Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

3 [3/5]

3 - Flowers

--oOo--

Rambut kecokelatan milik gadis itu ditata rapi, membentuk bun mini yang lucu. Kali ini yukata merah muda berhiaskan motif bunga dan sulur dengan lilitan obi hijau daun menjadi pilihannya untuk berjalan-jalan mengelilingi Kota Tokyo.

Vania membawa tas mini miliknya dalam genggaman. Iris kecokelatannya menyusuri beberapa kedai makanan di pinggir jalan. Aroma yang berasal dari sana pun mengundang dirinya untuk mampir menghabiskan uang.

'Tahan, Vania. Kau harus menghemat uangmu.'

Gadis itu menarik napas dalam-dalam sebelum menghembuskannya perlahan. Dia tidak boleh gegabah dan bersikap boros, mengingat dirinya akan menghabiskan waktu yang cukup lama di Jepang.

Kaki dilangkahkan ke depan, melewati belasan kedai hingga terhenti tepat di dekat sebuah jembatan. Mata sang gadis berbinar tatkala melihat bunga sakura mekar dari pohonnya.

Warna kelopaknya sewarna dengan yukata yang dipakai Vania, membuat gadis itu tampak lebih cantik dengan sakura sebagai latar belakangnya.

Hawa sejuk Vania rasakan ketika berdiri di atas Jembatan Nanai. Angin sepoi-sepoi membuatnya dapat melepaskan beban yang ditanggungnya sejenak.

Pandangan mata dimanjakan dengan kelopak bunga sakura yang berjatuhan di Kolam Inokashira. Air yang semula tenang kini menghasilkan riak berkat kelopak yang jatuh di permukaan airnya.

Senyum terulas di wajah ayu Vania. Rasanya tidak sia-sia dia datang jauh dari Edinburgh untuk sekadar melepas penat ke Jepang.

Jujur saja saat ia mendengar Rosa berlibur ke Jepang, perasaan iri muncul dalam diri sang gadis. Namun, pada akhirnya Vania dapat membalas dendam dan berangkat sendiri ke Jepang dengan hasil jerih payahnya sendiri selama berusaha habis-habisan di tempat kerja.

Surya semakin meninggi, tapi awan putih tidak mau menyinggir dari langit juga. Vania bersyukur karena sinarnya tak begitu terik hari itu.

Setelah sibuk menikmati pemandangan alam yang menarik dan mengambil beberapa gambar, Vania beranjak dari tempatnya berdiri. Gadis itu kembali berpetualang dengan membiarkan kaki membawa tubuhnya ke mana saja.

Terkadang Vania berhenti di kedai mini di pinggir jalan untuk membeli makanan ringan, seperti es loli, takoyaki, dango, dan lainnya. Sampai tak terasa kakinya menghentikan langkah di depan penginapan.

Lelah dan letih dirasakan sang gadis saat senja sudah menyapa kala itu. Harinya dihabiskan dengan jalan-jalan ringan dan mencoba street foods. Tidak begitu buruk, pikirnya.

Dia menghela napas panjang, menikmati udara asri dari pepohonan yang ditanam di sekitar, terutama dari tanaman di toko buka si pria manis kemarin sore.

Tunggu. Apa?

Vania merasa pipinya memerah. Kenapa juga dia harus mengingat pria itu lagi? Padahal gadis itu sudah bertekad untuk melupakan perasaannya yang bisa jadi hanyalah angin lalu.

Suara air berjatuhan dengan deras menyapa gendang telinga Vania. Gadis itu mengerjapkan mata, kembali dilempar ke realita. Iris kecokelatan miliknya berserobok dengan perawakan pria bersetelan kemeja putih dan celana berwarna khaki.

Pria tersebut tampak sedang sibuk menyirami bunga di depan toko dengan raut wajah serius. Desir di dada Vania semakin menggila rasanya saat aktivitas pria itu terhenti dan tatapan mata mereka bertemu.

Sial!

Entah apa yang merasuki diri sang gadis, yang pasti dirinya tidak bisa melepas pandangan matanya pada iris jelaga milik pria manis kemarin sore.

Pria itu mengangkat tangannya yang bebas dari gembor air, melambaikannya perlahan sambil mengulas senyum khas. Vania menyunggingkan senyum malu-malu sambil membalas lambaian tangan pria tersebut.

Tidak mau berlama-lama di pelataran ryokan, Vania bergegas menggeser pintu dan menutupnya setelah berada di dalam. Jantungnya berpacu dengan cepat layaknya kuda balap, wajahnya memerah seperti tomat pada musim panennya.

"Jitsui-san benar-benar tidak baik untuk kesehatan jantungku--" gumam sang gadis diiringi helaan napas kemudian.

Vania berjalan perlahan menuju kamarnya, menimbulkan melodi khas dari lantai kayu yang dipertemukan dengan telapak kaki. Sesampainya di depan kamar, gadis itu dikejutkan oleh adanya buket bunga hydragea berwarna keunguan di dekat pintu.

Dia sedikit membungkukkan badan untuk mengambil buket bunga tersebut kemudian menoleh ke kanan-kiri. Apakah salah kirim, pikirnya bingung.

Namun, terkaan itu langsung dipatakan dengan secarik kertas yang ternyata mengiringi buket tersebut.

---

'Teruntuk Nona Haynsworth,

Mungkin aku tidak menyambutmu dengan baik saat kali kedua kita bertemu.
Namun, aku pastikan hal buruk tidak akan terjadi lagi di pertemuan selanjutnya.

Apa kau tahu arti bunga ajisai ungu? Aku ingin memahamimu lebih dalam.'

---

Jujur saja isi surat tersebut sempat membuat sang gadis bergidik ngeri. Apakah dia memiliki stalker? Padahal dia sendiri baru tiba kemarin.

Tatkala Vania sibuk terheran-heran dengan keberadaan bunga hydragea di depan kamarnya, nenek pemilik ryokan tampak ke luar dari balik pintu salah satu kamar.

"Ah, Obaa-san!"

Senyum terulas di bibir gadis itu. Kakinya berlari cepat mendekati sang nenek layaknya seorang anak kecil yang baru saja ditawari permen gratis. Rasa penasarannya mungkin akan terjawab setelah ini.

"Ada apa, Ojou-chan?" tanya nenek pemilik ryokan yang masih bugar walaupun wajahnya sudah dihiasi keriput di sana-sini.

"Apa Obaa-san tahu siapa yang meletakkan bunga ajisai di depan pintu kamarku?"

Sang nenek tampak mengusap dagunya yang keriput seolah mencoba mengingat-ingat. Ingatan orang yang sudah tua juga sebenarnya tidak begitu dapat diandalkan.

"Ah."

Iris kecokelatan milik Vania berbinar setelah menangkap ekspresi sang nenek yang terlihat sudah dapat mengingat pelaku pengiriman bunga ajisai di depan kamarnya.

"Maaf, Ojou-chan, aku lupa," kata si nenek dengan cengiran jenaka.

Helaan napas keluar dari bibir gadis itu tatkala mendengar jawaban sang nenek yang tidak memuaskan rasa penasarannya. Setelah mengucapkan terima kasih, dibawanya buket bunga ke dalam ruang kamar.

Gadis itu membaca surat yang menyertai bunga tersebut kembali. Bahasanya dapat dia mengerti dengan mudah karena ditulis dalam bahasa inggris dan tulisannya juga rapi.

Yang pasti pengirim bunga ini pernah bertemu dengannya.

Vania tersenyum miring kemudian memasukkan tangkai demi tangkai bunga ke vas berisi air. Kepalanya terasa kosong, belum ada nama yang muncul dalam kepalanya sebagai tersangka pengiriman buket dan surat kaleng tersebut.

Helaan napas panjang keluar dari bibirnya, diletakannya vas berisi hydragea ungu di samping hydragea biru yang pernah dibelinya dari toko bunga di depan ryokan.

Dia masih ingat betul saat Jitsui memberinya bunga hydragea sebagai ganti yang terjatuh sewaktu mereka berdua tidak sengaja bertabrakan.

Tunggu dulu. Bunga hydragea. Surat dengan tulisan rapi. Toko bunga di depan ryokan. Jitsui?

Panas menjalar dari pipi sampai ke telinga gadis itu. Rona merah tampak menghiasi wajahnya sekarang. Jika saja pria manis itulah yang mengirimkannya hal romantis begini, dia akan sangat benar-benar malu.

"Ah, jangan terlalu berharap, Vania. Jika bukan dia, kau akan kecewa. Jangan terlalu percaya diri. Jika yang mengirimnya ternyata malah pria berisik yang kemarin itu, pasti akan menggelikan nantinya," gerutu sang gadis sambil mengusap pipinya yang masih terasa panas.

Dengan memikirkan spekulasi asal-asalannya, entah sadar atau tidak perasaan yang Vania kira hanya akan bertindak sebagai angin lalu mulai bersemayam dalam hatinya.

--oOo--

To be continued.

Total words: 1073 words.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro