Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

40. Scare.

Setelahnya, Rei benar-benar memenuhi ucapannya untuk berhenti mengganggu Rika dalam bentuk apapun.

Kalau sebelumnya Rika yang menghindar setiap melihat Rei, kali ini sebaliknya.

Rika merasakan perasaan janggal selepas pembicaraan mereka hari itu di depan kamarnya, lalu Rei pergi meninggalkannya begitu saja sebelum Rika menemuinya.

Perasaan itu terus terasa semakin berat bersamaan dengan detik jarum jam juga hari yang berganti.

Rika sekarang tahu, hanya dengan menghindar, masalahnya hanya akan semakin meradang. Tetapi yang menjadi kendalanya sekarang adalah, dia sudah terlambat untuk menyelesaikan masalahnya.

Sebagaimana dirinya dulu yang terus menghindar, Rei juga begitu. Malah lebih parah darinya.

Saat Rika menghampiri Rei di kantin ketika laki-laki itu sedang tertawa bercanda bersama Mike, Rei langsung berdiri, memberinya senyum, lalu pergi meninggalkan Rika terpaku sendirian.

Saat Rika melihat Rei yang sedang mendinginkan diri di depan kamar ganti setelah berolah raga, Rei kembali memberikan senyum kecilnya kemudian berlalu masuk kedalam meninggalkan Rika tanpa kata.

Dan ketika Rika hendak menghampiri Rei di parkiran sekolah saat pulang, Rei selalu melesat pergi, meninggalkan Mike ketika melihat sosok Rika mendekat meski perbincangan mereka sepertinya belum selesai.

Seperti itu. Rei perlahan menghapus dirinya sendiri dari hidup Rika seperti janjinya.

Mike yang melihat dan menjadi saksi nyata bagaimana kedua orang itu menyakiti diri mereka sendiri tidak bisa berkata. Ia sudah terlalu jauh mencampuri urusan mereka dan terakhir tidak berjalan dengan baik saat ia membantu Rei menyiapkan kejutan di pentas seni tahunan sekolah mereka.

Jadi yang bisa Mike lakukan sekarang adalah menjadi sahabat yang baik bagi kedua orang itu. Apalagi Rei yang tidak terlihat seperti dirinya sendiri semenjak seminggu hilang dari peradaban sekolah, kembali dengan kabar mengejutkan mengenai hubungannya dengan Rika, juga keputusannya menerima beasiswa di Harvard.

Ketiga orang itu, sedang mencoba menempatkan diri mereka di posisi yang seharusnya.

Tidak bersinggungan satu sama lain, sehingga tidak ada dari mereka yang seharusnya tersakiti.

*

"Rika-chan. Uhukkk... sudah pagi. Kau tidak sekolah?" Tanya Kakeknya dari depan pintu kamar.

Rika membuka matanya yang terasa berat. Ia tidak merasa memiliki tenaga untuk ke sekolah dan kembali di abaikan Rei hari ini.

Ia ingin istirahat dari segala macam perasaan yang sekarang membebaninya. Hanya sehari, dan besok Rika berjanji akan kembali menghadapi Rei lagi.

Tok tok tok

"Rika Chan. Kau bisa terlambat masuk sekol- uhukkk."

Suara batuk kakeknya membuat Rika memaksakan dirinya untuk berdiri dan menghampiri kakeknya yang tidak terdengar sedang sehat itu. Kalau dirinya tidak mau sekolah, setidaknya dia tidak mau membuat kakeknya khawatir.

Rika berjalan dan melihat wajah kakeknya yang terlihat pucat.

"Ojiichan, kau sakit?" Tanya Rika khawatir.

Kakeknya menggeleng dan mengibaskan tangannya, "ti- Uhukkk -tidak. Maklum, Kakek sudah tua jadi mudah terserang flu." Jawab kakeknya dengan senyum kecil dan dehaman. "Kau kenapa, hm? Kau tidak enak badan? Kau mau ijin dulu hari ini?"

Rika tampak serba salah. Kalau mau dibilang tidak enak badan, dirinya tentu berbohong. Dia hanya tidak merasa memiliki semangat untuk ke sekolah, itu saja.

Tepukan hangat diberikan oleh Kakeknya saat Rika sedang dibelenggu dilema. "Kalau begitu kau ijin saja dan istirahat. Kakek akan menelepon sekolahmu untun meminta ijin, ok?" Tangan lembutnya membelai pipi Rika. Rika jadi merasa semakin bersalah telah membohongi kakeknya seperti ini.

Kakeknya kemudian berbalik tanpa mendapatkan jawaban dari Rika, lalu tiba-tiba pandangannya gelap.

Rika yang sudah cukup sadar dari lamunannya, dengan sigap menangkap tubuh Kakeknya sebelum terjatuh.

"OJIICHANNNN!!!!"

*

"Malam ini." Rei tersenyum miring menjawab pertanyaan Mike yang duduk di hadapannya. Matanya kemudian menyenter ke segala penjuru kantin, seakan menunggu sosok yang selama ini ia coba hindari datang dan dia akan kembali pergi.

"Lalu kau tidak memberitahu Rika sama sekali mengenai rencanamu?" Tanya Mike tanpa menyembunyikan keheranannya atas kekeras kepalaan sahabatnya.

Rei menggeleng. "Rika tidak akan peduli mau kemanapun aku pergi." Ujarnya sambil terkekeh kecil seakan jawabannya barusan lucu.

"Lalu kau tidak peduli kalau suatu saat Rika menjadi milik orang lain karena kebodohanmu?" Desak Mike. "Kalian jelas-jelas memiliki perasaan yang sama. Kenapa kalian mempersulit segalanya?"

Rei terdiam, bersamaan dengan bel masuk yang berbunyi. Untuk seminggu ini dia menghindar, baru kali ini dia tidak melihat Rika yang mencoba menghampirinya.

Ia berdiri dari tempatnya kemudian bergumam kecil, "maybe our love is not enough."

Mike memutar bola matanya, jengah dengan ucapan Rei dan memutuskan untuk tidak lagi menambah drama dalam kisah sahabatnya.

Biarkan kedua orang itu sadar sendiri, dan semoga saat mereka sadar, mereka belum terlambat.

Rei tidak bisa berbohong kalau ketiada hadiran Rika hari ini membuat sesuatu di hatinya kosong. Apa mungkin Rika sudah memutuskan untuk melepas segalanya? Seperti keinginanku? Membebaskan dirinya.

Bukan gengsi, yang menahannya untuk tidak mencari Rika ke kelasnya, tetapi ia ingin memegang ucapannya yang pernah ia lontarkan pada Rika. Kalau dia tidak akan mengusik hidup Rika lagi, bagaimanapun caranya.

Seharusnya semua menjadi lebih mudah dengan Rika berhenti menghampirinya seakan ingin berbicara, tetapi pada nyatanya tidak.

Rei ingin melihat Rika untuk kali terakhir sebelum ia berangkat ke Amerika selama satu minggu untuk mengurus keperluan kelas foundationnya nanti.

Tapi ia harus menelan tekadnya bulat-bulat. Rei tidak boleh mengusik hidup Rika lagi.

Rei sedang memberesi kopernya, memasukan baju dan barang-barang yang ia perlukan selama satu minggu di Amerika sepulang sekolah hari itu.

Perasaannya terasa berat sekali. Rei merasa ragu apa ini ada hubungannya dengan dirinya yang belum mengatakan perihal kepergiannya pada Rika, atau hal lainnya?

Ditengah keraguan itu, telepon rumah yang terhubung di kamarnya berbunyi.

Ia biasanya akan mengabaikan telepon itu, tetapi entah kenapa ia memiliki keinginan kuat untuk menjawabnya. Sebagian kecil hatinya mengharapkan kalau Rika yang menelepon. Ia hanya ingin mendengar suara Rika sebelum ke Amerika meskipun hanya satu minggu.

"Halo?" Sapa Rei.

Terjadi keheningan cukup lama sebelum akhirnya Rei seperti mendapat asupan oksigen dalam jumlah banyak ketika orang di seberang sana menjawab sapaannya.

"H-halo...?"

Itu suara Rika. Tapi ada yang tidak beres dengan suara gadis itu.

"Rika, kau baik-baik saja?" Tanya Rei tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya.

Isakkan dengan jelas bisa Rei dengar dari Rika. Gadis itu tidak baik-baik saja.

"Rika, jawab aku. Kau baik-baik saja?" Tanya Rei setengah mendesak. Ia tidak lagi memikirkan janjinya untuk tidak mengusik Rika. Rei sangat mengkhawatirkan gadis itu sekarang.

"O-ojiichan..."

Rei tidak bisa berdiam diri disana terus. Rei merasakan satu dorongan untuk menghampiri Rika, memeluk gadis itu dan menenangkan tangisnya, mengatakan kalau semua akan baik-baik saja.

"Aku akan kesana sekarang." Putus Rei lalu ia mematikan teleponnya, bergegas meraih jaket bombernya dan berlari keluar kamar, melewati keluarganya yang menatapnya kebingungan, menyambar kunci mobil yang tergeletak di meja ruang keluarganya.

"Kau mau kemana, Rei?" Tanya Mamanya menghentikan langkah Rei yang hampir menggapai pintu keluar.

"Kau harus ke bandara 4 jam lagi, Rei." Kakeknya mengingatkan.

Rei berbalik, wajah khawatirnya terlihat jelas disana membuat kedua anggota keluarganya terkejut.

Rei menggeleng. "Ada yang tidak beres dengan Rika, Ma, Kek. Aku mau memastikan Rika baik-baik saja."

"Ada apa dengan Rika? Apa yang tadi menelepon Rika?" Tanya Mamanya menjadi khawatir.

Rei mengangguk kecil, "aku berharap tidak ada hal serius yang terjadi padanya." Lirihnya.

"Cepatlah pergi. Ingat, kau harus kembali dalam 4 jam." Ujar Kakeknya mengingatkan.

Rei kembali mengangguk dan berbalik, berlari menghampiri mobilnya yang di pacu dengan kecepatan tertinggi yang bisa ia kendalikan dengan kewarasannya sekarang ini.

Ia berharap tidak ada hal buruk terjadi pada Rika hingga ia sampai nanti.

***

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro