She Owns the DEVIL Prince | Part 48 - Forgive Me [2]
Happy reading!
Tulis jam berapa dan dimana kalian baca cerita ini!!
Jangan lupa klik bintangyaa!!!
____________________
Prank!
Gelas itu pecah. Membuat pecahannya berserakan di sekitar kaki Aurora. Tapi bukan itu yang membuat Aurora takut, karena nyatanya suara Javier Leonidas yang menyadari kehadirannya terasa lebih mengerikan.
"Kau?! Sejak kapan kau disini?!"
***
Playlist : Austin Mahone - What About Love
https://youtu.be/2PEG82Udb90
I-I'm feeling your thunder
Kurasakan gunturmu
The storm's getting closer
Badai kian dekat
This rain is like fire
Hujan ini serasa api
And my-my world's going under
Dan duniaku mulai tenggelam
Playlist kamu :
________________________
Empat detik. Delapan detik. Sepuluh detik. Masih tidak ada jawaban.
Ck! Semua ini membuat Javier Leonidas benar-benar geram.
Sudahlah, dari gerak-geriknya saja, orang bodohpun bisa menyimpulkan jika wanita sudah mendengar semuanya. Wanita ini mendengar semuanya. Geez... menyebutkan namanya saja Javier tidak sudi. Sekarang bagaimana? Apa wanita ini sudah tahu betapa keluarganya telah menghancurkan keluarga Leonidas?! Apa dia sudah puas? Atau, jangan-jangan wanita ini malah masih belum puas juga mengingat dia masih saja menunjukkan wajahnya disini.
"Nak... Kau tidak apa-apa? Kau terluka?"
Sayangnya rasa marah yang Javier rasakan tampaknya tidak terdapat dalam diri Anggy. See? Anggy malah berjalan cepat menghampiri Aurora tanpa memedulikan pecahan gelas yang bercecer di sekitarnya. Melihat itu Javier semakin geram. Anggy bisa terluka. Dan sampai itu terjadi, Javier yakin jika dia pasti akan menjadkannya alasan untuk terus menyalahkan wanita ini.
"Anggy! Perhatikan langkahmu!" geram Javier kesal, meskipun disaat yang sama dia tidak berusaha mencegah ketika Anggy terus berjalan ke arah Aurora. Javier bahkan juga tidak berusaha menarik Anggy ketika dia melihat istrinya sudah membelai wajah Aurora dan menatapnya dengan pandangan khawatir mendapati jika wanita itu terus saja menangis. Javier tidak bisa. Terlebih ketika terdapat bagian dari dirinya yang terus memberitahu jika wanita ini juga tidak salah.
"Sstt... Don't crying...."
"Mom... Aku... Aku... Aku-"
"Kenapa, nak? Kau terluka? Coba Mommy lihat kakimu."
"Anggy! Sudah! Jangan pedulikan dia! Suruh dia pergi!" Sentak Javier keras. Demi Tuhan! Untuk apa dia masih memedulikan wanita itu?! Javier tidak suka, terlebih ketika dia melihat Anggy nyaris menundukkan tubuhnya untuk mengechek kaki Aurora.
"Jangan pernah menunjukkan kau peduli padanya jika itu dihadapanku!"
"Javier Leonidas... Berapa kali aku perlu memberitahumu untuk menjaga kata-kata-"
"It's okay, Mom.... Aku tidak apa-apa," potong Aurora lirih-sengaja untuk membuat perdebatan Anggy dan Javier berhenti. Tapi perkataannya malah langsung Javier jawab dengan decihan tidak peduli.
"See? Bisa kau dengar sendiri, dia tidak apa-apa. Lebih baik kau segera suruh dia pergi saja."
"Javier... Please...."
"Aku tidak suka dia disini," ucap Javier datar tanpa emosi. "Dia akan membawa masalah untukku, kau tahu sendiri watak Putramu. Melihat apa yang dia pikir adalah miliknya menangis dan terluka, Xavier pasti akan akan menggunakan itu untuk semakin menyalahkanku."
"Dad... Aku... Aku.. Aku ma-"
Ucapan putus-putus Aurora yang disebabkan karena wanita ini tidak bisa mengontrol isakannya membuat Javier langsung mengepalkan tangannya. God damn it! Memangnya siapa dia sampai dia berani memanggilnya dengan pangggilan itu? Berusaha menahan gejolak emosinya yang sudah setipis kertas, Javier lebih memilih memotong ucapan Aurora dengan kalimat sarkasnya.
"Atau jangan-jangan memang itu yang sebenarnya wanita inginkan. Putraku membenciku. Hai, kau... Kau memang suka melihat pertengakaran kami kan?" ucap Javier sembari mengalihkan pandangannya-sengaja menghindari Aurora. Dia benar-benar benci menatapnya sebenci Javier pada keluarganya.
Namun beberapa saat kemudian Javier malah mendengar langkah kaki cepat ke arahnya. Itu bukan Anggy, itu Aurora. Lebih mengejutkan lagi ketika Javier mendapati jika beberapa detik kemudian Aurora sudah bersimpuh di kakinya. Dua tangan Aurora bahkan sudah memegang kaki Javier disaat wajah Aurora sendiri sudah mendongak menatap Javier dengan penuh rasa bersalah.
"Kau... Apa yang-"
Kali ini giliran Javier yang tidak bisa berkata-kata ketika mata birunya bertatapan dengan gemstone hijau yang kini sudah banjir dengan air mata. Javier membeku. Mengabaikan Aurora yang terlihat ingin mengucapkan sesuatu meskipun selalu berakhir dengan rengekannya, memori Javier malah langsung memutar kejadian enam tahun yang lalu.
"Katakan, Vee... Katakan apa yang kau lihat tadi. Katakan, Nak... Katakan. Aku dan Mamamu sudah memberikan kesaksian, kau hanya perlu memperkuatnya."
Suara Michael Cercadillo membuat Javier Leonidas menggeram sementara matanya menatap Victoria dengan pandangan harap-harap cemas dari balik kaca ruang interogasi. Ayolah, Javier masih baru sebentar jatuh terlelap selama beberapa menit ketika Nolan mengetuk pintu kamarnya dan mengabari jika putranya-Xavier Leonidas terkena masalah. Well, Javier sebenarnya bisa saja menyuruh orang-orangnya membereskan masalah Xavier seperti biasa. Tapi mendapati Xavier mendapat masalah dengan kepolisian terkait kasus penganiayaan dan percobaan pembunuhan, Javier langsung panik. Itu kasus berat. Terlebih di lain sisi dia meyakini jika putranya tidak mungkin berbuat hal seperti itu. Karena itu Javier langsung berangkat sendiri, dia bahkan sama sekali lupa untuk membangunkan Anggy.
Javier semakin shock lagi mendapati jika yang menjadi korban dari tuduhan yang dilayangkan pada Xavier adalah Andres Lucero. What the heck! Hal gila macam apa itu?! Xavier dan Andres dibesarkan bersama-sama! Sama halnya dengan Kenneth, Aiden dan juga Quinn! Mereka berlima bahkan sudah seperti saudar kandung saking dekatnya. Jadi bagaimana mungkin ketika Andres terluka.....tuduhan penganiayaan itu malah dijatuhkan pada putranya?! Xavier Leonidas?! Javier benar-benar tidak habis pikir. Kondisi semakin parah ketika Xavier tidak bisa dihubungi dan posisinya juga tidak bisa dilacak. Disaat seperti ini Javier menyadari jika kepintaran Xavier ternyata merepotkan, otak putranya itu terlalu cerdas untuk mematikan semua akses alat pelacak yang Javier sematkan padanya dengan alasan dia sudah besar.
Double shocknya lagi Javier mendapati jika yang menjadi saksi adalah keluarga Cercadillo. Jika yang memberi kesaksian hanya Michale Cercadillo, ayah tiri Victoria-Javier mungkin masih wajar. Lelaki itu bisa saja berbohong mengingat mengingat beberapa waktu yang lalu Javier menolak proposal kerja samanya yang benar-benar tidak wajar. Tapi yang terjadi malah Ibu Victoria juga memberikan kesaksian. Juga Victoria.... dengan tangis yang masih tumpah di dalam ruang interogasi, gadis itu jelas-jelas akan menjadi salah satu pemeran besar dalam kasus ini.
Menit demi menit berlalu tanpa jawaban. Victoria terlalu larut dalam tangis kerasnya hingga dia hanya menggeleng sembari memejamkan matanya tiap polisi memberinya pertanyaan. Ayolah, Vee.. Ayolah.... Javier yakin seberapa keras Ayah tirinya menekannya-Victoria tidak akan mengeluarkan kebohongan. Gadis itu menyayangi putranya. Victoria juga pasti tahu jika dia selalu memiliki keluarga Leonidas yang akan selalu membelanya jika Ayah tirinya kembali main kasar padanya. Victoria tahu itu. Victoria tidak akan berbohong untuk rencana Michael. Dia gadis baik, dia gadis yang jujur.
Keyakinan itu yang membuat Javier merasakan triple shock ketika dia mendengar Victoria mengiayakan tuduhan yang Michael berikan. Dia mengiyakan ketika Michael berkata Xavier menghajar Andres, termasuk, ketika ketika Michael mengatakan jika Xavier juga sempat mengeluarkan ancaman untuk membunuh Andres.
Shit... Ini tidak mungkin... Bagaimana... Bagaimana bisa?
***
"Aku tidak bisa membebaskannya begitu saja. Fine! Anggap saja keluarga kita memang dekat. Tapi putramu, dia nyaris membunuh putraku!" Sentakan Rafael Lucero-ayah Andres sama sekali tidak membuat Javier mundur untuk memintanya melepaskan Xavier. Sial. Pengaruh keluarga Stevano di Spanyol memang sama kuat dengan pengaruh yang dimiliki Leonidas, karena itu Javier sedikit kesusahan untuk membebaskan Xavier.
Xavier harus bebas, putranya harus bebas. Dia salah atau benar, Javier tidak peduli. Yang dia tahu dia harus segera mengeluarkan Putranya dari kasus ini. Segera. Apalagi beberapa saat yang lalu Javier juga mendengar tangisan Anggy ketika dia menelponnya untuk mengabari kondisi putra mereka. Oh, God! Javier tidak suka itu, mendengar tangisan Anggy rasanya seakan jantungnya seperti diremas.
"Aku akan memberikanmu apa saja. Semuanya asal kau mau membebaskan Xavier." Javier memberikan penawarannya. Sialnya, Rafael malah menjawabnya dengan kekehan geli sementara mata coklatnya bergerak menatap Javier benci.
"Ha? Jika aku tidak salah menangkap, kau sedang berusaha menukar nyawa putraku dengan uang?!"
"Bukan nyawa putramu, bodoh! Tapi kebebasan putraku!"
"Menurutku itu artinya sama saja. Tidak. Nyawa putraku lebih berharga daripada semua milikmu, Leonidas! Andres berharga, dan putramu nyaris membunuhnya!" Kekeras kepalaan Rafael membuat Javier geram, apalagi lelaki ini juga mengatakan ini keras-keras di depan ruang rawat Andres.
Semua teman-teman Andres sudah ada disini; Kenneth, Quinn, saudara kembarnya-Aiden, bahkan Victoria juga. Victoria terlihat sangat shock, berkali-kali Javier melihat tubuhnya menggigil. Tapi Javier tidak memedulikannya. Kesaksian Victoria sudah membuat Javier merasakan rasa shock yang sama. Dia marah, sedih, kecewa-semuanya. Victoria tidak pernah pernah berbohong. Dan pengakuannya membuat Javier merasa jatuh ke dasar. Sepertinya dia memang sudah salah mendidik putranya.
"Benarkah? Benarkah Andres seberharga itu?" kekalutannya membuat Javier malah semakin terpacu untuk memprovokasi Rafael.
"Jika dia memang seberharga itu, Andres tidak akan memanggilku Daddy karena Daddynya sendiri lebih menyayangi saudara kembarnya sendiri!"
Ucapan Javier membuat Rafael langsung terdiam. Sepertinya berhasil. Memang, Andres sangat dekat dengannya karena Andres selalu merasa Rafael lebih menyayangi Aiden, saudara kembarnya yang pendiam. Aiden memang memiliki sikap tenang seperti Rafael, sangat jauh dibanding dengan Andres yang urakan dan suka berkelahi.
"Kau tahu... Ini juga salahmu! Untuk apa kau berusaha menjodohkan Andres dan Victoria hanya karena proyek kerja sama, huh?! Kau tidak tahu atau sengaja berpura-pura tidak tahu jika selama ini Victoria sudah berhubungan dengan putraku?! Jika kau tidak melakukan itu, Xavier tidak akan melakukan hal gila ini!" Rafael tidak menyangkal, membuat benak Javier terasa dihantam godam menyadari jika apa yang dikatakan Michael memang benar. Xavier nekat karena dia tidak rela Victoria dijodohkan dengan Andres.
Nak, apa yang kau lakukan? Javier menggumamkan hal itu berkali-kali di dalam hati.
"Kau sekarang bersikap seakan-akan kau sangat menyayangi Andres. Tapi diam-diam kau menjodohkannya hanya untuk memperkuat ikatan kerja sama. Tanpa sadar kau sudah menjual putramu sendiri, Rafael! Jadi apa bedanya jika sekarang kau melapaskan putraku untuk mendapatkan-"
"KAU TIDAK TAHU APA-APA!" bentak Rafael tiba-tiba. Suara lelaki bermata coklat ini menggelegar di sepanjang lorong. "Apapun yang aku lakukan, itu juga untuk putraku. Aku juga Ayah sepertimu, seharusnya kau tahu bagaimana rasa cinta Ayah pada putranya. Seharusnya kau tahu."
"El... Javier... Sudahlah." Suara Angeline yang pada akhirnya membuat perdebatan antara Javier dan Rafael terhenti. Wanita bermata biru itu terlihat baru keluar dari ruang rawat Andres. Wajahnya pucat, sementara matanya bengkak karena terlalu banyak menangis.
"Aku sudah menghubungi pengacaraku untuk membebaskan Xavier," ucap Angeline lagi yang membuat kelegaan merambat di dada Javier, berbeda dengan Rafael yang kini malah memandang Angeline dengan pandangan seakan dia sudah gila.
"Kau... Kau membebaskan pembunuh putra kit-"
"Sudahlah, El... Jangan memperunyam semuanya," potong Angeline cepat sembari memijat keningnya. Jelas sekali jika wanita itu sudah sangat suntuk dan lelah hingga menolak mendengar apapun yang Rafael ucapkan.
"Xavier, Andres, Aiden... Mereka tumbuh bersama. Aku turut membesarkan Xavier juga. Kau pikir aku akan bisa menanggung keadaan dimana Andres terluka sementara Xavier yang sudah aku anggap sebagai putraku sendiri mendekam di penjara? Paling tidak, aku bisa tenang jika salah satu dari mereka baik-baik saja," jawab Angeline sebelum dia memilih duduk di salah satu meja dan menelungkupkan wajanya disana. Rafael akhirnya juga memilih mengalah, dia ikut duduk di sebelah istrinya dan membiarkan Angeline bersandar padanya.
"Tunggu apa lagi, Jav... Jemput Xavier... Kasian dia. Aku tidak bisa membayangkan dia mendekam selam ini di penjara," ucap Angeline lagi yang membuat Javier tersadar dari keterpakuannya. Langsung saja, begitu dia tersadar Javier langsung bergegaskan meninggalkan Angeline dan Rafael, kelegaannya bahkan membuatnya melupakan kata terima kasih yang seharusnya dia ucapkan.
Namun baru saja Javier mengambil beberapa langkah dari tempatnya, Javier mendapati jika seseorang menghalangi jalannya. Itu Victoria. Mata hijaunya menatap Javier nanar. Matanya juga masih belum bersih dari air mata. Berkali-kali pula Victoria terlihat ingin mengatakan sesuatu-tapi berakhir gagal. Semua itu benar-benar mirip dengan apa yang Aurora lakukan sekarang.
"Aku... Aku-"
Berbeda dengan enam tahun yang lalu dimana Javier langsung meninggalkan Victoria tanpa mau menunggu ucapannya, kali ini entah kenapa Javier hanya diam, menunggu Aurora melanjutkan kalimatnya.
"Aku.. A-aku." Aurora terlihat kesulitan berkata-kata. "Aku.. Aku sekarang tahu kenapa kau sangat membenci kami. Kenapa kau tidak mau memaafkan kami," ucap Aurora kesusahan mengingat tangisannya juga belum kunjung reda.
"Maafkan aku, Dad. Maafkan kami." Akhirnya tangisan Aurora akhirnya pecah usai dia mengatakan ini. Wanita itu masih bersimpun di depan kaki Javier, kedua tangannya masih memegang kakinya, hanya saja kali ini dia sudah menundukkan kepalanya dan larut dalam tangisnya.
Dan entah kenapa, itu menggetarkan hati Javier. Melembutkan hatinya yang selama ini sudah mengeras karena amarah. Hanya satu kata maaf, dan Javier sudah luluh. Mendadak rasa Ibanya muncul melihat Aurora yang bersimpuh seperti ini, wanita ini seharusnya tidak perlu melakukannya. Dan kata maaf itu.... Astaga... Seharusnya wanita ini juga tidak perlu meminta maaf. Dia tidak salah. Dia tidak pernah salah. Semua konflik Javier dengan putranya, jika dipikirkan lagi bukan disebabkan wanita ini. Itu salahnya sendiri. Salahnya yang tidak bisa menjaga lidahnya.
"Kau mau menyaingi anjing istriku sampai harus bersimpuh di depanku?" ucap Javier datar, mengabaikan fakta jika sebenarnya dia ingin membangunkan Aurora dengan tangannya sendiri. Untungnya Anggy yang lantas melakukan itu, dia membantu Aurora berdiri dan menggiringnya menjauh dari Javier.
"Yang kau jatuhkan tadi, itu apa?" tanya Javier beberapa saat sebelum Aurora dan Anggy mencapai pintu. Itu membuat langkah keduanya terhenti.
"Gelas yang kau jatuhkan, itu isinya apa?" ulang Javier sembari menatap Aurora masih dengan tatapan datarnya. Sapaan Javier mau tidak mau membuat Aurora menatapnya bingung. Bukankah jelas-jelas tadi lelaki ini bersikeras mengusirnya? Kenapa tiba-tiba saja dia bertanya hal yang tidak penting?
"Matcha tea?"
"Ck! Bukan white milk?" desis Javier kesal. Aurora semakin tidak mengerti, berbeda dengan Anggy yang langsung tersenyum tipis menyadari dia tahu apa yang terjadi disini.
"Kau menjanjikanku White milk buatanmu jika aku membuat bocah itu menang. Aku sudah abstain, Xavier juga sudah menang," ucap Javier lagi yang membuat Aurora hanya melongo. Wait... Dia tidak salah dengar?
Respon Aurora sayangnya membuat Javier menggeram tidak sabar.
"Bocah ini! Cepat buatkan atau permintaan maafmu aku tolak!"
"Ha?
"Hitungan satu sampai lima puluh. Satu. Dua. Sepuluh. Tujuh belas-"
"Siap, Sir!" ucap Aurora langsung tanpa mau berpikir lebih lama. Aurora bahkan langsung berlari keluar diiringi kekeh geli Anggy.
"Well, jadi tuan Leonidas yang terhomat akhirnya memilih berlapang dada?"
"Asal dia ataupun keluarganya tidak lagi berbuat-"
Prank!!!
"Maksudku berbuat ulah," ralat Javier ketika kalimatnya yang pertama terpotong oleh suara barang pecah. Anggy mengangkat satu alisnya, menunggu seseorang datang untuk memberitahu apa yang terjadi di luar sana. Dan disaat itulah kepala Aurora kembali muncul dari balik pintu.
"Mom... Maaf, sepertinya aku memecahkan vasmu, forgive me," ucap Aurora sembari meringis.
Damn it! Baru saja dibahas, wanita ini sudah berulah lagi.
TO BE CONTINUED.
_____________________
Hope you like it!!!!!!!
JANGAN LUPA KOMEN, VOTE SAMA SHARE KE SOSIAL MEDIA KALIAN!
Komen emoticon kalian sepanjang baca part ini di inlineee!!
Ada komentar? Wkwkw
Tulis kalian masuk di tim mana!!
Next partnya setelah 17K votes :P !
With love,
Dy Putina
Istri sah Sean O'Pry
Jangan lupa follow :
dyah_ayu28
the.angels05
Xavier.leonidas1
Aurora.regina1
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro