1 [1/5]
1 - Hello, Tokyo
--oOo--
Vania Aileen Haynsworth turun dari pesawat yang ditumpanginya menuju Tokyo. Perjalanan yang begitu panjang membuat tubuh gadis itu pegal di sana-sini karena duduk terlalu lama dalam pesawat.
Vania menghela napas singkat sebelum melangkahkan kakinya ke tempat pengambilan bagasi. Tangannya meraih sebuah koper berwarna hitam kemudian berlalu dari sana.
Suara tepukan alas wedges dan roda koper beradu di atas lantai. Gadis itu berhasil sampai di Jepang dengan selamat. Senyum tampak terukir di wajah ayunya, menyuratkan raut kepuasan.
Namun, dia mengerjapkan matanya ketika mengetahui warna langit yang menjadi jingga keemasan. Senja sudah datang. Vania pun bergegas melanjutkan perjalanannya, mencari sebuah penginapan.
Kakinya melangkah lebih jauh dari pintu keluar bandara. Semakin cepat langkahnya, semakin bising suara yang terdengar darinya sampai menarik perhatian beberapa orang di trotoar.
Gadis itu tampak tak ambil pusing dengan tatapan yang ditujukan padanya. Kaki terus melangkah sembari iris kecokelatan miliknya sibuk mengedarkan pandang ke sekeliling.
"Seingatku ada sebuah penginapan di daerah ini ..." gumam Vania sebelum benar-benar menghentikan langkah di depan sebuah toko bunga dekat persimpangan jalan.
Dia mengembungkan pipinya ketika mendapati dirinya tersesat di negeri orang. Beruntung gadis itu tidak kehabisan akal. Vania segera mengeluarkan ponsel dari dalam saku untuk membuka aplikasi maps.
Namun, belum sempat membuka aplikasi tersebut, puluhan notifikasi berbondong-bondong menyesaki ponselnya. Vania memutar kedua bola matanya.
Beberapa pop-up pesan berasal dari teman baiknya. Ibu jarinya bergerak mengetuk pesan tersebut dan menampilkan seluruh isi pesan tersebut.
---
Rosaline
Belikan aku oleh-oleh.
Rosaline
Jangan lupa cari jodoh di sana. Kau tampak menyedihkan karena belum punya gandengan.
Rosaline
Pastikan cari yang tampan. Biar sekalian aku bisa cuci mata.
---
Vania Aileen Haynsworth mendengkus sebal sembari menghentakkan kakinya pada trotoar jalan yang sedang sepi pejalan kaki. Baru membuka ponsel sudah dibuat kesal oleh ulah teman sialannya itu.
Kembali pada tujuan awal dia mengeluarkan ponsel, Vania membuka maps untuk mencari penginapan terdekat dari tempatnya berdiri.
Jika saja hari belum terlalu larut dan dia sedang tidak memakai wedges dengan hak tinggi, gadis itu sudah mengelilingi Kota Tokyo.
Vania mulai menggerutu karena dia tak kunjung menemukan penginapan. Keningnya berkerut, alisnya tertaut, iris kecokelatannya terpaku pada layar ponsel.
"Permisi, Nona ..."
Suara bariton yang lembut terdengar dari arah belakang gadis tersebut. Vania menoleh dan menemukan seorang pria berbalut kemeja putih dan celana kain.
Rambut pria itu sewarna bulu gagak dan disisir rapi, matanya bulat, rupanya yang terbilang imut mampu membuat hati siapa saja meleleh, tak terkecuali Vania Haynsworth.
Gadis itu berdeham singkat guna mengatur detak jantungnya yang tidak beraturan. Senyum yang diberikan pria tersebut benar-benar berbahaya untuk kesehatan jantung.
"Apa Anda butuh bantuan, Nona?"
Sekali lagi suara bariton milik pria itu membuat jantung Vania berdebar semakin cepat. Sang gadis bergeming di tempatnya, keringat dingin keluar dari pori-pori kulit dengan bebasnya.
"Ah, sorry. Maybe you don't understand. What can I do for you, Miss?"
Vania semakin dibuat tidak berkutik ketika pria manis itu melafalkan bahasa inggris dengan bibirnya sendiri. Untuk seorang pribumi, aksennya terdengar cukup baik.
Gadis itu mengangguk, mengisyaratkan dia butuh bantuan. Tidak mungkin dia berlama-lama di luar sini dengan kakinya yang semakin sakit untuk dipaksa berdiri.
"Tidak perlu memakai bahasa inggris. Aku mengerti apa yang kau katakan." Vania mengulas senyum tipis di wajahnya yang merona merah sebelum melanjutkan perkataannya.
"Bisakah kau menunjukkan letak penginapan terdekat, Tuan?"
Mulut pria itu membulat sempurna--terlihat imut di mata Vania, paham dengan apa yang dibutuhkan gadis di hadapannya. Tangan pria tersebut tampak terangkat, menunjuk sebuah bangunan tradisional tepat di seberang jalan.
Vania menolehkan kepalanya pada arah yang ditunjuk pria itu. Benar saja, bangunan tersebut adalah sebuah ryokan--penginapan tradisional Jepang.
Kenapa dia bisa tidak tahu penginapan itu ada di sana sedari tadi!?
"T-terima kasih, Tuan."
Vania membungkukkan badannya sebelum menarik kopernya untuk menyeberang jalan. Gerakannya terbilang cepat karena dia harus buru-buru pergi dari sana kalau tidak mau rona merah di wajahnya dilihat pria itu.
Sejenak Vania meringis saat kakinya berhenti di depan pintu penginapan. Dia menghela napas, melirik kaki kanannya yang terangkat ke belakang kemudian mengusapnya lembut.
"Kelihatannya kakiku terluka. Ah, biarlah," gumamnya pelan sebelum benar-benar masuk ke penginapan untuk menyewa kamar.
Tanpa gadis itu sadari, sang pria manis terkekeh pelan melihat tingkah lucunya. Desir di dadanya rasanya sama seperti yang dirasakan sang gadis. Hanya saja belum terlalu gila untuk disebut cinta.
--oOo--
To be continued.
Total words: 711 words.
Dedicated to Panillalicious a.k.a Aileen_Hayns.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro