Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

28. Berbaikan?

Teriakan riuh rendah mewarnai lapangan yang di penuhi oleh seluruh siswa yang tengah mengikuti upacara pembukaan Pertandingan yang akan dijalankan selama tiga hari. Tepat ketika kepala sekolah menembakkan pistol udara ke langit, pertandingan resmi di mulai. Dan kedua Regu sibuk berdiskusi taktik yang akan mereka luncurkan pada pertandingan pertama, yaitu Futsal putra.

Setiap Regu diberi waktu satu jam setelah upacara pembukaan untuk kembali berdiskusi, atau sekedar mempersiapkan mentalnya. Dan seperti apa yang pernah Bruce serukan sebelumnya, Mike dikorbankan untuk bermain di permainan Futsal kuartal pertama dan akan Stand-by di kuartal selanjutnya.

Sedangkan Rika, ia mendapat kehormatan untuk duduk di bangku pemain cadangan untuk 'menemani' Mike seperti perjanjian Bruce pada Mike sebelumnya. Sebenarnya ada enaknya juga duduk di kursi pemain cadangan, selain tidak perlu berdesak-desakkan dengan siswa lain, Rika juga dapat melihat jalannya pertandingan tanpa terhalang badan besar siswa lain yang bisa tiba-tiba berdiri kecewa atau senang saat bola nyaris masuk ke gawang, atau malah masuk. Rika yakin dengan badannya yang kecil ini, ia pasti tidak bisa melihat adegan penting kalau duduk di kursi penonton.

"Kenapa kamu senyum-senyum seperti itu?" Sela Mike di tengah-tengah lamunan Rika.

"Aku tersenyum?" Ulang Rika mengerjapkan matanya berulang kali.

Mike mengangguk dan mengacak rambut Rika gemas, "Aku bahkan belum memenangkan pertandingan ini, dan kau sudah tersenyum. Kalau saat aku menang, kau harus menunjukan sesuatu yang lebih dari senyummu itu." pinta Mike.

Rika mengangguk menyanggupi. Dia memberikan senyum termanisnya untuk menyemangati Mike, namun senyumnya itu malah menyulut api cemburu dari seseorang yang duduk di seberangnya, seseorang yang terus menerus melihat Rika dari tadi, seseorang yang dapat melihat eskpresi dan senyum Rika secara jelas, seseorang yang hanya bisa menelan ludah kesal dan menggigit jari geram, Rei.

*

Kuartal pertama berakhir dengan skor dua untuk tim Rika, dan satu untuk tim Lawan. Salah satu angka yang tercetak, adalah berkat tendangan pinalti dari Mike yang mengenai sasaran dengan tepat. Rika bersorak dengan keras saat bola itu masuk ke gawang, dan tanpa disadari, Mike juga berlari kearah Rika dan memeluk gadis itu erat.

Seperti yang sudah Rika janjikan pada Mike, saat Mike memenangkan pertandingan -meskipun itu baru kuartal pertama- Rika langsung menghadiahi Mike dengan kecupan di pipinya. Sesuatu yang lebih dari sekedar senyuman.

Suara riuh rendah sorak sorai di bangku cadangan Regu B, dan juga suara siulan Bruce yang mendominasi memekakkan telinga begitu Rika mendaratkan kecupan singkat di pipi Mike. Mike sedikit terperanngah, namun ia tersenyum sedetik kemudian.

"Aku sudah kembali bersemangat. Sepertinya aku masih bisa bermain di Kuartal kedua." Sahutnya yang membuat Bruce dan anggota regu lainnya tertawa. "Aku akan mencetak lima gol lagi, dan kau harus menghadiahiku kecupan disetiap gol ku." Pinta Mike yang membuat Rika tersenyum kaget. Rika tahu kalau Mike hanya bercanda.

"Aku juga mau dong, Rika." Bruce menawarkan diri beserta pipinya mendekat kearah Rika, kontan Mike langsung menjauhkan pipi Bruce dengan kasar dan menghalangi tubuh gadisnya dengan posesif.

"Hati-hati kalau kau mau bertindak, Bruce." Mike mengepalkan dan membunyikan persendian jari-jarinya, bersiap untuk meninju orang yang berani mendekati Rika.

"Rika-Chan, Bodyguardmu seram sekali." Bruce merengek dan Rika hanya tersenyum sambil mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru lapangan, yang ternyata sedikit banyak sudah melihat kearah Rika.

Wajah Rika memerah mengingat aksi nekatnya. Namun matanya terpaku pada satu sosok yang melihatnya tanpa berkedip. Wajahnya memerah. Botol yang berada di tangannya sudah remuk. Dan matanya, menatap mata Rika tepat, lurus, tajam dan menusuk.

Begitu mata mereka bertemu cukup lama, Rei berdiri dan melempar botol itu kasar kebawah. Dia pergi meninggalkan lapangan indoor dan segala macam pemandangan didalamnya beserta Rika yang masih membeku di tempat duduknya melihat kepergian Rei.

Sisa pertandingan di kuartal kedua, tidak lagi di minati oleh Rika, meskipun kelasnya menang, tapi Rika tidak terlihat antusias. Dan itu semua karena Rei tidak juga kembali ke tempat duduknya. Mendadak penyesalan hinggap di dada Rika.

*

Satu jam jeda sebelum memulai lomba selanjutnya setelah Futsal Putri berakhir, Lari jauh Putri. Rika ikut berpartisipasi di ajang lari Jauh ini sebagai pelari terakhir yang akan berlari sampai ke garis finish. Untuk menyelenggarakan kompetisi ini, Sekolahan sampai memblokade jalanan sekitar beradius lima ratus meter sementara waktu selama perlombaan di adakan.

Rika merasa gugup karena dia akan menjadi pelari terakhir yang menentukan kemenangan baru bagi Regu B. Dan itu merupakan tekanan yang berat meskipun Mike terus mengatakan kalau semua akan baik-baik saja.

Rika masih belum merasa tenang, dan dia memutuskan untuk menenangkan diri dari segala tekanan, dan juga menghilangkan pikiran tentang perginya Rei di kuartal pertama tadi. Menghilangkan tatapan menusuknya.

Rika berjalan kearah perpustakaan, tempat terdamai di sekolahannya, dulu dan saat ini. Dan untungnya, meskipun sedang melaksanakan pertandingan, Pintu perpustakaan tidak dikunci.

Rika langsung melangkah kearah pojokan ruangan yang terdapat meja di sisi jendela, tempatnya biasa berdiam diri dan terkadang tertidur. Langkahnya terhenti begitu melihat punggung seseorang yang menempati meja favoritnya. Orang itu membenamkan seluruh wajahnya di atas meja, namun Rika dapat melihat tampak belakang laki-laki itu dengan jelas.

Rika juga baru menyadari piercing kecil di telinga kanan laki-laki tersebut. Jantung Rika berdetak cepat saat laki-laki itu bergerak, dan memiringkan wajahnya hingga Rika kini bisa dengan leluasa melihat wajah laki-laki itu.

Sepertinya baru kemarin Rika melihat wajah tertidur Rei saat mereka berlibur selama tiga hari, dan sekarang ia kembali melihat wajah tertidur ini, namun dengan status yang berbeda. Rika berjongkok di samping Rei, di pinggiran meja, wajahnya tepat berada di hadapan Rei yang hanya masih tertidur.

Jari telunjuk Rika melayang dan berhenti tepat satu centi di kening Rei yang berkerut samar, persis seperti yang selama ini dia lihat disaat Rei tampak sedang berpikir keras, terlebih saat terakhir dia melihat laki-laki ini dari dekat saat di pantai, moment terakhir mereka bersama.

Rika tersenyum dan berharap waktu dapat berhenti saat ini juga, karena Rika ingin mematri setiap jengkal wajah Rei yang selalu membuatnya rindu, dan menghangatkan hatinya yang mulai mendingin.

"Sudah puas melihatku?" tanya Rei tiba-tiba tanpa membuka matanya. Rika terlonjak kaget dan menyembunyikan jari tangannya. Rei membuka mata, dan menatap langsung mata Rika yang berada di hadapannya, sejajar.

Rika langsung berdiri dan berbalik, hendak meninggalkan Rei, tapi langkahnya terhenti. Rei merentangkan tangannya dan meraih pinggang Rika, hingga sekarang, Rei memeluk Rika dari belakang, masih dalam posisi duduknya. Rei menyandarkan kepalanya ke pinggang Rika dan memeluknya erat.

"Jangan pergi. Jangan lepaskan." Pinta Rei. Jantung Rika berdegup cepat. Ini tidak benar.

"Rei, lepas. Orang-orang bisa salah paham." Rika mencoba melepaskan, tapi Rei malah mengeratkan pelukannya.

"Aku tidak mau." jawabnya. Apa yang terjadi pada Rei? Kenapa Rei jadi seperti ini? Pikir Rika. "Biarkan orang-orang melihat. Karena apa yang mereka lihat sekarang, itu tidak salah. Melainkan apa yang kulihat adalah salah."

Rika mengernyit.

"Apa kau sengaja?" tanya Rei kemudian. Rika masih terdiam menunggu kelanjutan ucapan Rei. "Kau sengaja mencium Mike, memamerkan kemesraan kalian di hadapanku, dihadapan orang lain?"

"Sengaja atau tidak, apa pedulimu?" ketus Rika.

"Tentu aku peduli, karena kau adalah milikku. MILIKKU!" Tegas Rei, membuat jantung Rika tambah berdetak lebih cepat lagi.

Rika berbalik, mencoba berusaha tenang dan menampilkan ekspresi datar. Rika tidak mau semudah itu terlena pada ucapan Rei, dan kembali kecewa setiap kali dia percaya.

Rei mendongak dan menatap mata Rika tulus. Berharap ketulusannya dapat menggapai hati gadisnya lagi. "Kau adalah Milikku." gumamnya lagi.

"Aku bukan milik siapa-siapa." jawab Rika datar. "Rei, pertunangan kita sudah batal. Meskipun itu ada, hubungan kita hanya pura-pura, kau ingat? Apa Ojii-san kembali mendesakmu hingga membuatmu jadi seperti ini?"

Rei menggeleng, "Aku tidak gila, Rika. Aku sadar dengan apa yang kulakukan. Kau harus percaya padaku." Rika terdiam. "Aku akan memberitahumu segalanya, setelah aku memenangkan pertandinganku nanti. Tapi sebelum itu, tolong percaya padaku. Jangan melakukan hal seperti itu lagi, jangan berdekatan dengan Mike atau menciumnya lagi. Karena hatiku sakit melihat itu semua."

Rei kembali menyandarkan kepalanya di perut Rika, namun dia bisa mendengar debaran jantung tak karuan milik Rika. Sama dengan debaran jantung miliknya.

"Apa aku bisa mempercayai ucapanmu kali ini?" tanya Rika setelah diam cukup lama. Rei mendongak dan mengangguk yakin. "Kau bukan sedang mempermainkanku, kan? Kau tahu, kau mencintai Alika dan tidak mau kehilangan dia. Kalau ini semua hanya karena ancaman Ojii-san, aku tidak akan pernah memaafkanmu lagi."

"Kakek sama sekali tidak mengancamku untuk mengatakan ini. Dan Alika, aku sudah pisah darinya. Karena aku ingin mengejar Punggung orang yang aku cintai, memintanya berbalik dan berjalan disampingku lagi."

Wajah Rei terlihat tulus, dan air mata Rika mulai turun di pipinya. Menanggapi ketulusan ucapan Rei yang menghangatkan seluruh hatinya. Dan Rika hanya mengangguk pelan terlebih saat Rei menghapus airmatanya dengan jari dan telapak tangan miliknya.

"Lalu, hubunganmu dengan Mike?" tanya Rei menggantung.

"Kami tidak berpacaran." Jawab Rika yang membuat Rei terkejut. "Aku dan Mike hanya berpura-pura karena gosipku dan dia cepat tersebar saat aku menerimanya di depan umum. Mike melakukan ini demi aku." Rika menjelaskan.

"Kenapa kau selalu terlibat dalam hubungan palsu, Rika?" tanya Rei sedikit prihatin, dan hanya terdengar tawa miris dari Rika sebagai tanggapan. "Lalu selama ini aku cemburu untuk apa?"

"Kau cemburu?" tanya Rika.

"Tentu saja. Aku juga bisa cemburu." sahut Rei cepat. Merasa tersinggung.

"Maksudku, kau cemburu padaku?" Rei hanya mengangguk dan kembali memeluk Rika erat. "Kenapa kau manja sekali?"

"Memangnya tidak boleh?"

Rika tersenyum sambil membelai kepala Rei. Entah kepercayaan dari mana, Rika mau untuk mempercayai Rei sekali lagi. Karena sejujurnya, dia sangat merindukan laki-laki ini. Meskipun dulu dia adalah laki-laki egois dan selalu membullynya. Tapi laki-laki itu sekarang sudah menjadi laki-laki termanis, ditambah kalau apa yang akan dia jelaskan nanti dengan apa yang dia katakan sekarang adalah benar.

"Jangan pergi lagi, Rika. Jangan lagi..." Lirih Rei sambil mengeratkan pelukannya.

"Aku tidak akan pergi, Rei. Tidak selama kamu tidak kembali mengusirku." Ucap Rika tidak kalah lirih.

Dibalik rak buku di dekat mereka, Alika bisa mendengar semuanya dengan jelas. Tangannya terkepal, memusatkan seluruh emosi yang ia rasa ke ujung tangannya. Tadinya ia berniat mengikuti Rika untuk membuat pelajaran pada gadis itu. Karena bagi Alika, peran Rika dalam hubungannya yang kandas dengan Rei sangatlah besar. Ia yakin firasatnya tepat, apalagi setelah melihat adegan menjijikan dan janji memuakkan yang sedang Rika dan Rei umbar.

Kau kira aku akan membiarkan kalian begitu saja? Alika tersenyum sinis dan segera berlalu sebelum kedua orang yang sedang ia mata-matai sadar akan kehadirannya. Kau akan mendapat harga yang pantas atas apa yang telah kau perbuat, Rika!

***

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro