Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

She Owns the DEVIL Prince | Part 69 - Victoria

XAVIER UPDATEEE!!!

HOPE YOU LIKE IT!

JANGAN LUPA KLIK BINTANGNYA YA!!!

Happy reading~~

Jam berapa kalian baca ini?

Sayang kalian. Tapi kalian sayangnya sama Xavier :')

Aurora sendiri masih sangat shock. Tubuhnya bergetar hebat sementara air matanya mulai merembes turun di pipinya. Sekarang dia tahu apa yang membuat Xavier tidak pulang. Apa yang membuat Xavier tidak memberinya kabar. Itu karena Xavier sengaja mengindarinya. Itu karena Xavier sudah mengetahui kebenaran tentang Victoria.

Beberapa saat selanjutnya Aurora bahkan sudah menangis keras. Dia sama sekali tidak tahu harus bersikap bagaimana? Haruskah dia senang, atau malah sebaliknya?

Dia tidak tahu. Aurora tidak tahu.

***

Playlist : Selena Gomez - The Heart Wants What It Wants.

https://youtu.be/ij_0p_6qTss

***

Xander's Penthouse. Queens, NY-USA | 04:30 AM

"Kenapa sudah bangun? Istirahatlah dulu."

Aurora baru saja keluar dari salah satu kamar yang berada di penthouse Xander ketika suara Xander mengejutkannya. Xander rupanya tidak tidur seperti yang sebelumnya Aurora pikirkan. Lelaki itu ternyata sedang duduk di sofa depan TV sembari memainkan laptopnya, padahal matahari bahkan belum bersinar.

"Aku haus."

"Kalau begitu tunggu sebentar. Ayo lihat apa yang aku punya," ucap Xander sembari segera bangkit dari duduknya. Well, tidak hanya itu, Xander bahkan langsung melangkah ke clean kitchen yang terletak tidak jauh dari tempatnya duduk dan mulai mencari-cari sesuatu di dalam lemari esnya. "Bagaimana jika jus strawberry? Aku dengar itu baik untuk Ibu hamil?"

"Tidak, aku hanya mau mau air putih, William. Sana minggir."

"Tapi-"

"Jangan berlebihan. Apalagi hanya karena kau merasa bersalah. Bukankah juga sudah berkali-kali aku katakan, bukan salahmu aku sakit," ucap Aurora sembari menatap Xander geli.

Xander terkekeh pelan, tapi setelah itu Xander bergerak mengambilkan satu botol air mineral dan memberikannya pada Aurora. Aurora sendiri langsung meminumnya sebelum bergerak duduk di sofa yang sempat Xander duduki, sengaja menunggui Xander yang terlihat kembali melanjutkan pekerjaannya lagi.

Dua hari belakangan ini Aurora memang menginap di penthouse Xander. Ah, tenang saja... bukan karena telpon Andres Lucero, tapi karena Aurora sakit. Ralat. Lebih tepatnya Aurora keracunan makanan mentah. Ya, pada malam dimana Andres menelponnya, Aurora memang merasakan mual yang luar biasa usai tangisannya reda. Tidak hanya itu, Aurora juga mendadak menggigil dan bolak-balik ke kamar mandi. Untunglah saat itu Xander menelponnya untuk mengatakan dompet Aurora tertinggal di mobilnya. Dan setelah mendengar ada yang tidak beres dengan kondisi Aurora, Xander buru-buru menjemput dan membawa Aurora ke rumah sakit.

Dokter yang memeriksanya mengatakan jika kondisi kandungan Aurora sangat lemah, membuat bakteri yang mungkin berada dalam sushi yang dia makan berefek ke tubuhnya. Itu membuat Xander sangat merasa bersalah, dan mungkin itu juga yang membuat Xander memaksa Aurora menginap di penthousenya setelah Xander mendengar Xavier sedang berada di luar negeri.

Selebihnya, Xander tidak bertanya apa-apa lagi. Xander hanya memberitahu jika di penthousenya juga ada Zoe, teman wanitanya yang juga bisa menemani Aurora selama dia sakit.

"Sekarang kondisimu bagaimana? Sudah lebih baik?" tanya Xander. Pandangan Xander masih tidak lepas dari laptopnya ketika mengatakan ini.

"Aku sudah tidak apa-apa. Mungkin hari ini aku akan kembali ke mansion lagi."

"Calon suamimu itu.... Aku tidak habis pikir, dia bahkan tidak terlihat sekalipun menelponmu."

Aurora tersenyum kecil, berusaha menenangkan.

"Xavier sedang sibuk. Dia juga tidak tahu aku sakit."

"Kalian bertengkar. Iya kan?" tebak Xander langsung.

Aurora langsung terkekeh geli. Xander memang tidak mudah dibohongi. Tapi kali ini Xander tidak sepenuhnya benar. Memang sedang ada permasalahan di antara mereka, tapi dia dan Xavier tidak sedang bertengkar.

"Tidak-tidak, kami tidak bertengkar," ucap Aurora sembari menumpuk bantal-bantal sofa di ujung meja. "Hanya saja mungkin ada beberapa hal yang harus segera aku luruskan. Selebihnya kami akan baik-baik saja," tambah Aruroa lagi. Kali ini Aurora bergeras menaikkan kedua kakinya dan membaringkan punggungnya di bantal-bantal yang sudah dia persiapkan tadi.

Aurora memejamkan matanya, berusaha untuk terlelap. Tapi sayangnya berlawanan dengan matanya yang terpejam, pikiran Aurora sudah berkelana kemana-mana. Pada Xavier...pada kenangan masa kecil mereka dulu...bahkan pada ucapan Andres Lucero beberapa hari yang lalu.

Ya, sebelumnya Aurora memang sempat shock mendengar telepon Andres. Tapi Andres Lucero salah jika berpikir ucapannya itu akan membuat Aurora meninggalkan Xavier. Tidak. Aurora tidak akan pernah mengambil keputusan itu. Dia tidak akan mungkin mengulang kebodohannya dengan melepaskan Xavier seperti di masa lalu. Bukankah Aurora sudah pernah sekali melakukan itu, dan dia menyesal? Dia tidak ingin lagi.

Terlebih, bukankah saat ini juga sudah ada bagian dari Xavier di dalam dirinya? Bayi mereka. Malikat kecil ini rasanya sudah bisa menjadi alasan kuat untuk membuat Aurora berjuang agar Xavier terus ada di sisinya. Lagipula jika memang yang dikatakan Andres benar, bukankah Aurora hanya perlu mengatakan semuanya? Jika memang yang membuat Xavier meragukannya, bahkan menghindarinya dikarenakan lelaki itu masih mencintai Victoria, maka Aurora akan mengatakan semuanya.

Ya, semuanya. Aurora tidak akan segan-segan memberitahu Xavier Leonidas jika hanya dialah yang selama ini Xavier cintai. Dulu, sekarang, bahkan di masa depan. Terlebih, bukankah Xavier juga bersumpah untuk hanya mencintainya saja?

Huft.... Tapi masalahnya beberapa hari terakhir ini Xavier memang sangat susah dihubungi. Lelaki itu terlalu sibuk. Ah, sibuk? Ralat, mungkin kalimat 'Sengaja menghindari Aurora' mungkin terasa lebih tepat. Karena tanpa perlu Xavier katakanpun, Aurora sudah tahu jika satu pesan yang Xavier kirimkan setelah Aurora menghubunginya berkali-kali itu hanya kebohongan Xavier saja.

Nanti aku yang akan menghubungimu. Jangan menggangguku, aku sibuk. Itu tulisnya.

Seakan-akan sesibuk apapun Xavier selama ini, bukan Aurora yang selalu lelaki itu utamakan. Dan... mengganggu katanya? C'mon... he must be kidiing. Apa lelaki itu lupa siapa yang selama ini akan marah tiap kali Aurora tidak menghubunginya barang sekali?

Ck! Little bear bodoh. Dia benar-benar pembohong yang buruk.

Nyatanya terlalu banyak hal yang Aurora pikirkan, hingga membuatnya tidak menyadari sejak kapan dia terlelap.

***

"Zoe?" tanya Aurora sembari mengucek matanya yang baru terbuka.

Tadi Aurora sempat merasaka seseorang menggoncang tubuhnya pelan, dan ketika dia membuka mata dia memang menemukan Zoe, 'teman' Xander yang tinggal seatap dengan lelaki itu yang melakukannya. Zoe adalah seorang wanita berpenampilan tomboy, dengan wajah yang agak tembam, bermata coklat dengan rambut coklat bercampur keemasan yang membingkai wajah manisnya. Dan sepertinya Zoe sedikit merasa bersalah karena telah membangunkannya.

"Aku sebenarnya tidak ingin membangunkanmu, tapi ponselmu berbunyi terus," ucap Zoe dengan nada suara menyesal.

Ucapan Zoe membuat Aurora segera bangun dan memberikan senyum tanda jika dia tidak apa-apa pada Zoe. Lagipula memang sudah siang, sinar matahari yang masuk lewat jendela bahkan sudah menerangi ruang tengah penthouse Xander. Ah, ternyata memang sudah pukul 9 siang. Seharusnya Aurora memang sudah tidak mengantuk lagi. Terlebih yang menghubunginya ternyata Anggy. Wanita itu ternyata sudah ada di mansionnya, berniat membahas persiapan pesta pernikahan Aurora nanti.

Aurora buru-buru mandi, dan dua puluh menit setelahnya Aurora sudah siap memanggil taksi. Disaat itulah dia melihat Xander masuk ke dalam penthouse. Xander lantas menanyakan Aurora ingin kemana, dan berakhir bersikeras untuk mengantarkan Aurora.

Akhirnya disinillah Aurora sekarang, di dalam mobil sport milik Xander yang sedang melintasi gerbang masuk mansion Adams sebelum akhirnya berhenti tepat di halaman depan pintu masuk mansion. Tapi tunggu....bukankah yang terparkir di depan itu mobil yang sering dipakai Xavier?

"Ex-ee-vii-ee!!"

Benar sekali. Tepat ketika Aurora menapakkan kakinya di luar, dia melihat Xavier yang baru keluar dari dalam mansion. Xavier terlihat tampan dengan setelan jas kerjanya sekalipun wajahnya hanya menampilkan tatapan datar. Xavier terlihat berhenti sejenak untuk menatap Aurora, sebelum mengarahkan lirikan matanya pada Xander yang terlihat lewat jendela mobilnya yang terbuka.

Xander dan Xavier bertatapan lama. Xavier dengan pandangan dinginnya, sementara Xander dengan pandangan jahilnya. Tapi kemudian sepertinya Xander memilih untuk mengalah. Lelaki itu menutup pintu mobilnya dan pergi dari sana.

"X... Kapan kau pulang?" tanya Aurora. Membuat Xavier mengalihkan pandangannya dari mobil Xander yang sudah berjalan menjauh dan menatap Aurora lagi. Disaat yang sama Aurora melihat Kendra berjalan keluar dari mansion mereka. Eh? Untuk apa wanita itu disini?

Namun alih-alih menjawab pertanyaannya, Xavier malah balik bertanya.

"Mommy menunggumu di dalam," katanya, membuat Aurora mengabaikan Kendra untuk sejenak. Apalagi saat itu Xavier sudah kembali berjalan menuju mobilnya lagi.

"Kau mau kemana?"

"Kantor."

"Kantor?! Kau bahkan tidak memberiku kabar ketika kau pergi. Dan sekarang ketika kau baru pulang, kau sudah akan pergi tanpa mengatakan apapun padaku lagi?" teriak Aurora kesal.

Xavier langsung berhenti. Namun bukannya menatap Aurora, Xavier malah melirik Kendra.

"Cepat, Kendra. Aku tidak mau kita terlambat."

"Baik, Sir...," ucap Kendra cepat. Wanita itu sempat melayangkan senyuman manisnya kepada Aurora sebelum bergerak menghampiri Xavier.

"X! Kita harus bicara! Banyak yang harus kita bicarakan. Salah satunya aku-"

"Tidak sekarang," potong Xavier cepat. "Aku sibuk. Nanti saja, setelah aku pulang."

Setelah itu jangankan mendengar ucapan Aurora.... Xavier bahkan sudah bergegas masuk ke dalam mobilnya dan mengemudikan mobilnya dari sana. Aurora sendiri hanya bisa mendesahkan napasnya panjang. Dia benar-benar ingin menangis. Tapi di lain sisi Aurora tahu dia tidak bisa, ada Anggy disini. Aurora tidak bisa membebani wanita itu akan masalahnya dengan Xavier.

Namun sepertinya Aurora salah menilai Anggy, karena sekalipun Aurora terus menanggapi setiap hal yang Anggy tawarkan, mulai dari design interior, makanan, bahkan bridesmaid untuknya nanti, Anggy sepertinya tetap bisa menemukan kegundahan yang tengah Aurora rasakan.

"Kau bertengkar dengan Xavier ya?"

"Eh?" ucap Aurora terkejut, Anggy langsung tersenyum.

"Terlihat jelas dari sikap kalian berdua. Kalian berdua sama-sama terlihat tidak fokus," ucap Anggy sembari menggenggam tangan Aurora. Aurora sendiri mengerjapkan matanya. Jadi Xavier juga?

"Apapun masalah kalian, sebaiknya selesaikan dengan baik. Xavier sangat mirip dengan Daddynya. Mereka itu memang sangat keras. Akan sangat sulit membuat mereka mendengar apapun ketika mereka sedang marah. Tapi begitu mereka menerima penjelasan, semudah itu pula hati mereka diluluhkan," ucap Anggy sembari tersenyum, sementara mata hijaunya terlihat menerawang seakan tengah mengenang sesuatu.

"Apalagi sekarang kau sedang mengandung putranya. Percayalah, dia bahkan tidak akan berani macam-macam denganmu lagi jika dia tahu," ucap Anggy.

Kali ini ucapan Anggy membuat Aurora bisa tersenyum lebar. Senyum lega pertamanya hari ini. Ah, benar... Semua ini salahnya. Andai dia mengatakan kehamilannya dari awal... Andai dia menjelaskan semua hal yang selama ini dia sembunyikan usai semuanya membaik, semuanya pasti tidak akan serumit ini. Apalagi kata-kata Xander sepertinya memang benar, kesempatan itu tidak dicari, tapi diciptakan. Bodohnya dia mengulur-ngulur waktu hingga sepanjang ini.

Akhirnya alih-alih menunggu Xavier pulang seperti yang awalnya Xavier katakan, Aurora langsung bergegas ke kantor Xavier usai urusannya dengan Anggy usai. Aurora sudah tidak bisa menunggu lagi, dia ingin permasalahnnya dengan Xavier selesai. Dia ingin segera menemukan akhir cerita mereka dimana dia bisa bersama Xavier, saling mencintai, tanpa terkendala apapun lagi. Karena itu alih-alih memanggil sopir, Aurora langsung mengemudikan mobilnya sendiri.

"Mr. Leonidas ada di ruangannya?" tanya Aurora pada resepsionis perempuan yang bertugas di lantai ruangan Xavier.

Resepsionis itu mengatakan iya, membuat Aurora langsung melangkah ke ruangan Xavier cepat. Terlebih setelah resepsionis itu mengatakan jika dua puluh menit dari sekarang, Xavier harus menghadiri pertemuan dengan perwakilan dari William Entreprise. Sungguh, ketika Aurora bertekad untuk tidak mengulur-ulur waktu lagi, maka dia akan melakukan itu.

Aurora sudah sampai di depan pintu ruangan Xavier ketika dia memutuskan merogoh tasnya. Tersenyum ketika dia berhasil mengeluarkan sebuah testpack dengan yang menunjukkan hasil dua garis disana. Kena kau, Little bear! Aurora tidak bisa menahan senyum gelinya ketika memikirkan tidak hanya rahasia yang akan dia bongkar sebentar lagi, malaikat di perutnya juga pasti tidak akan membuat si songong itu kemana-mana. Lihat saja nanti, seperti apa tatapan bersalah Xavier setelah menyadari dia sudah mengabaikan ibu hamil dengan kejamnya!

Namun sayangnya....sialan.

Senyum geli Aurora tampaknya tidak akan bisa bertahan lama. Karena nyatanya, begitu dia membuka pintu kantor ruangan Xavier, Aurora malah melihat hal yang sama sekali tidak pernah Aurora bayangkan.

Testpack yang Aurora pegang langsung jatuh ke lantai begitu Aurora memilih mengatupkan kedua jemarinya untuk menutupi mulutnya agar dia tidak bersuara. Padahal sungguh, dengan melakukan itu dada Aurora semakin sesak saja. Rasanya....sakit. Bagaimana bisa Xavier melakukan ini padanya? Bagaimana Xavier bisa mengkhianatinya seperti ini?! Bagaimana Xavier bisa-bisanya membiarkan Kendra duduk di menganggkang di pangkuannya dan bercumbu dengannya seperti itu!!!

Air mata Aurora langsung jatuh. Aurora bahkan mungkin sudah terisak keras jika saja gigitan di telapak tangannya tidak membuat Aurora menahan isakannya. Oh, Xavier.... Kenapa dia benar-benar tega. Aurora jelas-jelas bisa melihat Xavier sangat menikmati ciuman Kendra. Ah, ayolah... jangankan itu, bukankah malah Xavier yang terlihat menekan bagian belakang kepala Kendra untuk semakin memperdalam ciuman mereka? Kancing kemeja Xavier sendiri sudah terbuka, membuat Kendra bebas melarikan jemarinya di sana.

Tuhan... Aurora sama sekali tidak kuat melihat ini. Karena itu alih-alih masuk dan menghentikan Xavier, Aurora lebih memilih membanting pintu itu keras dan berlari pergi dari sana. Dia sama sekali tidak memmedulikan orang-orang yang melihatnya berlarian di lobby dengan tatapan penasaran. Yang Aurora inginkan hanyalah segera pergi dari sini. Menjauh dari devil itu! Xavier sialan!

Padahal Aurora mencintainya....

"Aku disini untuk bersumpah di hadapan Tuhan, jika sekarang dan selamanya, aku hanya akan mencintai Aurora Regina. Hanya dia."

Bullshit! Semua yang Xavier katakan itu bullshit! Aurora tahu... Aurora sadar.... Tapi kenapa... Pengetahuannya itu yang malah membuatnya tidak bisa berhenti menangis. Bahkan ketika dia sudah mengemudikan mobilnya menjauhi kantor Xavier. Oh, ayolah... Aurora pernah mendengar kalimat yang mengatakan; Bukan cinta namanya jika tidak dibarengi rasa sakit. Tapi Aurora tidak pernah mengira rasa sakit karena dikhianati nyatanya sesakit ini.

Aurora terus menyetir tanpa tahu tujuan, tapi tiba-tiba saja mobil yang dia bawa sudah terparkir di pelataran rumah sakit tempat Vic dirawat. Masih dengan menangis, Aurora turun dari mobil dan langsung masuk ke dalam. Dia ingin bertemu Vic. Sekalipun dia harus bersujud di kaki Revina untuk bisa menemui Vic, Aurora akan melakukannya.

Tapi untunglah Aurora tidak harus melakukan itu. Karena begitu Revina melihat Aurora mendatanginya sembari terisak, tanpa bertanya apapun sama sekali, Revina hanya menyuruh Aurora menunggu sebentar sementara dia mempersiapkan Vic agar bisa dikunjungi. Sepuluh menit kemudian Aurora sudah berada di dalam ruang rawat Vic, dia bahkan sudah memegang tangan Vic erat sembari menenggelamkan kepalanya di menenggelamkan kepalanya di kasur rawat milik Vic.

"Kenapa harus kau yang koma, Vic? Kenapa tidak aku saja?" isak Aurora pelan.

"Sungguh, sebenarnya sudah lama aku tidak ingin hidup. Bayang-bayang ketika Michael Cercadillo itu membunuh Mama masih berputar di kepalaku. Aku tidak sanggup. Jeritan Mama begitu dia jatuh dari tangga.... aku... aku bahkan masing mengingatnya," ucap Aurora lagi. Tidak menyadari jika ucapannya itu membuat setetes air mata merembes keluar dari ujung mata Vic.

"Tapi selalu ada saja hal yang membuat selalu ingin tetap hidup. Kau... lalu Xavier. Karena itu aku bertahan." Aurora mencium tangan kiri Vic ketika mengatakan ini.

"Tapi setelah alasanku itu bergerak memudar, apa yang harus aku lakukan, Vic? Apa?" isak Aurora semakin keras. "Kau bahkan seperti tidak memiliki keinginan untuk sadar sama sekali. Aku lelah menunggu." Aurora berkata pahit.

"Dan Xavier... Xavier.... Xavier dia menyakitiku Vic. Xavier menyakitiku. Bahkan setelah semua yang menghilang darinya kembali, dia masih saja menyakitiku... Aku... Aku bingung Vic... Aku tidak tahu... Apa yang harus aku lakukan setelah ini? Apa yang harus aku lakukan setelah semua alasanku untuk hidup direnggut," isak Aurora.

"Ah iya... Anak ini... anak dalam kandunganku. Dia seharusnya bisa menjadi alasan selanjutnya agar aku hidup kan?" Aurora tertawa sumbang.

"Tapi... Tapi aku takut Vic. Akan menjadi apa dia jika terlahir dari rahim ibu yang penuh kesialan sepertiku? Akan jadi apa? Bukankah lebih baik dia mati saja bersamaku?"

Aurora terus terisak, sekalipun isakannya tidak sekeras tadi. Haha, mungkin karena dia sudah tidak memiliki tenaga lagi. Tenaganya sudah benar-benar habis untuk menangisi kesialannya. Menangisi hidupnya. Sepertinya ucapan Michael Cercadillo dulu memang benar-hidupnya dikutuk. Dia tidak pantas hidup.

Namun begitu Aurora merasakan ada yang bergerak mengelus kepalanya. Semua hal buruk yang sempat dia pikirkan tadi langsung hilang, tergantikan oleh jantungnya yang berdegup kencang.

Oh Tuhan... Aurora tidak ingin berharap lebih. Tapi.... benarkah?

"Maafkan aku, Vee...," ucap suara itu serak.

Sontak, itu membuat Aurora mengangkat kepalanya. Dan menyadari jika mata hijau yang selama ini terus tertutup itu telah terbuka. Vic sudah kembali. Bahkan mata hijau Vic sudah memerah, menyiratkan jika Vic juga ikut menangis bersamanya. Oh, Tuhan.... Aurora tidak percaya ini. Jangan bilang ini mimpi, karena jika iya, Aurora bersumpah dia lebih memilih untuk tidak bangun lagi.

"Vic... Victor... Kau sadar?" ucap Aurora tidak percaya.

Auora langsung bangkit dari duduknya, berniat untuk memanggil dokter atau perawat secepat mungkin kemari. Tapi cekalan tangan Victor di tangannya membuatnya berhenti.

"Tidak perlu. Maafkan aku. Maafkan aku yang meninggalkanmu sendirian, Victoria. Aku egois. Maafkan aku," ucap Victor Doughlass Petrov penuh sesal.

Ucapannya sukses membuat air mata Aurora jatuh lagi. Tapi di detik selanjutnya Aurora sudah bergerak memeluk kakaknya erat sembari mengangguk cepat. Victor sudah kembali. Apa yang Aurora butuhkan lagi?

TO BE CONTINUED.

________________________

HOPE YOU LIKE IT!

JANGAN LUPA KOMEN, VOTE, SAMA SHARE KE TEMEN KALIAAAN YAAA!!!

Emoticon kalian ketika baca ini? Wkwkw

APAAA? AURORA ITU VICTORIA? LAH KOK BISAA?

20K votes + 10K komen buat next part :P Semoga sukses :P

Sayang kalian.

With Love,

Dy Putina.

Istri sah Sean O'Pry.

Btw part ini Dy dedikasiin buat NAURAAHASNA & ANDIANUGERAHZA karena udah jadi pendukung Victoria yang setia :* FYI, si Anu itu bahkan udah nebak sejak part 20-an. Dia sampai punya catatan buat nulis bukti, tapi berakhir dikatain HALU wkwk. Kalau kak Nau, itu komplotannya Anu, udah tau gegara dibocorin Dy, tapi tetep aja ngatain Anu halu wkwk. Kalau pengen tahu kok bisa, coba tanya mereka deh :P

Last....

Ada pesan buat Xavier?

Ada pesan buat VICTORIA A.K.A ARA?

Ada pesan buat Dy Putina a.k.a istri sahnya Sean O'Pry? Wkwkw

Jangan follow follow Ig :

Dyah_ayu28

Xavier.Leonidas1

Dan, Javier tamat dengan 13.4 juta kali dibaca + 1.3 juta vote. Sementara Xavier per-sebelum chapter ini dipublish udah reach 16,9 juta kali dibaca + 2,02 juta votes. Makasih banyak ya!!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro