Penyelidikan Kaki Lima
SEISI panti jadi resah sekaligus bingung setelah mendengar perkataan Pak Panti. Para penghuni panti sama sekali enggak tahu di mana sisi baik punya hutang sama lintah darat. Namun, kemudian Umar sadar kalau Pak Panti sebenarnya berhutang supaya bisa dekat-dekat sama mantan pacarnya yang bikin gagal move on—Susan. Dan Senin pagi, melalui curhat Pak Panti, Umar sadar kalau harga sebuah cinta sangat mahal. Saat itu Pak Panti lagi curhat soal nominal hutang yang tepat.
"Kira-kira berapa Bapak harus ngutang, ya?" tanya Pak Panti sembari membantu Umar memakai seragam sekolah.
"Gimana kalau goceng?" usul Umar yang bersedekap. Dia pasrah saat Pak Panti mengancingi seragamnya sekolahnya. "Biar gampang ngelunasinnya gitu ...."
"Itu sih kayak minta duit jajan buat ke sekolah, Mar! Lagian, Bapak ngutang kan biar bisa ditagih terus deket-deket gitu—kalau bisa lama. Satu miliar gimana?"
Umar pucat.
"S-sat-tu mi-liar!?"
"Ganti deh ..., seribu miliar aja gimana? Biar gak lunas-lunas. Terus Bapak jadi nikah sama Susan sebagai cara bayar utang. Kayak di cerita-cerita jaman dulu lho! Kayak Siti Nurbaya!"
Kaki Umar mati rasa sekarang.
"S-satt-tu t-tri-liun!? Itu banyak banget, Pak! Lagian, kalau mantan Bapak yang jadi rentenir itu punya duit satu triliun, mending dia jalan-jalan keliling Eropa daripada jadi rentenir!"
"Ucapan kamu masuk akal, Mar. Gak salah Bapak selama ini curhat sama kamu ..., celananya sekalian Bapak yang pake-in?"
Umar menggeleng. Dia menolak keakraban yang berpotensi menyimpang ini ....
*****
Curhatan Pak Panti sekilas bikin Umar ingat sama Angel. Sampai saat ini masih belum jelas kenapa Angel menjauh. Umar masih belum tahu apa rahasia Angel. Alasan kenapa Angel menjauh masih jadi enigma. Masih teka-teki.
Selain bikin ingat sama Angel, curhatan Pak Panti juga menginspirasi Umar. Dari curhatan Pak Panti, dia sadar bahwa penting untuk menjaga sedekat mungkin jarak dengan orang yang dia suka, dan pura-pura pengin menumpang WiFi di rumah Angel adalah solusinya. Dan perlu digarisbawahi, obrolan Umar di bawah ini juga terjadi atas tekanan dari Prima dan Ilham, yang menuntut password WiFi sebagai hiburan pengganti duit hadiah sabun colek yang raib gara-gara Udin.
"Angel," kata Umar pas jam pulang sekolah, "gue boleh—"
"Gak," potong Angel ketus.
"Minta—"
"Sana pergi."
"Password WiFi?"
"Gue laper."
Angel lalu pergi ke arah pedagang kaki lima, lalu pulang setelah pesanannya dibungkus.
"Kita masih bisa minta password-nya sama orang tua angkat Angel, kan?" kata Ilham. Dari tadi dia dan Prima berdiri tak jauh buat memantau.
"Gak bisa. WiFi di rumah Angel itu baru dipasang, sebelumnya gak ada. Orang tua angkat Angel itu gaptek, jadi cuma Angel yang pake WiFi dan tau password-nya apa."
"Lo kok bisa tau sedetail itu sih?" tanya Prima, curiga.
"Angel belakangan ini sering jajan sembarangan, ya," Umar mengalihkan pembicaraan. Mereka enggak boleh tahu kalau Umar menyimpan rahasia semua orang.
"Sejak diadopsi, Angel jadi tambah sering jajan sembarangan, ya. Padahal gak ada makanan yang 'seenak dan sebersih masakan rumah' ...," kata Prima, yang gampang terpancing dengan isu-isu kesehatan. "Saking seringnya jajan sembarangan, kayaknya mamang di sana lebih tau Angel daripada kita deh ...."
"Sekalian aja kita interogasi mamang-mamangnya! Angel terus yang kalian omongin ..., lupain deh! Dia itu sekarang udah beda!" Ilham dongkol.
Umar membelalak. Ucapan Ilham malah menginspirasi alih-alih menyindir, "Ide bagus, Ham! Gimana kalau kita bikin penyelidikan ke semua pedagang kaki lima yang mangkal di sini? Kita namai kegiatan itu 'Penyelidikan Kaki Lima' ..., nanti kita akan telusuri jejak-jejak curhatan Angel!"
"Tidur siang, ah!" kata Ilham sambil pergi dengan sepedanya.
Umar dan Prima pergi menyusul Ilham. Di antara mereka tak ada satu pun yang sadar kalau dari tadi mereka diperhatikan. Lagi-lagi dari pinggir jalan, dari dalam mobil sedan mewah, dari orang yang sama. Sepasang suami-istri itu kemudian tersenyum melalui wajah rupawan mereka.
"Ternyata dia di sini ...," ujar si suami. "Tubuhnya kayaknya sehat ...."
"Tinggal nunggu waktu dia sendirian aja ..., temen-temennya kayaknya bisa jadi masalah," ujar si istri.
*****
Sesampainya di panti, UPIL menemukan Pak Panti yang sedang bernegosiasi sama Susan, rentenir sekaligus mantan pacar Pak Panti. Awalnya UPIL mengira Pak Panti sedang bernegosiasi soal perjanjian hutang-piutang. Namun perlahan tapi pasti, yang dilakukan Pak Panti malah berubah jadi kegiatan menggadaikan diri ....
"Mau ngutang? Jaminannya apa?" kata Susan, dingin.
"Jaminannya 'diri ini' beserta hatinya," kata Pak Panti, yang menggombal tapi tak sadar situasi.
"Oke, kebetulan permintaan cangkok hati lagi rame di pasar. Waktu bilang 'diri ini', itu juga termasuk mata, jantung, sama ginjal, kan?"
"Ambil semuanya, ambil ...," Pak Panti mukanya berubah dramatis, "apa sih yang enggak buat kamu ...."
UPIL cuma bisa menggelengkan kepala ketika lewat.
"Pantes aja dulu dia diputusin ...," gumam Umar pelan.
Cinta memang manipulatif. Di mata orang yang jatuh cinta, lintah darat bisa berubah jadi malaikat bersayap.
*****
Hari demi hari berganti. Waktu ternyata berlalu sama cepat dengan pertambahan bunga hutang Pak Panti. Sekarang dia nyaris enggak mungkin bisa membayar jumlah hutang plus bunganya sama Susan. Satu-satunya kesempatan yang ada tinggal-lah menggadaikan diri.
Sebagaimana lazimnya kejadian yang sudah-sudah, dalam seminggu ada banyak rahasia baru yang Umar tahu. Salah satunya rahasia Susan, yang dengan cara misterius percaya untuk curhat sama Umar, sama seperti orang-orang lainnya, yang dengan sukarela mengeluarkan rahasia dari saku-nya.
Sekarang Umar tahu alasan kenapa dulu Susan minta putus sama Pak Panti. Alih-alih karena Pak Panti, Susan justru minta putus karena dirinya sendiri. Dia merasa bersalah karena diam-diam pernah selingkuh dari Pak Panti.
Umar bingung apakah fakta itu akan membuat Pak Panti senang, atau justru kecewa. Namun, sayangnya itu rahasia. Dan sayangnya lagi, Umar sudah berjanji sama Susan bahwa apa pun yang terjadi, rahasia itu akan tetap jadi rahasia. Nasib percintaan Pak Panti mungkin enggak berakhir seburuk kelihatannya. Shhh!
Berbeda dengan Pak Panti, nasib percintaan Umar masih belum jelas bakal kayak apa. Masih jalan di tempat. Satu minggu ini cuma dihabiskan untuk mengajak Ilham ikut dalam "Penyelidikan Kaki Lima", tapi terus berakhir sama: penolakan. Ilham berpendapat bahwa Angel enggak layak diperjuangkan. Dia bukan teman yang baik.
Hingga pada suatu hari, tepatnya pagi ini, di tengah perang perebutan wilayah dengan mamalia penguasa pohon jambu di semak-semak belakang panti, Iham dengan bekas cakaran terseok-seok mendatangi Umar dan berkata, "Gue mau bantu. Penyelidikan Kaki Lima harus segera dimulai ...."
Umar mengangguk tersenyum. Dia enggak tahu alasan di balik perubahan pikiran Ilham. Apa mungkin itu pengaruh cakaran monyet barusan dan kena rabies untuk keempat kalinya?
*****
Siangnya, setelah pulang sekolah, UPIL saling menatap yakin satu sama lain. Mereka kemudian memandang satu per satu pedagang kaki lima, menyeleksi pedagang mana yang pantas mendapat giliran pertama.
"Jadi, siapa yang lebih dulu kita datangi?" kata Umar, serius.
"Mamang siomay," jawab Prima, mukanya yang berkedut menandakan bahwa dia lagi serius, "karena rata-rata siklus kedatangan Angel ke sana adalah setiap satu minggu. Meskipun di antara mamang yang lain mamang siomay memiliki interval waktu yang paling lama terhadap kunjungan Angel, tapi hari kunjungan Angel adalah hari Sabtu. Sabtu adalah puncak kegalauan para jomblo, karena malamnya adalah malam Minggu, dan Angel 'jomblo'. Di sana pasti dia sering curhat!"
"Mamang bakso," usul Ilham. "Alasannya karena ..., bakso kayaknya enak, ya?"
"Oke, bakso," ujar Umar dan Prima sepakat.
Sesampainya di tempat mamang bakso, UPIL pun terlebih dahulu menanyai tentang Angel secara spontan. Cenderung lebih mirip kuis dadakan di sekolah-sekolah sebenarnya ....
"Apa rahasia Angel yang bikin dia menjauh?" tanya Umar.
"Angel nongkrong berapa lama setiap ke sini?" tanya Prima.
"Berapa nilai ulangan matematika Angel minggu lalu?" tanya Umar, enggak penting.
"Wah, saya gak tau ..." kata si mamang bakso. "Yang saya tau, Angel kalau ke sini beli bakso dengan racikan begini." Dia secara ajaib sudah bikin bakso untuk tiga porsi, lalu menaruh ke depan UPIL. "Silahkan dimakan."
Setelah mangkok baksonya kosong, Umar kembali bertanya, "Terus apa lagi?"
"Biasanya sih dia kalau habis makan bakso minumnya es cendol," jawab si mamang bakso.
Di tempat mamang es cendol, UPIL menanyai soal Angel lagi. Dan jawaban mamang es cendol hampir sama persis kayak mamang bakso, "Wah, saya gak tau ..., yang saya tau, Angel kalau ke sini beli es cendol dengan takaran gula segini. Silahkan dinikmati."
Lagi-lagi sudah ada tiga porsi es cendol buat UPIL. Dan setelah habis, lagi-lagi mereka dioper ke mamang yang lain. Sekarang "Penyelidikan Kaki Lima" berubah jadi wisata kuliner. Sejauh ini, saat mereka di tempat mamang siomay, mereka belum sadar tengah menghadapi persengkokolan antarpedagang kaki lima. Mereka belum menyadari ada senyum licik yang terkembang pada masing-masing pedagang ....
Ketika sampai di mamang batagor, duit Umar sudah habis. Untuk informasi, "Penyelidikan Kaki Lima" cuma difasilitasi oleh sponsor tunggal: Umar. Dia bahkan sudah menghabiskan tabungannya.
"Duit gue udah abis. Kayaknya kita berhenti sampai di sini aja," kata Umar, suaranya lirih.
"Tapi kan kita belum selesai! Paling-paling baru setengah pedagang kaki lima yang kita datangi," kata Ilham. "Kalau soal duit, lo boleh pake duit tabungan buat oplas gue sama tabungan pendidikan Prima kok!"
"Lagian, gue sama Ilham tau banget kalau lo suka sama Angel," sambung Prima.
"Kalian tau dari mana? Gue kan gak pernah cerita!?" Umar kaget.
"Mar, udah berapa tahun sih kita kenal?" ujar Prima seraya menahan senyum. Dia kelihatan bijak banget. "Setahun? Dua? Lebih kaliii ..., gue gak perlu nanya sama lo buat tau isi hati lo ...."
Umar tersipu malu. Menjadi bagian dari personel UPIL sukses bikin dia tak menyesal dilahirkan sebagai yatim-piatu. Namun, ketika kemudian Ilham mau bicara, entah kenapa feeling-nya jadi enggak enak.
"Bener tuh! Gue aja tau kalau sekarang Prima lagi nahan boker!" Ilham bersuara.
"Gue juga tau kalau Ilham pernah minjem kolor gue!" balas Prima.
"Gue juga tau kalau Prima sering nukar tinta pena dia sama tinta gue tiap kali dia kehabisan tinta! Gara-gara itu, nilai gue hancur karena gak bikin PR!"
"Eh, kolor gue yang dipinjem Ilham jadi berubah warna! Padahal gue inget itu kolor putih polos! Sejak dipinjem, jadi ada pola polkadot warna cokelat!"
Dan ujung-ujungnya malah jadi begini. Hedeh ....
"Apa lo!? Dasar maling tinta!" seru Ilham.
"Apa lo!? Belajar cebok yang bener dulu sanaaa!" sahut Prima.
Dan kemudian, setelah kembali tenang, Prima tiba-tiba membuat pengakuan, "Mar, sebenernya gue sama Ilham tau lo suka dengan Angel dari Angga ...."
"Iya, bener. Dia tadi pagi mampir sebelum kita rebutan jambu sama monyet. Gara-gara itu makanya gue mau ikut penyelidikan ini," Ilham berterus terang.
Umar kaget. Ternyata diary-nya pernah jatuh ke tangan yang salah—Angga!
"Halo, kebetulan banget ketemu di sini! Lagi ngomong apaan nih?" kata Angga, yang mendadak muncul di waktu dan tempat yang salah. "Seru banget kayaknya ...."
*****
"Apa salahnya sih jadi jujur? Tadi pagi kan Prima nanya kita ngomong apa pas waktu pertama ketemu ..., jadi gue jawab ajalah," jelas Angga kepada Umar. "Gue cuma orang jujur, Mar, meskipun bukan yang paling jujur di dunia ...."
"Bodoh amat!" kata Umar, enggak peduli.
Umar memberi isyarat supaya Angga menanggung semua pengeluaran kegiatan Penyelidikan Kaki Lima ini. Itu artinya Angga mentraktir UPIL makan di lebih dari puluhan pedagang kaki lima. Namun, meski seluruh pedagang kaki lima didatangi dan Angga terpaksa menjadi tukang cuci piring dan gelas dadakan karena enggak sanggup membayar, mereka enggak menemukan petunjuk apa pun soal rahasia Angel.
Yang didapat justru komplain dari kakak kelas UPIL. Namanya Siska.
"Rahasia gue kok bocor, Mar!?" kata Siska.
"Bocor gimana maksudnya?" Umar kaget.
"Ini!"
Siska pun menyodorkan secarik kertas. Isinya:
Sis, gue tau rahasia lo. Kalau mau rahasia lo aman, tiap hari lo harus nyetor susu kotak low fat rasa cokelat. Tinggalin aja di meja lo. Inget, bawa itu "setiap hari"! Gue lagi dalam masa pertumbuhan!
"Kok ada orang lain yang tau rahasia gue, Mar!? Padahal gue cuma cerita sama lo dan nenek gue doang! Pasti lo yang ngebocorin ke orang lain, kan!?" tuduh Siska.
"Gue gak pernah cerita sama siapa-siapa kok," jawab Umar. "Kan yang tau rahasia lo bukan cuma gue ..., bisa aja yang ngebocorin itu nenek lo ...."
"Gak mungkin nenek guelah!"
"Kok gitu? Emangnya orang yang udah tua gak bisa ngebocorin rahasia orang lain? Emangnya orang yang udah tua semuanya orang suci? Gak bisa masuk 'neraka'?"
"Nenek gue udah meninggal, Mar ...."
Umar mendadak diam sejenak. Canggung ....
"Semoga masuk surga, ya. Nenek lo orang baik kok," katanya, enggak enak.
Sementara itu, personel UPIL lainnya dan Angga yang dari tadi bingung, akhirnya mulai bereaksi.
"Ini mungkin cuma salah paham kali ...," lerai Prima.
"Iya, makanya jangan saling tuduh gitu. Harus ada bukti dulu," tambah Angga.
"Yang bikin heran, kenapa harus rasa cokelat? Padahal ada banyak varian rasa yang lain ...," ucap Ilham, yang hanya bikin suasana tambah tegang.
Namun alih-alih jadi tenang, Siska justru tambah berapi-api. Dia kayaknya kecewa berat.
"GUE GAK SALAH PAHAM! GUE CUMA PERCAYA SAMA ORANG YANG SALAH!" tegas Siska seraya pergi ke arah mamang penjual batagor. Mungkin dia lapar ....
"Gue gak pernah minta lo curhat! Gue gak pernah minta lo percaya sama gue! Gue gak pernah minta semua orang buat ngasih tau rahasianya sama gue!" gumam Umar, dongkol.
Dan detik selanjutnya Umar menyesal sudah keceplosan. Dia hampir membongkar rahasia semua orang. Tapi untungnya hanya beberapa orang yang menanggapi serius ucapan Umar. Sisanya hanya menganggapnya angin lalu. Hanya Prima, Ilham, Angga, dan seseorang di dekat gerbang sekolah yang betul-betul mendengarkan. Seseorang itu sudah di sana dari tadi. Shhh!
Di jalan pulang, Umar sempat beberapa saat melamun. Dia kepikiran sama kata-kata Siska.
Ternyata, rahasia-rahasia yang ada selama ini seharusnya dijaga bukan karena besar-kecilnya, melainkan kepercayaannya. Dititipi rahasia sama halnya dipercaya. Kita mungkin satu dari seribu yang mengenal dengan seutuhnya. Kita mungkin satu dari seribu yang tahu kebenarannya. Kita mungkin satu dari seribu yang dipercaya. Kita mungkin satu dari seribu, atau malah satu-satunya.
Selain itu, Umar pun maklum kalau Siska jadi sepanik tadi. Siapa sih yang enggak panik kalau kebiasaan membawa boneka santet terancam terbongkar? Meskipun begitu, di antara Umar sama Siska,yang paling panik sebenarnya Umar. Kan enggak lucu kalau di jalan dia mendadak mati. Makanya pas di jalan pulang dia kepikiran ....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro