinya dengan santai. Sedangkan teman-temannya masih heran dengan sikap Cherry yang tak acuh pada Bagas.
Mereka juga heran, kenapa Bagas bisa mengenal Cherry?
"Cher, kamu masih ingat aku kan?" Bagas masih berusaha untuk menarik perhatian Cherry.
Cherry tidak berniat menjawab, ia asyik mengutak-atik ponselnya.
Sarah menyenggol Cherry dengan sikutnya, berharap Cherry menjawab pertanyaan Bagas, pria tampan di depannya.
Cherry tak bergeming.
"Dengan diamnya kamu, berarti kamu masih ingat dengan aku, Cher," Bagas.
Cherry tetap diam.
"Aku harap kamu juga ingat dengan kejadian di Puncak saat itu, disaat kita tidur bersama..."
Byurrr!
Cherry berdiri dan langsung menyiram cairan kopi dingin miliknya ke wajah Bagas.
Tatapannya penuh amarah dan sakit hati.
Teman-temannya langsung tercengang dengan tindakan Cherry. Bagas memejamkan matanya, merasakan cairan dingin yang membasahi wajah dan bajunya. Ia begitu terkejut dengan tindakan tiba-tiba Cherry. Namun, tak lama ia membuka matanya dan tersenyum miring ke arah Cherry.
"Kamu masih ingat ternyata," ucapnya dengan mengusap wajahnya yang basah karena kopi.
❤️❤️❤️
Beneran deh, tadinya mau 1 chapter aja, eh, kebablasan dong.
Akhirnya berlanjut jadi 2, lah kok tangan nulis terus???
Malah sepertinya ini akan berlanjut ke chapter berikutnya yah.
Selamat membaca.
Tangsel, 11 February 2022
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro