21. Bagaimana caranya Cemburu?
Bel sekolah berbunyi menandakan waktu sudah pukul 12, dimana pelajaran setelahnya ditiadakan dan menjadi kelas bebas untuk para siswa berlatih menyambut pertandingan sebulan lagi.
Rika dan Gladys, yang di nobatkan untuk menjadi perenang di Regu B, berjalan beriringan menuju ke kolam renang Indoor sekolahya yang terletak di gedung tidak jauh dari gedung sekolahnya. Anggota regu Tim B sudah menyebar ke tempatnya masing-masing untuk berlatih. Mike juga tidak menemani Rika latihan karena ia harus melatih anggota tim Basket lainnya. Namun Mike sudah berpesan pada Rika untuk berhati-hati saat istirahat pertama tadi.
"You didn't look well, Rika. Any Problem?" Gladys melihat khawatir kearah Rika, mata hitam pekat miliknya menatap lurus kearah bola matanya.
"Aku baik-baik saja." Jawab Rika sambil tersenyum.
"Kau terlihat sedikit pendiam hari ini." Komentar Gladys.
"Bukankah aku selalu pendiam?" Canda Rika berusaha memecah suasana khawatir Gladys.
"Itu dulu." Jawabnya merangkul bahu Rika yang memiliki tinggi dibawah dagu Gladys. Jangan salahkan Rika, namun memang Gladys yang terlalu tinggi sebagai gadis Asia. "Kau yang sekarang sudah tidak pendiam lagi."
"Tapi aku benar-benar tidak apa-apa." Gumam Rika, ia tersenyum lagi.
"Kuharap kau tidak sedang bertengkar dengan Mike."
"Kenapa kau bicara seperti itu?" Rika mengernyit.
"Karena wajahmu yang sekarang, seperti wajah kakakku yang baru putus dari pacarnya." Gladys tertawa.
"Aku tidak...." Rika menutup kedua pipinya dengan kedua telapak tangannya. Ia juga mencoba menarik wajahnya sendiri untuk tersenyum. Gladys hanya tertawa melihat ulah Rika.
"Baiklah, baiklah. Aku hanya bercanda." Gladys berjalan mendahului Rika yang sedang berhenti untuk mengurut wajahnya. "Kau tahu? Dulu ku kira kau tidak akan bertahan lama disini setelah memiliki masalah dengan Alika dan Rei. Tapi sekarang kau malah berpacaran dengan Mike yang merupakan sahabat Rei. Aku cukup terkejut." Ujar Gladys tertawa lebar.
Jantung Rika kembali berdegup kencang saat Gladys menyebut nama Rei. Bahkan hanya mendengar namanya saja, jantungnya sudah bertingkah.
"Mengejutkan, Bukan?" Rika tersenyum kaku.
"Tentu saja. Pria terkeren yang tersisa setelah Rei berpacaran dengan Alika, hanya Mike. Dan kau memiliki Mike. Tentu saja berita itu seperti badai angin topan di telinga pada siswi."
"Termasuk dirimu?"
"Aku? Ah... Aku sudah mempunyai pacar di luar sekolah. Aku hanya menjadikan Mike sebagai bahan cuci mata saja. Kau tidak keberatan, kan?" Gladys menjulurkan lidahnya dan tertawa menatap Rika.
"Untuk apa aku keberatan?" Rika tertawa pada Gladys. "Lagi pula Ia hanya pacarku, bukan barang yang harus ku simpan hingga tidak ada yang boleh melihatnya."
Gladys mengangguk seakan mengerti, "Kau tidak cemburu?"
Rika dengan cepat menggeleng, "Untuk apa cemburu karena banyak perempuan melihat Mike?"
Gladys mengernyit sebentar kemudian wajahnya kembali datar, "Aneh. Aku akan cemburu meskipun anak kecil melirik pacarku."
"Benarkah?" Rika membulatkan matanya tidak percaya.
Gladys mengangguk. "Mungkin memang aku yang terlalu cemburu." Gladys tersenyum kikuk. "Itu juga karena aku terlalu mencintai pacarku."
Rika nampak berpikir, ia bahkan tidak merasa marah saat Mike berdekatan dengan perempuan lain. Apa itu artinya Rika tidak benar-benar mencintai Mike?
"Lalu apa yang kau lakukan saat kau cemburu seperti itu?" Tanya Rika setengah menyelidik.
"Aku?" Gladys mengulang pertanyaan Rika.
Mereka sudah sampai di kolam renang indoor yang ternyata masih kosong. Wajar saja, renang tidak memerlukan waktu latihan yang rutin dan panjang. Mungkin semua siswa yang menjadi anggota tim Renang sedang berlatih olah raga lain saat ini.
Gladys dan Rika berjalan ke ruang ganti dan berganti baju renang di ruang ganti yang tersedia.
"Mengenai pertanyaanmu.." Gladys bergumam di ruang sebelahnya. "Tidak banyak yang kulakukan. Pacarku sudah tahu mengenai rasa cemburuku ini. Jadi aku hanya mempererat peganganku pada lengan pacarku untuk menunjukan kalau dia adalah milikku." Gladys tertawa. "Kekanak-kanakan, ya?"
Rika tidak menjawab pertanyaan Gladys. Ia hanya mengangguk dalam diam meskipun tahu kalau Gladys tidak bisa melihat anggukannya. Namun ia dengan serius memikirkan ucapan Gladys, karena biar bagaimana juga, Rika hanyalah pemula dalam perihal percintaan. Dan dalam hal ini, Gladys sudah Rika anggap sebagai 'guru' secara tidak resmi.
*
Aneh bukan kalau sebuah pasangan tapi berjalan tidak bergandengan tangan? Itulah yang terjadi pada Rika dan Mike. Meskipun sudah resmi berpacaran selama hampir satu bulan, Tapi Mike dan Rika tidak bergandengan tangan meskipun saat sedang kencan.
Awalnya Rika tidak begitu memusingkan, tapi setelah mendapat pencerahan singkat dari Gladys, ia jadi terus berpikir mengenai hal ini.
Rika tidak merasa marah kalau ada perempuan yang melirik Mike, bahkan ada beberapa yang sengaja bertabrakan dengan Mike. Rika juga tidak pernah bergandengan tangan dengan Mike. Kalau ia tiba-tiba meraih lengannya apakah tidak akan aneh?
"Kau tidak apa-apa, Rika-Chan?" Mike terus memperhatikan Rika yang sedang asik memikirkan sesuatu dan bergeleng sesekali sejak mereka masuk ke dalam pusat perbelanjaan sore itu.
"Ah.. Maaf... Apa aku melewatkan sesuatu?"
"Tidak. Aku juga tidak berbicara apapun." Mike tersenyum, senyum tulus yang selalu diberikan pada Rika selama ini. "Kau ada masalah?"
Rika menggeleng pelan. "Aku hanya sedang memikirkan sesuatu." Jawab Rika membalas senyum Mike.
Entah apa yang menghantui atau membisiki Rika, tiba-tiba saja ia mengajak Mike pergi ke pusat perbelanjaan di daerah kota sore itu. Mungkin saja Rika takut akan melihat Rei lagi di rumahnya kalau ia pulang terlalu cepat, tapi hatinya berkata lain.
"Kau bisa menceritakannya padaku kalau kau mau." Mike menawarkan diri. Ia berdiri di hadapan Rika hingga Rika berhenti melangkah. Mike meletakkan kedua tangannya di pundak Rika dan sedikit merunduk. "Aku pacarmu, Kau ingat?"
Kata pacar yang di ucapkan Mike, tidak bisa membuat jantung Rika meloncat kegirangan. Bahkan ia merasa sedikit sakit dan sesak saat ia menarik nafas. Rika tersenyum lagi pada Mike yang masih memandangnya seakan menunggu jawaban dari Rika, "Terima Kasih, Mike. Tentu saja aku ingat."
Mike menurunkan kedua tangannya dan menjejalkannya kedalam saku celana, "Bagus kalau kau ingat." Ucap Mike kemudian berbalik melanjutkan jalannya.
Sudah cukup Rika merasakan keresahan ini, ia sudah cukup jahat pada Mike. Ia tidak ingin membuat Mike menanyakan hal itu lagi. Aku sudah memilih Mike! Kenapa aku masih harus ragu?
Rika merentangkan tangannya dan masuk melalui celah yang terdapat antara lengan dan badan Rei, ia kemudian meraih lengan itu dan mensejajarkan langkahnya dengan langkah Mike.
Mike cukup terkejut dengan aksi kecil Rika barusan. Ia menoleh dan melihat puncak kepala Rika yang tengah merunduk. "Kenapa..."
"Kau pacarku, Kan?" Gumam Rika tanpa mengangkat wajahnya. Ia berani bersumpah, ia merasa malu dan wajahnya pasti semerah tomat saat ini.
Mike tersenyum dan mengangguk, "Ya benar, Aku adalah pacarmu." Mike melepas pegangan Rika pada lengannya dan menggenggam telapak tangan Rika erat. "Apa aku boleh tanya sesuatu?"
Rika mengangguk. Ia kaget saat tangan Mike menggenggam telapak tangannya, setiap ruas jarinya yang bertautan dengan jari-jari Mike, entah kenapa ia merasa kalau semua ini tidak tepat. Berbeda dengan saat Jari-jari Rei yang menggenggamnya. Semua terasa sangat tepat dan benar.
"Apa dari tadi kau merisaukan hal ini?" Mike menaikkan pegangan tangannya, mau tidak mau Rika mengadahkan kepalanya dan melihat pegangan tangan yang berada di hadapannya sekarang. Rika kembali mengangguk kecil. Mike tertawa dan menurunkan pegangan tangannya, "Kau benar-benar manis sekali, Rika-Chan."
"Berhenti mengejekku. Aku malu!"
"Aku tidak mengejekmu. Aku memujimu. Mengejek dan memuji itu memiliki banyak perbedaan, kau tahu?" Mike tertawa melihat Rika yang berusaha menutupi wajahnya yang merah dengan tangan sebelahnya lagi.
"Pujianmu terdengar seperti ejekkan." Cibir Rika.
"Tapi aku benar-benar memujimu." Mike menaikkan jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf V, "Aku berani sumpah." Mike terkekeh pelan melihat wajah lucu Rika dibalik poni panjang Rika yang menutupi separuh wajah cantiknya.
"Jangan bermain dengan kata-kata sumpah." Rika masih mencibir Mike dengan berusaha menahan tawa.
"Aku tidak takut kalau aku mengatakan hal yang sebenarnya." Mike mendengus kemudian tertawa setelah melihat Rika kembali mencibir dan tersenyum.
"Mike... Rika..." Suara yang familiar memanggil mereka tidak jauh dari tempat mereka berdiri.
Meskipun sosoknya belum terlihat, Rika dan Mike tahu siapa pemilik suara yang memanggil mereka barusan. Tubuh Rika sudah bereaksi duluan dan mempererat pegangan tangan di lengan Mike saat sosok itu muncul.
Rei, diikuti oleh Alika keluar dari toko aksesoris yang baru saja dilewati oleh Rika dan Mike. Rei tidak sengaja melihat Rika tadi baru beralih melihat Mike. Awalnya ia ragu untuk memanggil mereka, tapi ia tidak mempunyai alasan untuk menghindari kedua orang itu. Terlebih Rei ingin mengambil hati Rika, bukan?
"Apa yang kalian lakukan?" Tanya Mike pada Rei dan Alika.
Alika menggidikkan bahunya, "Berbelanja." Jawab Alika singkat.
Rei menatap tajam kearah Rika yang bersembunyi di balik lengan Mike yang di pegang dengan erat. Seakan... Seakan Rika ingin memberi tahu sekelilingnya kalau Mike adalah miliknya atau sebaliknya.
"Kalian sudah makan?" Tanya Mike lagi.
Alika dan Rei tidak menjawab dan hanya saling berpandang.
Mike tersenyum saat merasa genggaman tangan Rika menguat. Ia juga sempat melirik Rei yang tengah menatap gadis di sebelahnya dengan tatapan kecewa. Tatapan yang selalu Mike temukan di bola mata Rei sejak ia berpacaran dengan Rika.
"Kita ingin mencoba Barbeque Korea yang baru buka di atas. Kalian mau bergabung?" Ajak Mike bersamaan dengan remasan kencang di lengannya akibat refleks Rika yang kaget mendengar ajakan Mike.
"Terima kasih tapi Rei tidak suka makanan..."
"Baiklah, Kami ikut." Sela Rei memotong ucapan Alika.
Mike, sebagai sahabat dari kecil Rei, tentu saja tahu kalau Rei tidak menyukai makanan Korea seperti Kimchi, dan bau bawang putih atau minyak wijen. Mike sengaja mengajak Rei hanya untuk sekedar mengetes. Ternyata Rei masih menyimpann gengsinya itu pada gadis di sebelahnya.
"Tapi Honey, Kamu kan..."
"Aku mau makan itu sekarang." Rei mengeles. Matanya terus terpaku pada Rika yang terlihat sedikit memucat.
"Baiklah kalau begitu. Ayo kita pergi sekarang." Mike melangkah mendahului kedua orang di belakangnya. Ia menggenggam tangan Rika yang masih memegang erat lengannya. "Kau baik-baik saja?" Tanya Mike memastikan.
Rika mengangguk pelan. Hatinya tidak baik, jantungnya tidak baik. Tapi bagaimana ia mengatakan itu pada Mike?
"Maaf aku mengajak mereka tanpa meminta persetujuanmu." Rika dapat mendengar nada penyesalan di dalam bisikan Mike. "Kalau kau mau, aku bisa membatalkannya..."
"Tidak perlu." Jawab Rika cepat. "Kau tidak perlu membatalkannya hanya karena aku." pinta Rika berbisik. "Aku tidak apa-apa." sambung Rika, ia mengangkat kedua jari telunjuk dan tengahnya kearah Mike, "Suer!"
Mike tertawa dengan spontan melihat Rika. "Kau manis sekali, Ya Tuhan!" ujar Mike di tengah tawanya.
Rei dan Alika mengikuti kedua orang itu dari belakang. Rei bisa mendengar tawa Mike dan juga pujian Mike dengan jelas, dan itu membakar api cemburu Rei hingga ia menggeretakkan giginya kesal.
"Rei... Rei!" Panggil Alika kesal.
"Apa?!" Bentar Rei kasar. Mike dan Rika kontan berhenti dan menoleh ke belakang melihat ke sumber suara. Rei yang sadar kalau tengah menjadi pusat perhatian, mengerling dan melingkarkan rangkulan kepundak Alika. "Kenapa, Honey?" Tanya Rei berubah manis.
Rika mendengus pelan dan kembali mengalihkan pandangannya ke depan. Mike tersenyum begitu melirik reaksi Rika dan juga perlakuan aneh Rei.
"Kau kenapa, sih? Tiba-tiba saja membentakku?" Tanya Alika kesal.
"Maaf, aku sedang melamun." Ucap Rei terdengar cuek karena aksinya untuk membuat Rika cemburu gagal.
"Apa yang kau lamunkan? Semenjak pertunangan bohonganmu berakhir, kau terlihat sangat aneh, kau sadar itu? Bahkan semenjak mereka bersama, kau terlihat..."
"Alika! Bisa jangan kau bicarakan itu sekarang?" Bisik Rei tegas pada Alika.
"Kau bahkan menerima tawaran Mike untuk makan makanan yang bahkan kau tidak suka. Kau bahkan meninggalkanku saat aku memaksamu menemaniku makan itu. Tapi kenapa sekarang? Oh.. Ya Tuhan! Apa semua perubahanmu ini akibat perempuan murahan itu?" Alika mengabaikan perkataan Rei dan melanjutkan keluhannya.
"Alika! Katakan satu kata lagi, aku akan meninggalkanmu sendiri disini." Bentak Rei pelan, agar kedua orang di depannya tidak dapat mendengar perseteruan mereka.
Alika mendengus dan melepaskan pegangan tangannya pada lengan Rei.
*
Angin segar meniup rambut Rika yang tergerai bebas, memaksa Rika untuk menguncir rambutnya agar ia bisa makan dengan tenang.
Mereka - Alika - Memilih untuk duduk di luar ruangan untuk menikmati udara laut yang merupakan ciri khas dari pusat perbelanjaan itu.
Setelah selesai memesan beragam macam pesanan yang tentu saja di lewatkan oleh Rei, pelayan itu pergi membawa menu-menu yang berada di hadapan ke empat orang itu kedalam lagi.
Suasana aneh menghantui keempat orang itu ketika pelayan pergi. Alika menatap tajam Rika yang berada di hadapannya seakan ingin memangsanya hidup-hidup, Rei yang terus menerus melirik Mike dan Rika bergantian dengan tatapan menyelidik, Mike yang berpura-pura tidak tahu kalau dirinya terus di tatap sahabat yang duduk di hadapannya dengan memainkan ponselnya, dan Rika yang terus menunduk berusaha untuk mengabaikan tatapan mengerikan di hadapannya.
Rika menghirup satu aroma, aroma yang selama ini selalu sukses membuatnya sulit bernafas, terbatuk, bahkan ia pernah sampai di rawat di rumah sakit akibat gangguan pernapasan. Rika berusaha menahan batuknya, namun tidak bisa.
Mike mendengar suara Batuk Rika dan mengernyit. Ia kemudian memperhatikan sekitar dan mendapati tiga orang pria yang duduk tidak jauh dari meja mereka sedang mengobrol dan merokok. Ya, Rika alergi terhadap asap Rokok.
Rei hanya mengernyitkan alisnya saat melihat Mike terlihat seperti mencari sesuatu.
Begitu pelayan datang membawa nampan besar yang berisi banyak makanan pendamping, Mike langsung menyela, "Boleh kami pindah tempat kedalam saja?"
"Kenapa? Disini hawanya sejuk! Aku tidak mau pindah." Alika mengomel tidak terima.
"Maaf, Tapi pacar saya alergi terhadap bau rokok." Mike tidak mengindahkan protes Alika dan tatapan kaget Rei.
Rika terus terbatuk dan tidak bisa berbicara. Rei menatap Rika dengan tatapan cemas melihat wajah Rika yang memerah. Ia baru tahu kalau Rika alergi terhadap bau Rokok. Dan tadi apa yang Mike katakan? Pacarnya? Bahkan aku yang tunangannya saja tidak tahu apapun!
"Aku tidak mau pindah!" Alika dengan keras kepala menatap Mike yang tampak tidak peduli dengan ucapannya. Mike sudah mulai berdiri memapah Rika dari tempatnya."Rei kau mau kemana?" Alika meraih lengan Rei yang tiba-tiba saja berdiri mengikuti kedua orang di hadapannya.
"Pindah." Jawab Rei singkat. "Kalau kau masih mau disini, tidak apa-apa."
"Rei, Kau!!" Alika menggeram kesal saat melihat sosok Rei ikut menghilang di balik pintu penghubung ruangan luar dengan dalam. Yang paling membuat Alika kesal adalah ekspresi cemas di wajah Rei yang menatap Rika.
Akhirnya Alika ikut bangkit dan masuk kedalam menghampiri kedua orang yang tampak panik menatap Rika yang masih terus terbatuk.
Rei menyodorkan segelas teh jagung kehadapan Rika, "Minumlah. Jangan sampai tenggorokanmu kering dan luka."
Rika menerima gelas itu dan meneguknya perlahan agar tidak tersedak. "Maaf..." Ucap Rika setelah selesai menegak tehnya diikuti oleh batuk.
Rei menatap Rika lembut. Ia nampak tidak peduli dengan tatapan tajam Alika yang kini sudah berada di sebelahnya, dan juga senyuman simpul dari Mike yang berada di sebelah Rika.
"Kau bisa berdiri?" Tanya Rei. Rika mengangguk dan berdiri dengan dibantu oleh Mike. "Rentangkan tanganmu dan coba tarik nafas yang dalam dan buang perlahan melalui mulut mu." Pinta Rei.
Rika menurut tanpa memprotes, ia mengulang proses itu beberapa kali hingga batuknya mereda.
"Sudah baikkan?" Tanya Rei penuh perhatian menatap Rika yang kembali duduk di hadapannya.
Rika mengangguk pelan, Perlu di akui oleh dirinya, ini pertama kalinya ia sembuh dengan cepat dari gangguan pernafasannya dan itu semua berkat Rei. "Terima kasih." gumam Rika.
Rei tersenyum lega, jantungnya juga mulai berpacu dengan normal setelah tadi ia mendadak seperti serangan jantung ketika melihat Rika yang kesusahan bernafas.
"Maaf membuat kalian repot." Gumam Rika lagi lebih ditujukan pada Alika yang terlihat tidak senang karena Rei terlihat memberi perhatian lebih pada dirinya. "Dan terima kasih, Mike." Rika tersenyum menghadap Mike yang tengah menggenggam tangan kanannya erat.
***
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro