2. Mimpi buruk? Bukan, Neraka!
Rika melamun di depan televisi yang tengah menayangkan Film komedi Korea. Meskipun sudah satu minggu ia bersekolah, namun tidak ada hal menyenangkan yang terjadi, malah sebaliknya. Kepindahan Rika ke Indonesia seakan tidak mengubah apapun menjadi lebih baik. Ia tetap saja menjadi target yang paling mudah untuk dikerjai.
Ditambah setelah kejadiannya dengan Rei beberapa hari yang lalu, Rika lebih memilih untuk menetap di kelas dan memastikan makanan dan minumannya cukup sebelum berangkat sekolah. Ketika secara tidak sengaja Rika bertemu dengan Rei saat jam masuk atau pulang sekolah, Rika memilih untuk menghindari kontak mata dengan Rei dan bergegas menuju kelasnya sebelum Rei sadar akan kehadiran Rika.
Akibat kejadian di kantin hari itu, dan juga aksi heroik Mike yang membela Rika, Rika banyak mendapat tatapan dan juga cibiran tidak suka dari kakak kelas maupun teman sekelasnya. Alasannya ya karena mereka menganggap Rika tidak pantas mendapatkan bantuan dari Mike yang notabene Keren dan Tampan. Sedangkan Rika hanya seperti sebutir debu yang mengotori kesempurnaan Mike.
"Rika. Cepat bersiap-siap." Suara Kakek membangunkan Rika dari Lamunannya.
"Bersiap kemana, Ojii-Chan?" Rika menoleh kebelakang dan melihat Kakeknya sudah terlihat Rapih.
"Bertemu dengan Teman lama Kakek, Rika. Kau sudah janji akan ikut, bukan?" Kakek berkacak pinggang dan melihat Rika aneh. "Kau tidak bisa mengingkari janjimu begitu saja!"
"A-ah... Hari ini?" Tanya Rika sambil melihat jam dinding yang terpaku di atas televisinya.
"Apa aku harus memintamu bersiap-siap untuk acara minggu depan? Tentu saja hari ini." Tegas Kakeknya lagi.
Rika tersenyum mendengar jawaban Kakeknya. Ia lalu berdiri dan berjalan kearah tangga yang menghubungkan lantai dasar dengan lantai dua di mana kamarnya berada. "Baiklah, Aku bersiap-siap dulu." Ujar Rika.
*
Rei bersiul dengan senang saat melangkah keluar dari kamarnya. Ia memutarkan kunci mobil di tangan kanannya sedangkan tangan kirinya ia jejalkan kedalam kantung celana Jeans.
Begitu langkahnya melewati ruang tamu dimana Papa dan Mamanya sedang menonton televisi, ia menghentikan langkahnya dan hendak berpamitan. Namun sebelum ia membuka suara, Kakeknya sudah memanggil Rei terlebih dahulu dari belakang.
"Kebetulan kau sudah rapih, Rei." Ujar Kakeknya tersenyum membuat matanya menjadi terlihat segaris lurus.
"Ah, Iya Kek. Aku mau pergi keluar bersama..."
"Kebetulan sekali, Ayo pergi bersamaku."
Rei membelalak. Tidak biasanya Kakek mengajaknya keluar bersama. "A-Apa?"
"Kakek ingin membawamu bertemu dengan Teman seperjuangan Kakek." Kata Kakeknya tidak peduli dengan perubahan ekspresi Rei. "Ayo cepat, Kau yang menyetir." Kakek menepuk punggung Rei perlahan.
"T-Tapi aku ada janji kencan dengan...."
Kakek menatap Rei tajam hingga membuat Rei melupakan apa yang ingin ia katakan tadi.
"Mama...." Rei mulai merengek ke Papa dan Mamanya yang hanya tersenyum dan terdiam melihat ulah Kakek.
"Pergilah dengan Kakek, Rei." Ujar Papa. "Kau pasti masih menginginkan posisi tetap di Rumah Sakit milik Kakek, Bukan?"
Ya, itu dia. Ancaman mutlak Kakek. Kakeknya adalah pemilik Rumah Sakit ternama di Jakarta, dan sebagai cucu, bisa di pastikan Rei bisa mendapatkan Posisi tetap tanpa perlu melakukan interview dan lainnya. Tapi syaratnya adalah agar Rei menjadi cucu yang penurut.
"Benar kata Papa, Rei. Mama rasa Alika tidak akan keberatan kau membatalkan kencan minggu ini." Ujar Mama membenarkan nasihat Papa.
Rei menghela nafas dengan Berat. Ia memang tidak mempunyai pilihan lain untuk menolak selain menerima. Kakek memang memiliki kartu As tentang kelemahan Rei dan menjadikan itu sebagai ancaman setiap kali Rei menolak permintaannya.
"Baiklah. Hanya kali ini saja!" Tegas Rei mengalah. "Aku akan memberitahu Alika dulu mengenai ini."
Kakeknya tertawa puas dan bergabung dengan Papa dan Mamanya yang juga tersenyum geli melihat Kakek. "Kau memang cucu yang penurut."
Rei mendengus seraya berjalan menjauh. Kau menggunakan cara licik untuk membuatku mau tidak mau menurut. Dengusnya kesal.
*
Rika dan Kakeknya tiba di salah satu restoran bertema Jepang. Restoran itu hanya terlihat seperti restoran barbeque pada umumnya, banyak keluarga dan juga anak muda yang sedang memanggang, bercanda, dan mengobrol.
Saat mereka masuk, Kakek langsung menyebutkan nama yang asing di telinga Rika, Yamamoto. Rika hanya menggidikkan bahu dan kembali memandang sekitarnya. Banyak juga yang melihat Rika yang kebetulan berada di depan pintu masuk.
Pasti mereka sedang memperhatikan penampilan 'Sederhana' Rika. Rika hanya menunduk dan mengikuti Kakeknya yang sedang ditunjukan jalan oleh seorang pelayan restoran.
Rika bisa bernafas lega, karena teman kakek yang bernama Yamamoto itu memesan Ruang VIP yang hanya memiliki satu buah meja Lesehan bergaya Jepang. Setidaknya Rika bisa makan dengan nyaman tanpa tatapan orang-orang yang melihatnya aneh nanti.
Rika dan Kakeknya mengambil tempat duduk yang menghadap ke pintu agar mereka bisa melihat kedatangan Yamamoto nantinya. Rika sedikit gugup dan terus membayangkan seperti apa wajah cucu Yamamoto nantinya. Apakah perempuan yang anggun? Atau sederhana seperti Rika? Atau seorang laki-laki? Rika bertambah gugup memikirkan kemungkinan itu.
***
"Kek, Kenapa aku harus menemani kakek?" Tanya Rei tidak habis pikir. Ia benar-benar penasaran dari rumah, hingga perjalanan dan saat mereka sudah sampai di tujuan. Namun Rei hanya bisa menyusun pertanyaan apa yang sekiranya bisa ia tanyakan kepada Kakeknya.
"Temanku juga membawa Cucunya." Jawab Kakek singkat. Bisa didengar nada senang dari cara menjawab Kakek.
Rei mengernyit dan berusaha untuk tersenyum. "Kakek tidak bermaksud menjodohkan Rei, Bukan?" Canda Rei.
"Tepat sekali." Ujar Kakeknya senang.
Rei berhenti melangkah dan menatap terbelalak menatap Kakeknya. "Kek!! Apa-apaan sih? Kakek tahu sendiri kalau aku sudah punya pacar kan?" tanya Rei tidak terima.
Kakeknya menoleh kebelakang dan menatap Rei tajam. "Apakah kau pernah menanyakan pendapatku mengenai pacarmu itu?" Tanya Kakeknya. Rei hanya bergumam aneh. "Aku tidak pernah setuju kau berpacaran dengan Perempuan itu. Perempuan itu tidak masuk kriteria pilihanku. Ia bahkan tidak sopan dan tidak mengerti tatakrama keluarga kita."
"Itu karena budaya keluarga kita dan Alika berbeda." Bela Rei. "Yang terpenting adalah Aku dan Alika saling mencintai, kek!"
Untungnya mereka masih berada di parkiran Restoran sehingga keributan kecil mereka tidak menjadi tontonan tamu di restoran itu, melainkan tontonan nyamuk-nyamuk yang mulai menjalankan pemburuannya.
"Apa yang bisa Cinta lakukan?" Tanya Kakeknya kesal. "Apa kau lebih memilih Perempuan itu dibanding aku, kakekmu sendiri?"
Rei menghela nafas. Sebagai cucu satu-satunya, Rei tentu saja di manja oleh kakeknya dan juga di didik. Memang kakeknya keras kepala, tapi ia tidak pernah bermaksud untuk membuat kakeknya kecewa. "Bukan begitu maksud Rei, Kek. Tapi Rei mempunyai pilihan Rei sendiri."
"Kakek tidak menerima alasan mu saat ini Rei." Tegas Kakek. "Begini saja. Kakek memberimu kesempatan selama 1 tahun. Kalau kau benar-benar tidak puas dengan tunanganmu ini, Kau bisa membatalkannya." Ujar Kakek setelah berpikir sebentar.
"Tapi, Kalau kau membatalkannya tanpa alasan yang bisa kakek Terima sebelum 1 tahun, Kakek bisa memastikan kalau kau tidak akan mendapatkan posisi apapun di Rumah Sakit kakek." Ancam Kakeknya serius. "Dan Kakek hanya akan menerima pembatalan pertunangan ini dari mulutmu sendiri dan tentunya dengan alasan yang dapat kakek terima!"
"1 Tahun?!" Rei terbelalak tidak percaya dengan pendengarannya. Di tambah negosiasi yang diajukan itu berbentuk ancaman yang mau tidak mau harus Rei setujui. "Kek! Ini tidak adil. Aku sudah memiliki Alika!"
"Kau mau sekarang juga ku coret dari daftar ahli warisku?" Ancam Kakeknya kesal. "Aku bisa menelepon pengacaraku sekarang juga."
Rei menggaruk kepalanya yang tidak gatal akibat frustasi. Kakeknya tidak pernah membuat keputusan negosiasi yang menguntungkan kedua belah pihak. Ia tidak tahu apa yang harus ia katakan pada Alika nantinya. Dan bagaimana kalau ternyata Tunangannya itu adalah tipe yang paling benci Rei? Ah.. Itu kan bisa dijadikan alasan. Aku akan membuat gadis itu tidak tahan denganku, dan aku bisa memberitahu kakek kalau kami selalu bertengkar dan tidak cocok satu sama lain. Alasan yang masuk akal!
"Baiklah. Hanya untuk 1 tahun!" Ujar Rei menerima keputusan Kakeknya dengan berat hati.
"Tapi kau juga harus menunjukan usahamu untuk mendekatinya! Kau harus menjalankan kewajibanmu sebagai seorang Tunangan. Kau harus mengajaknya berkencan, bertamasya, dan mengajaknya kerumah bertemu dengan kedua orang tuamu."
Perkataan Kakek seakan tidak masuk kedalam Pikiran Rei, karena Rei sedang sibuk mengatur rencana untuk mebuat calon tunangannya itu ilfill dan membuatnya memulai pertengkaran untuk menyempurnakan alibinya.
*
"Yamamoto!" Kakek memanggil Nama itu dengan kencang saat pintu di hadapan mereka terbuka dan terlihat pria tua yang umurnya berkisar 60-70 tahun sama seperti kakeknya.
Rika yang tadi menunduk, kini mengadahkan wajahnya dan ikut berdiri dan membungkuk untuk menyapa Kakek bernama Yamamoto itu. "Selamat Malam, Yamamoto Ojii-San." Sapa Rika kikuk.
Yamamoto mengalihkan pandangannya ke Rika dan tersenyum puas. Ia lalu menghampiri Rika dan menepuk bahu Rika pelan. "Kau Sopan sekali, Rika-Chan. Sama seperti yang kakekmu ceritakan. Kau sangan Cantik." Puji Yamamoto.
Wajah Rika memerah karena baru pertama kali ia dipuji dengan kata-kata Cantik selain keluarganya.
"Dimana Cucumu?" Tanya Kakek penasaran.
Yamamoto menoleh kebelakang dan mengernyit. "Sepertinya tadi dia berada di belakangku." Yamamoto berjalan dan mengintip dari balik pintu. "Ah.. Kakek disini! Cepat kemari." Panggil Yamamoto setengah berteriak.
"Ini adalah cucuku." Ujar Yamamoto memperkenalkan cucunya yang baru saja akan masuk kedalam ruang makan, namun langkahnya terhenti. "Namanya Rei Hinata. Dan ini adalah teman Kakek beserta cucunya yang bernama Rika Chinatsu. Ia juga adalah Tunanganmu, Rei."
Suara Yamamoto seakan terdengar seperti petir di telinga Rika. Melihat Rei yang berada di depan ruang makan saja sudah cukup membuatnya jantungan. Ditambah ketika Yamamoto berkata bahwa ia adalah Tunangannya? Apa yang sebenarnya terjadi?
Rika dan Rei saling tatap tidak percaya dengan permainan takdir mereka. Namun kedua kakek tua di dekatnya mengartikan pandangan tidak percaya mereka itu dengan arti lain. Terutama Yamamoto yang mengira bahwa Rei terpesona pada Rika.
Rei tanpa berpikir panjang langsung menarik Rika yang masih terpaku berdiri di antara Kakeknya dan juga Yamamoto. Rei membawa Rika keluar ruangan dan meninggalkan kedua Kakek Tua itu tersenyum puas dan penuh dengan kemenangan seakan rencana mereka berhasil.
Ketika sampai di parkiran, tempat dimana Rei dan Kakeknya berdebat tadi, Rei menghempaskan lengan Rika dan berjalan mondar-mandir seraya memijat pelipis kepalanya seakan mencerna apa yang sedang terjadi di dalam sana.
Rika hanya mengurut perlahan pergelangan tangan yang tadi di tarik paksa oleh Rei hingga ke parkiran ini dan Rei terlihat seperti orang yang sedang menunggu proses persalinan istrinya di rumah sakit.
Rei lalu berhenti dan berbalik kearah Rika sambil menunjuk wajah Rika. "Kau! Katakan apa maksudmu!" Sergah Rei kasar. "Kau mau Uang? Itu yang kau mau?"
"Aku tidak..."
"Ah!! Tentu saja! Kau sudah jatuh cinta padaku saat kau melihatku di kantin bersama Alika saat kau sedang Tour, dan kau sengaja menumpahkan Milkshake itu kepadaku untuk upaya pendekatanmu? Dan akibat usahamu gagal, lalu kau menggunakan cara licik ini dengan memanfaatkan pertemanan Kakekmu dengan Kakekku untuk mendapatkan aku? Iya?"
Rika mengerjap tidak mengerti apapun yang dikatakan oleh Rei. "Aku tidak mengerti...."
"Ahh!" Rei Berteriak menyela ucapan Rika. "Ternyata hanya penampilanmu yang terlihat polos dan juga tidak merasa bersalah, tetapi kau memiliki hati yang busuk!" Hina Rei kesal. "Dan sekarang kau puas sudah membuatku berada dan terjebak dalam perjodohan bodohmu ini?!" Tanya Rei menatap tajam Rika.
"Aku juga Tidak tahu..."
"Kau pikir aku percaya dengan omongan perempuan sepertimu??" Tanya Rei kesal. "Aku tidak akan mungkin bisa menyukai perempuan sepertimu! Bahkan aku saja tidak yakin aku bisa bertahan dalam 1 tahun!" Ucap Rei mengabaikan Rika yang sedang menahan Airmatanya akibat kalimat tajam yang Rei lontarkan untuknya.
Rei tidak memberi kesempatan untuk Rika menjelaskan karena Rei sibuk menyalahkan Rika atas Pertunangan ini. Ditambah Rei menghina Rika seakan Rika tidak pantas untuk menerima cinta.
Rei terdiam. Ia tahu kalau perkataannya sangat tajam terhadap Rika, tapi ia benar-benar emosi dan ia melampiaskan rasa emosinya kepada Rika. Lagipula ini semua memang salah Rika yang menyetujui pertunangan ini. Rei kemudian teringat dengan Ancaman Kakeknya yang akan mencoretnya dari daftar Ahli Waris. Itu membuat Rei kembali sakit kepala. Ditambah tunangannya adalah orang yang paling tidak ingin Rei temui semenjak kejadian di Kantin.
"Aku minta maaf." Gumam Rika pelan.
"Apa permintaan Maafmu bisa memperbaiki keadaan?" Tanya Rei tajam.
"Aku minta maaf mengenai kejadian di Kantin." Gumam Rika lagi. Rei terdiam. "Dan masalah ini, aku sama sekali..."
"Kau mau bilang masalah ini tidak ada urusannya denganmu? Kau pikir aku akan mempercayai perkataanmu?" Rei mendengus. "Jangan bermimpi!"
"Tapi aku..."
"Sudahlah! Nasi sudah menjadi bubur." Gumam Rei kesal. "Aku akan menjalankan pertunangan ini. Tapi, aku ingin pertunangan ini hanyalah pertunangan di hadapan kedua keluarga saja. Kita akan bersandiwara." Tegas Rei.
"Kau tidak boleh memberitahu siapapun mengenai pertunangan ini, tidak kepada teman dekatmu sekalipun. Disekolah, Kau dan aku hanyalah sebatas orang asing yang kau lempar dengan Milkshakemu di kantin. Tidak ada kontak fisik selain bergandengan tangan jika diperlukan. Yang terpenting, kau tidak boleh memiliki perasaan Pribadi untukku dan Cemburu dengan kedekatanku dan Alika, Pacarku. Kau juga tidak boleh membeberkan Sandiwara kita di hadapan Kedua Kakek tua keras kepala di dalam. Sandiwara ini akan berlangsung sampai aku menemukan cara untuk membatalkan pertunangan bodoh ini!" Rei menegaskan Peraturan permainannya kepada Rika. Ia merasa peraturan ini cukup adil bagi mereka berdua.
"Kau tidak boleh memberitahu Alika secara sengaja maupun tidak sengaja mengenai perjodohan ini. Kalau sampai Alika memutuskanku akibat ia tahu mengenai pertunangan ini, Aku tidak akan melepaskanmu begitu saja." Ancam Rei. "Jangan berharap kau bisa memilikiku dengan cara kotor seperti ini." tegas Rei.
Rika mengangguk pelan meskipun dalam pikirannya ia masih tidak bisa mencerna apa yang sedang terjadi, dan kenapa ia terus mendapatkan sindiran bertubi-tubi dari Rei. Ia juga merasa tersinggung dengan tuduhan Rei yang mengatakan kalau Rika adalah dalang dibalik perjodohan ini.
*
Rika berjalan dengan hati-hati menuju ke kantin untuk membeli Makan. Kakeknya yang mengetahui Rei dan Rika satu sekolah, sengaja tidak memasak bekal untuk Rika agar Rika bisa makan siang bersama dengan Rei di Kantin. Itu adalah maksud dari Kakeknya, namun pada kenyataannya, Rika dan Rei hanyalah orang asing yang tidak saling kenal disekolah.
Rika sadar semenjak kejadian kemarin, Rika jadi suka melirik kearah Rei yang kadang lewat di depan kelasnya, atau Rei yang sedang duduk di kantin bersama Alika seperti sekarang. Dan ketika sadar akan tindakannya, Rika memukul kedua pipinya pelan untuk menyadarkannya.
Rika berusaha senormal mungkin berjalan melewati meja Rei meskipun banyak pasang mata mengawasinya akibat kejadian minggu lalu yang membuatnya mendadak terkenal di satu sekolahan.
Alika yang menyadari kehadiran Rika dengan mendengar gerumulan orang-orang di kantin, sengaja mengeluarkan sudut sepatunya untuk menghalangi jalan Rika. Seperti yang Alika harapkan, Rika terjatuh akibat terjungkal kakinya.
Rika terjatuh tepat mengenai wajahnya. Rasa sakit di wajahnya akibat kacamata tebal yang menekan pelupuk matanya tidak bisa mengalahkan rasa malu yang kembali dirasakan Rika. Ditambah dengan suara tertawa puas Alika yang duduk di sampingnya. Begitu juga dengan Rei -Tunangannya- juga ikut tertawa terpingkal-pingkal melihat ulah Alika.
Air mata Rika ingin sekali mengalir tanpa seijinnya, namun ia tahu kalau itulah yang diinginkan oleh Alika. Rika mengepalkan tangannya kesal karena ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Sepertinya kantin merupakan tempat terkutuk baginya, karena banyak sekali kesialan yang terjadi padanya disini.
Perlahan kacamatanya merosot dan terjatuh ke pangkuannya. Kondisi kacamatanya cukup mengkhawatirkan karena kini kacamata itu sudah terbelah menjadi dua bagian. Meskipun mempunyai bingkai yang tebal, tetapi kacamata itu tetap bisa patah. Ini menunjukan seberapa keras ia menghantuk Lantai sehingga menyebabkan kacamata yang terletak antara lantai dan kepalanya terbelah menjadi dua. Bisa sesial apalagi dia hari ini?
"Kau tidak apa-apa, Rika-Chan?" Tangan Mike menyampir di pundak Rika. Rika menoleh kepada Mike yang ternyata sedari tadi juga sedang bersama dengan Rei dan Alika.
Entah mengapa begitu Rika menoleh, tawa Rei mendadak berhenti meskipun masih ada sisa senyuman geli di bibirnya. Mike yang tadinya menanyai keadaannya juga menjadi terpaku beberapa saat.
Alika yang menyadari keadaan aneh yang berubah pada Rei langsung membuka mulutnnya untuk memanas-manasi suasana. "Hei kau! Gunakan matamu ketika berjalan. Bahkan memakai kacamata kuda yang super tebal saja kau masih bisa terjungkal." Ejek Alika tertawa keras. "Lihat lah Rei, Bodoh sekali bukan?" Alika meminta persetujuan Rei.
Rei bergantian melihat Alika dan juga Rika lalu kemudian kembali tertawa mendengar ucapan Alika yang menurut Rika sama sekali tidak lucu.
"Alika, bisakah kau meminta maaf pada Rika?" Tanya Mike datar. "Ucapanmu itu keterlaluan. Ia terjatuh juga akibat ulahmu."
Alika berhenti tertawa, ia menatap Mike tajam setelah mendengar tuduhan Mike yang memang kenyataan. "Sejak kapan kau menjadi tidak seasik ini, Mike?" Tanya Alika kesal. "Kenapa kau selalu membela perempuan culun ini? Kau sama sekali tidak seru!" Keluh Alika.
"Bercandamu itu kelewatan, Alika!" Geram Mike. "Bagaimana kalau sampai kepalanya pecah terhantuk lantai?"
"Ah sudahlah! Kau sama sekali tidak asik sekarang. Kita pergi saja, Rei!" Alika menarik lengan Rei yang masih duduk dan memperhatikan sahabat dan pacarnya beradu pendapat. Bukan pertama kalinya bagi Rei, karena Alika dan Mike memang tidak pernah akur selama ini.
Rei mengikuti langkah Alika yang menariknya menjauh dari kantin, dan hanya menyunggingkan senyum pada Mike seperti biasa.
"Ah... Aku kesal sekali." Geram Mike kesal. Ia lalu meraih lengan Rika yang masih duduk di lantai kantin. Mereka berempat tentu saja menjadi tontonan kantin lagi kali ini.
Rika menoleh pada Mike yang meraih lengannya dan beralih melihat ke sekitar. Apakah ia akan tambah dibenci kalau ia membiarkan Mike menolongnya lagi?
"Ayo kubantu kau berdiri, Rika-Chan." Tawar Mike tersenyum kepada Rika.
Rika berdiri dan menggenggam kedua bagian kacamatanya. Mata Mike juga ikut melihat kearah yang sama di telapak tangan Rika.
"Kacamatamu...."
"Terima kasih sudah membantuku." Ucap Rika menggenggam erat kacamatanya. "Tapi tolong jangan bantu aku lagi kalau kau tidak mau kehilangan teman-temanmu." Rika berlari melewati Mike dan melupakan makan siangnya hari ini.
Rika sadar kalau Mike terus membantunya, Alika dan Rei pasti tidak akan menyukai hal itu. Dan mereka pasti akan semakin mengerjai Rika. Begitu juga Fans Mike yang tidak terima kalau Mike dijauhi oleh Alika dan Rei. Pasti Rika akan semakin di kerjai.
Namun sepertinya keputusan apapun yang Rika ambil tetap saja akan memberatkannya. Setelah mengira ia melakukan tindakan yang benar dengan meminta Mike untuk tidak membantunya, selepas ia kembali dari ruang kesenian untuk mencari Perekat untuk merekatkan bingkai kacamatanya itu, Rika malah mendapat labrakan langsung dari seniornya.
"Berani sekali perempuan sepertimu menolak bantuan dari Mike?" Ujar salah satu senior berambut panjang dan pirang.
"Mike bahkan rela bertengkar dengan sahabatnya, dan kau masih bertindak sombong dengan mengatakan tidak menginginkan bantuannya?" Senior lainnya mendengus sementara tangannya mendorong-dorong kepala Rika.
"Sihir apa yang kau gunakan untuk membuat Mike bisa membantumu seperti itu?" Senior lainnya menjambak rambut Rika kencang hingga membuat Rika mengaduh tanpa suara.
Rika hanya terdiam dan menerima semua perlakuan dari senior-seniornya. Kekerasan seperti ini sudah biasa Rika rasakan saat di Jepang dulu. Bahkan Rika pernah merasakan yang lebih dari hanya sekedar jambakan. Namun Rika tidak pernah menyangka kalau ia akan secepat ini mejadi sasaran pembully-an.
Rika pernah mencoba untuk melawan saat di Kyoto dulu, dan akibatnya Rika harus mendapat jahitan di pinggangnya akibat sobek terkena besi bangunan yang berada tidak jauh dari mereka dulu. Hingga kini, luka itu tetap berbekas bahkan di hati Rika.
"Kau tidak mempunyai mulut untuk berbicara?!" Tanya Senior yang berambut pirang seraya menekan kedua pipi Rika dengan salah satu tangannya.
"Apa yang kalian lakukan disana?" Teriak salah seorang guru yang kebetulan lewat.
Hebat sekali, padahal Rika mengira kalau tidak akan ada yang menolong Rika karena Ruang kesenian berada sangat jauh dari gedung utama, dan juga jarang ada orang yang kesini selain pada waktunya kesenian.
Ketiga senior yang tadi memamerkan senioritasnya kepada Rika langsung berhambur pergi meninggalkan Rika sebelum tertangkap oleh Guru yang memanggil mereka tadi. Rika bernafas lega, tapi Rika tahu kalau ini belumlah berakhir.
***
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro