4 [4/5]
4 - Curiosity
--oOo--
Sudah hampir dua minggu, Vania Aileen Haynsworth menikmati hari-harinya di Jepang. Gadis itu mendapat beberapa kenalan sekaligus belajar banyak tentang kebudayaan nihonjin selama dia berada di sana.
Namun, selama itu juga, kiriman bunga hydragea berdatangan ke penginapan yang dia singgahi. Setiap hari dengan jam yang tidak tentu, terkadang bunga yang diletakkan di dekat kamarnya hanya beberapa tangkai.
Pernah beberapa kali Vania berencana menangkap basah pengirimnya dengan berdiam diri di teras penginapan. Namun, hal tersebut tidak berhasil karena dia juga berkali-kali tertidur atau saat sedang ke kamar kecil, bunga tersebut sudah ada di depan pintu kamarnya.
Jujur saja gadis itu merasa was-was, dia merasa ada seseorang yang mengincarnya. Entah itu hal buruk atau pun baik, Vania bergidik hanya dengan membayangkannya. Jika orang itu benar-benar penguntit, bukankah saat ini Vania sedang terancam? Mengerikan.
"Kurasa pengirimnya bukan orang yang mencurigakan, Ojou-chan," kata nenek pemilik penginapan ketika Vania bertanya untuk yang kesekian kalinya.
Namun, ketika sang nenek ditanya tentang alasan yang mendasari pernyataannya tersebut lebih jauh, sang nenek terus menghindar. Vania nyaris putus asa karena kehilangan clue untuk mengungkap identitas si pengirim bunga dan surat kaleng.
Pagi itu Vania berniat untuk mengunjungi satu-satunya toko bunga di depan penginapan yang terus dia hindari. Jika saja jantungnya tidak berdetak lebih cepat setiap iris kecokelatan miliknya bertemu dengan sepasang kelereng obsidian Jitsui, Vania sudah pergi ke tempat itu untuk bertanya sedari lama.
Gadis itu hendak bertanya kepada karyawan toko. Namun, enggan mengajukan pertanyaan kepada si pria genit atau pun si pria pendek.
'Mungkin aku akan mencoba bertanya kepada Jitsui tentang siapa yang suka membeli bunga ajisai di toko. Aku tidak boleh terlalu percaya diri kalau Jitsui-lah yang mengirimkan bunga itu untukku, ugh,' pikir Vania yang benar-benar harus berjuang mengontrol perasaan aneh yang menyesakkan dadanya demi memuaskan rasa penasaran.
Bel kecil di dekat pintu berbunyi, Vania masuk ke toko bunga dengan keringat dingin seolah hendak menghadap seorang Raja Agung. Netra kecokelatan miliknya mengamati sekeliling. Hanya ada bunga-bunga yang baru terlihat baru saja disemprot air.
Vania melangkahkan kakinya lebih dalam sembari menengok ke kanan dan ke kiri. Tidak ada orang yang menjaga kasir atau pun karyawan lain, seperti pria genit nan berisik yang pernah menyambutnya dulu atau pun pria cebol pemarah yang suka protes dan menyumpah.
Kerutan di dahi gadis itu semakin kentara karena dia menyadari jika toko sedang kosong padahal papan bertuliskan open terpampang jelas di balik pintu kaca.
Apa ini artinya aku tidak direstui untuk bertemu Jitsui? Batin Vania bertanya-tanya. Namun, tetap saja gadis itu tetap membantah jika otaknya terus mendengungkan tentang hal yang dirasakannya pada Jitsui.
"Selamat pagi, Nona. Apakah Anda ingin membeli bunga kami? Baru saja disiram jadi terlihat sangat segar dan cantik, sama seperti Nona."
Suara sambutan itu membuat Vania berjengit dari posisinya. Dia menoleh dan mendapati seorang pria dengan rambut belahan tengah bergelombang yang sedang menyunggingkan senyum ramah.
Hanya kekehan pelan yang keluar dari bibir Vania, antara terkejut dan tidak habis pikir dengan gombalan murahan pria tersebut. Vania mengulas senyum tipis, menatap pria itu dengan tatapan yang intens.
Vania menimang-nimang keputusan apakah dia harus bertanya kepada orang ini tentang kiriman bunga hydragea yang ditujukan untuknya.
"Maaf, Tuan. Boleh aku bertanya? Apakah Tuan tahu tentang seseorang yang sering membeli buket bunga ajisai di toko ini?" tanya Vania pada akhirnya.
Pria itu tampak mengerutkan kening kemudian memasang pose dengan jemari di dagu seolah-olah sedang berpikir. Beberapa saat kemudian ia menjentikkan jari seakan mengingat sesuatu.
"Ah, saya kurang tahu. Mungkin Anda bisa menanyakannya kepada Morishima Jitsui, karyawan yang bertugas juga untuk membuat buket."
Sejujurnya jawaban pria itu agak membuat Vania kecewa, tapi dia juga tidak keberatan karena setelahnya pria itu memintanya menunggu dan tampak sibuk mencari seseorang.
"Yo, Jitsui!"
Pria itu melambai kepada pria lain yang baru saja masuk ke toko sambil membawa karung pupuk dan penyiram tanaman. Jitsui tampak mengamati rekannya sejenak sebelum akhirnya mendekati pria itu yang kini berada di sebelah Vania.
Ketika mata Jitsui dan Vania saling bertemu, pria itu tampak mengukir senyum manis. Jantung sang gadis berdegup kencang, keringat mulai terjun bebas dari pori-pori kulitnya, belum lagi rasa panas yang menjalari pipi hingga telinganya.
"Selamat pagi, Haynsworth-san. Lama tidak berjumpa. Anda tampak cantik seperti biasanya."
Nadanya bukanlah nada rayuan khas laki-laki buaya, melainkan nada yang diberikan tersirat ketulusan yang membuat Vania bisa saja pingsan saking malunya.
Vania hanya mengangguk sebagai respon kemudian menundukkan kepala sejenak. Dia terlalu malu untuk menatap wajah Jitsui. Gadis itu membiarkan Jitsui berbincang dengan rekan yang baru saja diajaknya bicara.
Tapi, tunggu ...
Bagaimana Jitsui tahu namaku?
--oOo--
To be continued.
Total words: 756 words.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro