Manusia dan Rahasia-rahasianya
HIDUP dan memegang rahasia orang-orang memang enggak pernah mudah. Terlebih kalau bernasib kayak umar, yang mengetahui tiap detail rahasia orang-orang di sekitarnya, kecuali orang yang dia suka. Dia tidak tahu kenapa Angel tiba-tiba menjauh. Dia tidak tahu apa rahasia yang disimpan Angel. Dan dia tidak tahu apakah Angel seperti Angel yang selama ini dia kenal, atau bukan. Yang dia tahu Udin sebenarnya cowok tulen, dan alasan kenapa Udin mengucapkan kata yang menyesatkan opini Pak Panti adalah semata-mata biar diadopsi kayak Angel.
Sesampainya di panti, Umar dan personel UPIL lainnya sepakat kalau Angel sudah berubah. Angel tak lagi sama. Tapi, yang bikin Umar lebih khawatir lagi adalah kedatangan anak laki-laki yang main skiping di depan pintu panti. Parahnya lagi, gaya main skipingnya agak melambai.
"Kenalin nama gue Angga, dan gue lagi nyari yang namanya Umar."
"Gue Umar. Ada apa, ya?" kata Umar.
"Ada rahasia. Bisa kita ngobrol berdua?" jawab Angga yang kemudian berhenti main skiping, sekaligus berarti berhenti melambai.
Untuk sesaat Umar ragu buat diajak "berduaan" sama Angga. Gaya main skiping-nya menimbulkan kecurigaan. Umar sempat mau menolak, tapi dia ternyata ditinggal kabur personel UPIL lainnya. Pada akhirnya, dia pasrah ....
"Bener lo Umar yang naksir Angel?" kata Angga ringan.
"SHHH! Lo tau dari mana!?" kata Umar kaget.
"Dear diary, Angel hari ini pake baju merah. Dia cantik deh ..., dear diary, Angel hari ini pake baju ungu. Dia tetep cantik deh ..., dear diary, Angel hari ini pake baju seketek. Dia masih cantik deh. Keteknya gak becek lagi ..., dikit sih, tapi gak parah kok ...," kata Angga dengan nada kecewek-cewekan.
"LO NEMUIN DIARY GUE? KEMBALIIN SINI!"
"Udah gak sama gue, Mar. Kayaknya jatuh di jalan deh ..., tapi tenang, gue udah baca sebagian kok, jadi gue bisa bantuin lo buat nulis ulang ...."
"JUSTRU ITU GUE GAK TENANG, BENCONG!" Umar kemudian berjalan berputar-putar. Kalau berjalan berputar di tempat dianggap masuk dalam klasifikasi salah satu jenis tarian, dia harap itu jenis tarian bisa bikin Angga kena trauma otak permanen. "Seberapa banyak lo tau?"
"Lumayanlah ...."
"Jangan bilang lo juga tau kebiasaan buruk Madona yang suka jilat upil kalau lagi senggang, atau Indra yang suka mencret kalau disentuh cewek!?"
"Tadinya sih gak tau ..., tapi siapa pun mereka, jangan pernah kenalin sama gue," kata Angga jujur. "Kayaknya udah gak perlu lagi gue di sini. Gue lanjut main skiping, ya!"
"Lo kenapa sih tetep main skiping padahal gerakan lo rada gitu?" tanya Umar.
"Padahal gerakan gue kecewek-cewekan? Jadi dulu pas gue naksir sama cewek, gue belajar main skiping karena dia suka main skiping. Tapi pas dia pergi, gue jadi bego lagi main skiping meskipun sebelumnya sempet jago karena diajarin sama dia. Ternyata, ketika kita bertemu seseorang, dan bersama orang itu muncul sebuah kebiasaan, ketika orang itu pergi bukan berarti kebiasaan itu harus berhenti. Ketika kita ditinggalkan, bukan berarti harus melupakan."
"Dia pergi? Ditinggalkan?" Umar bingung.
"Maksudnya gue ditolak, Mar," Angga memperjelas. "Lo sendiri kenapa ngerahasiain dari Angel kalau lo itu suka sama dia?"
Umar cuma diam. Bukan karena enggak tahu, tapi justru karena tahu jawabannya.
Orang-orang berahasia karena memiliki ketidakpercayaan. Mereka berahasia karena yakin tidak diterima oleh dunia dengan apa adanya. Karena itu mereka berahasia. Dan pada kasus Umar, Angel adalah dunia-nya ....
*****
Sebenarnya Umar enggak pernah mau tahu rahasia orang, sama kayak dia yang enggak mau rahasia-nya diketahui orang. Tapi semuanya terjadi begitu saja di depan mata. Melalui curhatan yang ada, dia tahu semuanya. Dia tahu rahasia orang-orang di sekitarnya, satu per satu ....
Umar enggak tahu kenapa dia bisa jadi lapak curhat orang-orang. Dan dari kebanyakan yang curhat, rata-rata isi curhatannya enggak melulu berbobot. Misalnya curhatan si Rani, teman satu panti Umar.
"Mar, lo ngerasa gak sih kalau gue suka sakit?" tanya Rani tiba-tiba pada suatu sore.
"Iya, Ran, lo sering banget sakit, kan? Seminggu yang lalu lo bukannya abis demam gitu, kan? Semoga lo gak sering-sering sakit lagi deh," kata Umar sambil menepuk bahu Rani.
"Jangan gitu ngomongnya, Mar! Justru gue maunya sering sakit!"
"Maksudnya?"
"Iya, kan tadi gue bilang kalau gue suka sakit. Gue suka banget sama sakit, Mar. Kalau sehari gak sakit tuh rasanya kayak ada yang kurang aja ...."
"Oh ..., kalau gitu semoga sering sakit, ya ...."
"Eh, tau gak, ini gue lagi kena penyakit yang menular melalui keringat lho! Hayoo tebak gue sakit apa!"
"Tadi bukannya bahu lo gue sentuh, ya?" tanya Umar. Dia mundur pelan-pelan.
Atau misalnya curhatan anak panti yang lain. Jenis-jenis curhatan seperti ini yang cenderung Umar hindari di masa depan nanti. Dan nama anak panti itu Dodi.
"Mar, gue mau cerita," ujar Dodi pada suatu sore yang lain.
"Masalah apa?" tanggap Umar.
"Jadi gini ..., gue tuh suka sama seseorang ...," kata Dodi malu-malu.
"Terus dia gak suka? Lo ditolak? Atau dia udah punya pacar?" tanya Umar.
"Bukan. Justru dia juga suka sama gue, Mar!" jawab Dodi.
"Terus masalahnya apa?" Umar heran.
"Lo dari tadi kenapa nyari masalah gue, Mar? Hidup tuh jangan kebanyakan fokus nyari masalah terus, Mar. Entar susah sendiri lho! Ngomong-ngomong, kapan lo punya 'pacar'?" kata Dodi ringan.
Dengan nada setengah jengkel Umar menjawab, "Sekarang malah lo yang nyari masalah!"
Umar tahu banyak rahasia tiap orang, sebanyak dia mengenal Angel. Dia tahu Angel suka semua warna. Dia tahu Angel kalau berjalan langkahnya kecil-kecil. Dan dia tahu alasan kenapa Angel enggak bisa bawa sepeda adalah karena bobot badannya yang cenderung berat ke kiri. Di sana ada daging tumbuh seberat tiga kilogram.
Umar tahu banyak soal Angel, sebanyak dia tahu rahasia tiap-tiap orang. Tapi, kemunculan satu rahasia cukup membuat Angel terasa asing bagi Umar.
*****
Sore ini, tepatnya di panti, Umar lagi-lagi menjadi pendengar bagi curhatan-curhatan yang ada. Kali ini persembahan dari Pak Panti—curhatan paling drama yang justru keluar dari yang paling tua.
"BAPAK KURANG APA SIH, MAR!?" celetut Pak Panti yang mendadak muncul.
"Ada apa sih, Pak?" keluh Umar yang lagi mau menulis diary.
"Kamu ingat kan pacar Bapak yang dulu mutusin Bapak secara misterius?"
"Mantan maksudnya?"
"Jangan pake kata mantan, Mar! Kamu mau Bapak tambah sedih, ya? Gitu mau kamu? Oke, fine ...."
"Iya, diralat ini ..., jadi kenapa dengan 'pacar' Bapak yang dulu mutusin Bapak secara misterius?"
Sambil memegang bahu Umar, Pak Panti berkata, "Bapak kurang apa sih? Kenapa dia tega mutusin Bapak!? Bapak kurang ganteng, ya!?"
Pak Panti menatap nanar si Umar.
"Eng-nggak kok ...," kata Umar, canggung.
"Kok jawabnya ragu gitu!? Bapak ganteng, kan!?" kata Pak Panti dengan nada kayak seorang cowok posesif yang minta dipuji pacarnya, padahal pacarnya enggak tahu mau muji apa karena si cowok enggak ada bagus-bagusnya. Kenapa keterangan dialognya jadi panjang begini, ya? Hedeh ....
"Iya ..., ganteng. Bapak ganteng banget," kata Umar terpaksa. Sesama cowok dan memuji ganteng itu rasanya geli banget.
"Terus Bapak harus gimana sekarang?" tanya Pak Panti, galau.
"Kalau soal itu, satu-satunya cara cuma move on," kata Umar sok keren.
"Bapak gak bisa move on, Mar! Kamu pikir move on gampang? Bapak harus gimana ini!?"
"Kalau kata orang sih move on itu intinya 'merelakan'. Kalau udah rela pasti lupa sendiri ...."
"Kamu jangan sok tau, Mar!" Pak Panti berapi-api. "Gak segampang itu ngerelain orang yang kita suka! Gini, Bapak tanya: apa kamu sanggup melihat orang yang kamu suka nanti gandengan sama orang lain, melihat dia tersenyum tapi bukan untuk kamu, melihat dia nangis terus yang nenangin bukan kamu? Apa kamu rela, kalau suatu hari, nanti kamu cuma jadi orang yang dilupakan? Jadi orang yang cuma numpang lewat?"
"Yang ngadopsi Angel siapa, Pak?"
Next? Makanya heboh dong:p
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro