Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

She Owns the DEVIL Prince | Part 57 - This Can't Be Like This Part 2

Entah, Aurora tidak tahu Crystal memang sungguh-sungguh dengan apa yang dia katakan, ayau itu hanya alibinya untuk bebas dari gempuran beruang. Tapi yang jelas ucapan Crystal yang sempat menyinggung Aiden tadi membuat kedua lelaki ini tidak bisa mengelak lagi jika sebenarnya mereka memang sudah berbaikan. Javier dan Xavier bahkan sudah ada di tim yang sama dengan motto; Crystal tidak boleh menikah hingga dia besar!

Well, motto itu sebenarnya membuat Aurora bertanya-tanya; apa kedua lelaki ini lupa jika sebenarnya umurnya dengan Crystal tidak jauh berbeda?

Geez, Aurora benar-benar tidak paham dengan mereka.

***

Playlist : Shawn Mendes - Youth

https://youtu.be/Bs-Hr-gEJAU

(lagi suka banget sama lagu ini parah gila 😭)

Playlist kamu :

****

Kalian tim?

Xavier - Aurora

Atau

Xavier - Victoria?

*

H

APPY READING!

JANGAN LUPA KLIK BINTANGNYA YA!!!

"Kalau aku tahu kau sesuka ini dengan laut, aku pasti akan sering membawamu kemari."

Bukan hanya ucapannya, gerakan tangan Xavier yang tiba-tiba saja memeluk Aurora dari belakang membuat Aurora cukup terkejut. Acara sarapan mereka memang sudah selesai setengah jam yang lalu. Anggy dan Javierpun sudah pergi lebih dulu dengan helicopter yang menjemput mereka disaat Crystal sendiri lebih memilih tinggal di yatch untuk menikmati pelayanan spa yang ada. Sama halnya dengan Aurora, bedanya Aurora hanya berniat menikmati pemandangan laut disaat Xavier masih harus membahas beberapa urusan dengan Christian.

"Kau ini! Kau mengejutkanku, X!" rutuk Aurora kesal.

Well, tapi bukan Xavier namanya jika lelaki itu memedulikannya. Xavier hanya terkekeh pelan sebelum menenggelamkan wajahnya di lekukan leher Aurora.

"Salahmu sendiri yang melamun. Sekarang ayo... ceritakan padaku apa yang sedang kau lamunkan," ucap Xavier masih dengan kekehan gelinya.

Aurora tersenyum tipis. Dia juga langsung mengulurkan tangannya untuk membelai wajah Xavier yang masih setia bersandar di lehernya. Well, di lain sisi Aurora juga tidak berniat membalas ucapan Xavier. Lagipula, apa yang bisa Aurora katakan? Tidak mungkin Aurora menceritakan pada Xavier betapa carut marutnya pikirannya.

Ah, di sarapan mereka tadi Aurora sempat mendengar keputusan Xavier yang akan kembali ke Spanyol. Aurora sebenarnya ikut senang. Dia juga sebenarnya sudah menebak itu dari jauh-jauh hari. Karena ketika Xavier dan Javier sudah berbaikan, bukankan seharusnya sudah tidak ada lagi alasan yang membuat Xavier tidak pulang ke rumahnya lagi? Tapi....disisi lain... bukankan itu berarti sudah jelas jika dia harus meninggalkan Vic? Ugh... Padahal kondisi Vic sendiri masih tidak bisa di prediksi. Revina memang kerapkali mengatakan jika Vic sudah membaik... kondisi Vic sudah semakin stabil. Tapi kapan... kapan Vic akan sadar? Kadangan memikirkan ini membuat dada Aurora nyeri.

"Tapi sebelumnya terima kasih banyak, Ara...," bisikan Xavier di telinganya membuat Aurora serta merta keluar dari pikirannya.

"Terima kasih?"

"Terima kasih sudah hadir disini." Suara Xavier sedikit teredam, itu karena Xavier mengatakannya sembari mengecup lehernya. "Kau benar... Tidak ada ruginya kita memaafkan. Itu malah membuat kita lega."

"Jadi pada akhirnya Daddymu yang meminta maaf lebih dulu?" Aurora langsung menatap Xavier kaget. Astaga... Aurora mengenal Xavier, dia juga mengenal Javier Leonidas. Keduanya sama-sama memiliki ego yang setinggi langit. Tapi diantara mereka berdua, Aurora sadar benar jika Xavier masih memiliki sedikit sikap lembut seperti Anggy—sama seperti yang pernah Clayton Adams katakan. Jadi sungguh, sedikit banyak dia cukup terkejut mengetahui jika Javier Leonidaslah yang pertama kali minta maaf.

"Mana mungkin?! Kau harus menunggu kiamat untuk membuatnya minta maaf duluan!" erang Xavier kesal. Well, kali ini Aurora terkekeh pelan. Sepertinya yang itu lebih masuk akal.

"Jadi bagaimana ceritanya?"

"Entalah... Awalnya aku merasa bersalah melihat dia sakit....karenaku," nada suara Xavier terdengar pahit ketika dia mengatakan ini. Sepertinya dia sangat menyesal. "Lalu tiba-tiba saja aku merasa jika dia tidak seburuk itu. Lalu alih-alih mengingat keburukannya, aku malah teringat tentang hal baik yang pernah dia lakukan... kasih sayangnya," ucap Xavier sembari kembali meraih pinggang Aurora, kali ini memeluknya dengan posisi yang berhadapan.

"Lalu tiba-tiba aku sudah memaafkannya. Itu yang membuatku lantas menjenguknya. Dan setelah itu kata maaf itu keluar. Kau itu... betapa leganya aku ketika sudah mengatakannya? Ya, meskipun setelah itu aku memang sudah bersiap untuk kabur."

"Kabur? Kenapa lagi?" Kekeh Aurora geli. Dia menyandarkan wajahnya pada dada bidang Xavier sembari terus membayangkan semua hal yang diceritakan Xavier.

"Awalnya dia tidak menjawab, aku pikir dia tidak dengar. Dan aku.. daripada mengulanginya lagi, saat itu aku berpikir untuk pergi saja."

"Lalu dia berkata memaafkanmu?"

"Tidak. Dia juga ikut meminta maaf padaku," kekeh Xavier geli. "Tapi jangan tanya lagi kelanjutannya. Karena jujur saja, itu menjengkelkan sekali."

Aurora tidak bisa menghentikan dirinya untuk tertawa. Oh Tuhan.. jika tadi dia memang ikut bahagia melihat Ayah dan Anak ini berbaikan, maka sekarang dia lebih berbahagia lagi. Mendengar nada gembira Xavier ketika menceritakannya, rasanya seperti tak ternilai. Aurora bahkan merasa ingin menangis, menyadari lubang menganga yang dibuat Victoria dulu, kini perlahan menutup dengan sendirinya.

"Ah, apa itu yang membuatmu masih tidak mau mengakui jika kalian sudah berbaikan?"

"Itu lain lagi." Xavier langsung melepaskan pelukannya dari Aurora usai mengatakannya ini. Well.. Kali pandangan Xavier mendadak kembali ke mode pandangan menyelidik yang sempat Aurora dapatkan pagi tadi. Uh oh... Ada apa ini?

"Dia membuatku kesal! Ralat... Kalian membuatku marah! Bagaimana bisa kalian membodohiku seperti ini?"

Triple shit. Kali ini wajah Aurora langsung pucat pasi. Bahkan telapak tangannya mendadak dingin, seakan darahnya sudah diserap dari sana. Apa.. apa pikirannya tadi benar? Apa Javier Leonidas sudah mengatakan semuanya pada putranya? Tapi.. tapi kenapa Xavier masih tampak biasa saja? Apa jangan-jangan Xavier juga sudah memaafkannya seperti dia memaafkan Ayahnya?

Well, Aurora sebenarnya tidak mau berharap. Terlebih dia tahu sendiri bagaimana Xavier membenci Victoria. Tapi walau bagaimanapun pemikirannya itu membuat harapan Aurora melambung. Padahal dia sendiri masih tidak siap untuk jatuh.

"Bagaimana bisa kau memberitahu Daddy lebih dulu jika kau sedang hamil?! Kenapa bukan aku dulu? God! Kelakukanmu itu bahkan sudah membuatnya menyiapkan nama Stainley untuk anak kita."

Ha? Aurora sama sekali tidak bisa berkata-kata. Dia hamil? Anak mereka? Dan yang terpenting; kapan dia mengatakan pada Javier Leonidas kalau dia sedang hamil?

"Aku tidak mau nama Stanley! Aku mau Xaviera, tapi Oliver juga tidak apa-apa jika dia memang laki-laki! Yang penting aku yang menamainya! Bukan yang la—"

"Wait... wait... wait...."

Aurora tidak mempunyai pilihan selain menyela ucapan Xavier, padahal dia sendiri juga masih bingung dari mana asalnya Javier Leonidas mendengar berita hoax itu sampai-sampai dia membuat Xavier salah paham seperti ini. Aurora tidak hamil! Dia tidak hamil! Tapi untunglah, di lain sisi sebenarnya Aurora juga ikut bersyukur mengetahui jika sebenarnya ini yang Xavier pikir tengah dia rahasiakan. Aurora tidak siap. Dan mengenai harapannya tadi....well, itu sepertinya mustahil. Karena bagaimana Xavier tidak membencinya ketika dia tahu setelah apa yang Victoria lakukan?

"Tapi, X.... Aku tidak hamil."

"Apa? Kau bilang apa?"

"Aku tidak hamil," ulang Aurora tegas. Tapi beberapa detik selanjutnya Aurora mendadak menyesal. Oh ayolah... Aurora benar-benar tidak ingin menghilangkan raut gembira di wajah Xavier. Tapi tampaknya ucapannya tadi membuat Xavier menampakkan raut wajah....kecewa?

"Lalu perkataan Daddy?"

Benar. Dia kecewa. Dari ucapannya saja Aurora tahu jika Xavier kecewa. Itu membuat Aurora langsung tersenyum menyesal.

"Aku juga tidak tahu dia mendapat info itu dari mana. Tapi itu memang tidak benar," ucap Aurora pelan. Tapi karena Xavier hanya diam, Aurora langsung saja meraih lengan Xavier dan bergelayut manja disana.

"Lagipula apa yang kau pikirkan, X... Jika aku memang benar-benar hamil, aku pasti sudah memberitahumu lebih dulu! Kau harus bertanggung jawab, kau tahu?!" ucap Aurora dengan nada sok kesal. Sengaja untuk menghibur Xavier pelan-pelan. Di sisi lain Aurora sebenarnya juga cukup takjub, apa diam-diam Xavier sudah merencanakan agar mereka memiliki bayi hingga dia terlihat sekecewa ini?

"Dan ngomong-ngomong, aku juga lebih suka nama Xaviera dan Oliver daripada Stanley. Kita pakai nama itu saja ya?"

"Awas saja kalau tidak." Xavier mengatakan itu sebelum mengecup kening Aurora cepat. Aurora membiarkannya. Aurora juga pasti sudah memeluk Xavier erat jika Christian tidak datang dan mengatakan pada Xavier ada hal penting tentang perusahaan yang harus mereka bicarakan.

Huft! Akhir-akhir ini Xavier memang semakin sibuk saja. Auora sendiri merasa harus menerimanya. Namun karena merasa malas sendirian, akhirnya Aurora memilih berjalan ke dalam yatch untuk mencari Crystal.

Well, sebenanrya Aurora tidak bisa menahan senyumannya tiap kali dia mengingat Crystal. Si manja yang menggemaskan itu. Semua orang tahu jika dulu Victoria dan Crystal adalah sahabat karib yang tidak terpisahkan. Bahkan sejak kecil. Crystal jugalah yang membuat Victoria mengenal Xavier. Dekat dengannya. Termasuk membiarkan Victoria dekat dengan orang tuanya ketika Crystal mendapati jika Ayah tiri Victoria selalu memperlakukan Victoria dengan tidak baik. Crystal penyelamat Victoria. Dia yang memberikan keluarga baru yang menyenangkan bagi Victoria disaat Victoria tidak bisa menemukan itu di rumahnya. Tapi kadang dunia mungkin memang seperti ini, alih-alih membalas kebaikan Crystal, Victoria malah membuat gadis ini membencinya. Well, ketika Xavier terlihat sangat membenci Victoria—Aurora yakin Crystal juga.

"Nona Crystal sedang dalam perjalan menuju private airport milik Leonidas, Nona... Baru sepuluh menit yang lalu Helinya berangkat," ucap salah satu bodyguard Leonidas ketika Aurora bertanya padanya.

"Apa? Ke Bandara?" Tanya Aurora heran, karena kalau tidak salah, ketika sarapan tadi Crystal juga sempat menyebutkan jika selama seminggu ini—jadwalnya kosong.

"Nona Crystal berkata dia ingin masakan China."

"Jadi dia ke China?"

Bodyguard itu langsung mengangguk, tanpa memedulikan jika jawabannya sukses membuat Aurora mengelus dadanya. Para Leonidas ini... apalagi dia Crystal, mereka semua pasti biasa menganggap kebiasaan sarapan, makan siang, dan makan malam di negara yang berbeda-beda itu normal.

Sialnya lagi ternyata Xavier memang benar-benar sibuk. Lelaki itu bahkan langsung bertolak menuju kantornya setelah sebelumnya memerintahkan beberapa orangnya untuk menemani dan mengantar Aurora ke manapun Aurora mau. Tapi memang Aurora sedang tidak ingin kemana-mana. Dia bosan, karena itu dia memilih pulang. Lagipula siapa tahu nanti Aurora memiliki kesempatan untuk bisa menemui Vic di rumah sakit sendirian?

Berusaha mengenyahkan rasa bosannya ketika dia sudah berada di dalam mobil yang sekarang sudah melaju ke arah mansion Adams, Aurora membuka ponselnya. Rupanya ada pesan dari Xander yang dikirim kira-kira satu jam yang lalu.

Xander William : Kau ada waktu? Aku sedang bosan.

Well, memang kapan lelaki ini tidak bosan? Aurora menanyakan itu dalam hati. Tetapi karena dia juga sedang sama bosannya, Aurora langsung membalas chat Xander cepat.

Aurora Regina : Kau di restoran? Aku kesana ya?

Balasan dari Xander datang secepat kilat.

Xander William : Terlambat -_-

Xander William : Aku sudah akan terbang ke China lima menit dari sekarang.

Aurora Regina : Liburan?

Well, tentu saja. Bukankah Xander memang suka aneh-aneh jika dia sedang bosan,

Xander William : Bisnis :P

Xander William : Setelah ini si tampan ini akan memiliki restoran di Shanghai

Aurora langsung tertawa geli. Dari dulu sampai sekarang Xander memang masih sama. Dia selalu memulai suatu hal dengan alasan main-main, tapi setelah itu bidang yang dia geluti pasti akan merambah kemana-mana. Well, setelah ini mungkin restoran milik Xander memang sudah ada dimana-mana. Tapi Aurora tidak mengatakan itu. Dia hanya mengatakan selamat sebelum menaruh ponselnya lagi.

Mobil yang Aurora naiki sudah hampir memasuki pintu gerbang mansion ketika ponsel Aurora kembali berdering. Kali ini bukan dari Xander, tapi dari kakeknya—William Petrov. Ugh! Itu membuat Aurora langsung memukul keningnya. Dia lupa! Dia benar-benar lupa jika dia belum memberitahu William lagi jika dia batal pulang. Apa mungkin Kakeknya menelpon untuk memastikan kepulangannya?

Aurora sebenarnya belum selesai merangkai kalimatnya ketika dia memutuskan mengangkat panggilan dari William. Tapi sayangnya memang Aurora tidak membutuhkan kalimat-kalimat itu. Karena nyatanya, kalimat yang setelah itu William katakan membuat Aurora merasa bumi mendadak runtuh di bawah kakinya.

"Tim dokter tadi menghubungiku. Mereka menyarankan kita untuk menyerah soal Vic," ucap William santai—sesantai menjelaskan cuaca hari ini.

"A-apa...."

"Sudah tidak ada harapan. Mereka ingin kita menyerah."

"MANA BOLEH BEGITU! TIDAK BISA! KAU SUDAH PERNAH BERJANJI PADAKU, ASAL AKU MENURUT, KAU AKAN MENGEMBALIKAN VIC, GRANDPA!" bentak Auora sebelum membanting ponselnya.

Setelah itu tangis Aurora pecah. Ini tidak boleh... Ini tidak bisa... mana bisa mereka menyerah pada Vic begitu saja?!

Aurora benar-benar kalut. Dia bahkan sudah tidak lagi memedulikan pegawai siapa yang dia perintahkan ketika dia mengatakan, "Putar balik. Kita langsung ke Mount Sinai Beth Israel Hospital saja," ucap Auora sembari berusaha menyeka air matanya.

Tapi tidak bisa. Air mata Arurora tetap saja keluar.

TO BE CONTINUED.

***

JANGAN LUPA KOMEN, VOTE, SAMA SHARE KE TEMAN KALIAN YA!! 

Tulis emoticon kalian soal part ini!! 🐷🐖

Dy tanya, kenapa sih kalian pilih biar Aurora aja yang sama Xavier?

Yakin nggak bakal beralih ke Victoria? Wkeke

Komen yang banyak ya. Kalau dikit Dy ngilang lagi satu bulan 😛

With Love,

Dy Putina
Istri sah dan satu-satunya Shawn Mendes. 🤣

Behind the scene :

Dy : Kapan kamu mau ngumumin ke semua orang kalau kita udah nikah?!!!
Shawn : Nunggu kamu nggak sependek ini dulu 😆

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro