Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

She Owns the DEVIL Prince | Part 42 - Open Up to Me

KANGEN XAVIER?

HAPPY READING!

JANGAN LUPA KLIK BINTANGNYA YA!

Oh, ayolah... Jika orang lain yang mengatakannya mungkin Aurora merasa orang itu hanya mengatakan kata-kata gombalan. Tapi ini Xavier, orang yang sangat jarang berterima kasih apalagi meminta maaf. Dan sekarang lelaki ini memohon padanya....

Itu membuat Aurora meraih tangan Xavier yang tidak diperban dan menyentuhnya. Oh, God... Dia tahu dia sudah ada di dekat jurang kehancuran dengan berkata, "aku tidak akan pergi, Xavier...."

Tapi dia memang ingin terus disini. Dia tidak ingin pergi.

***

Play list : Little Mix - Secret Love Song (Official Video) ft. Jason Derulo

https://youtu.be/qgy7vEje5-w

Playlist kamu :

_______________________

Manhattan, New York-USA. 10:17 AM

"Vic, kau benar... Sekali saja aku mendekat padanya, aku pasti tidak ingin pergi...."

Oh, God! Ingin sekali Aurora membisikkan itu di telinga Vic. Tapi tidak bisa. Dia hanya bisa melihat kondisi Vic dari kaca putih buram di depannya, membuat tubuh Vic yang masih terbujur di atas ranjang rumah sakit dengan bantuan alat penopang hidup terlihat samar.

"Kau berkata kondisinya sudah membaik. Tapi kenapa aku masih tidak boleh menemui Vic?"

Aurora mengeluarkan kata protesnya begitu Revina-kepala dokter yang bertugas menangani saudara kembarnya menghampirinya.

"Nanti kau bisa menemaninya. Segera. Setelah kondisinya benar-benar stabil."

Lagi-lagi kalimat itu.... Aurora sudah bosan.

Tapi mau bagaimana lagi. Aurora hanya bisa bisa menghembuskan napasnya berat sembari menempelkan keningnya ke kaca di depannya. Ayolah, padahal begitu pesawat yang dia dan Xavier naiki mendarat di New York beberapa jam yang lalu dan Xavier mengantarkannya ke apartementnya, Aurora langsung buru-buru pergi ke rumah sakit ini mengingat pesan yang sempat Revina kirimkan.

Namun sayangnya semuanya masih sama saja, Aurora hanya bisa melihat Vic dengan hanya berdiri di luar ruangannya. Selalu seperti ini....

"Oh ya, sebelum kau datang, ada seseorang yang berniat mencari Vic juga."

Aurora tu langsung menoleh. Hah? Siapa? Tidak mungkin kakeknya-William Petrov, karena Revina pasti akan tidak akan mengatakannya jika itu dia.

Lagipula tempat Vic dirawat memang dirahasiakan, termasuk kondisinya. Dan jangan lupakan pula bagaimana ketatnya penjagaan di lantai paling atas Rumah Sakit swasta ini. Kondisi politik keluarga Petrov memang sedang runyam, dan itu akan semakin runyam dan berbahaya lagi bagi Vic jika kondisinya sampai diketahui.

"Ian?" tebak Aurora. Salah satu orang luar yang mengerti kondisi Vic dan sering kemari adalah Ian. Namun Revina menggeleng.

"Bukan... bukan... Sebentar, aku lupa namanya. Yang jelas lelaki itu bermata biru."

Well, kalimat 'mata biru' membuat jantung Aurora berdegup cepat.Tidak... Tidak mungkin Xavier. Lelaki itu tadi masih sempat mengantarkannya pulang. Apa jangan-jangan.... Javier Leonidas?!

Tapi jika memang iya, untuk Javier kemari? Ya, memang yang orang luar yang mengetahui kondisi keluargnya hanya Keluarga Leonidas, keluarga Jenner dan Ian. Tapi selama ini yang dilakukan Leonidas hanya masa bodoh saja.

"Ah! Aku ingat, dia Andres Lucero. Dia CEO Leonidas International jika tidak salah."

Sial. Jawaban dari Revina malah lebih dari apa yang bisa Aurora sanggup bayangkan. Andres? Tidak... tidak.... Aurora langsung menggeleng tidak percaya. Bagamana lelaki itu bisa kemari... Apa jangan-jangan Andres sudah tahu?

"Dia meminta ijin untuk menemui Victoria. Tapi aku memberitahunya jika Victoria sudah keluar dari rumah sakit ini lama sekali." Jawaban Revina membuat Aurora langsung menghembuskan napasnya lega. Untunglah, paling tidak Andres masih belum melihat Vic.

"Dan dia percaya?" tanya Aurora lagi.

Revina langsung menggeleng. Dan itu sesuai dengan apa yang Aurora pikirkan. C'mon... Lelaki selicik dan sepintar Andres sudah pasti tidak akan mempercayai ucapan orang lain semudah itu.

"Dia sangat yakin jika Victoria masih ada disini. Tapi dia tidak memaksa dan tetap pergi. Dia juga menitipkan pesan pada kakekmu."

"Pesan? Mau apa lagi dia? Pesan apa?"

"William Petrov tidak perlu menyembunyikan keberadaan Victoria darinya. Andres tidak akan menyakitinya, dia mencintainya."

Shit, omong kosong! Aurora tersenyum miring sementara napasnya langsung memburu begitu kepalanya memutar bayangan Andres Lucero.

Astaga! Kebohongan apalagi itu? Apa Andres pikir baik Aurora maupun kakeknya akan mempercayai ucapannya seperti orang bodoh? Tidak... tidak... apalagi perbuatan Andres beberapa waktu yang lalu juga sudah memperlihatkan seberapa bajingan lelaki itu. Andres Lucero sangat brengsek! Bahkan sejuta kata umpatan tidak akan sanggup melukiskan betapa buruknya dia.

Akhirnya Aurora memilih untuk menenangkan dirinya, dan itu tidak akan bisa dia lakukan jika dia masih disini. Karena itu Aurora kembali menatap Vic sebentar sebelum pergi dari sana. Dia berpamitan pada Revina sebelum melangkah menuju lift melewati lorong dimana banyak bodyguard berjaga disana. Mereka semua orang-orang kakeknya, mungkin sebagaian besar berisi orang-orang intelejen Rusia.

"Ara!"

Panggilan yang Aurora dengar begitu ia keluar dari pintu rumah sakit membuat Aurora langsung membeku. Serangan panik yang lain mengingat Aurora tidak perlu menoleh untuk mengetahui jika yang memanggilnya adalah Xavier. Hanya lelaki itu yang memanggilnya dengan cara seperti itu.

Dan benar saja, begitu dia menolah, Aurora mendapati jika Xavier Leonidas terlihat baru saja keluar dari mobil sport hitamnya. Lelaki itu membanting pintu mobilnya keras, sebelum melangkah ke arahnya dengan langkah tergesa disertai kilatan marah di mata birunya. Oh, God... Apa lagi ini?

Aurora tidak berbohong jika dia benar-benar takut. Bahkan wajahnya langsung memucat seiring tangannya yang juga mendingin. Dia tidak siap. Dia tidak ingin Xavier mengetahui semuanya secepat ini.

"Kau sakit? Kenapa kau tidak mengatakannya padaku?"

"Ha?" Sentakan Xavier begitu lelaki itu berdiri di hadapannya sedikit membuat Aurora linglung. Karena itu dia hanya menatap Xavier dengan pandangan tidak mengerti ketika Xavier menempelkan telapak tangannya di kening Aurora.

"Kau sakit, Ara. Kenapa kau tidak mengatakannya padaku? Sepenting apapun urusanku, aku pasti akan lebih mendahulukanmu," ucap Xavier lagi. Kali ini sudah bukan dengan bentakannya lagi.

Well, ucapan Xavier mengingatkan Aurora jika setelah menurunkannya di depan apartementnya lelaki ini langsung berpamitan pergi untuk urusan pentingnya. Kenapa sekarang Xavier tiba-tiba sudah ada didepannya dan membuatnya terkejut seperti ini?

Oh, ayolah Aurora.... Jawaban itu tidak penting lagi. Karena yang terpenting Xavier belum tahu. Untuk saat ini, lelaki ini belum tahu.

***

Aurora hanya diam saja ketika dia sudah duduk di dalam kursi mobil Xavier yang melaju cepat. Sementara Xavier sendiri terlihat menatap jalannya dengan fokus. Well, sebelum ini Xavier sempat memaksa Aurora untuk memeriksakan dirinya ke dalam Rumah Sakit bahkan setelah Aurora sudah mengatakan jika dirinya sudah memeriksakan diri. Yeah, Aurora terpaksa berbohong untuk menghindari pertanyaan Xavier tentang kenapa dia ada di rumah sakit. Dan sepertinya lain kali Aurora juga tidak boleh sering-sering kesana melihat Xavier seperti selalu bisa melacaknya.

"Kau kelelahan. Lain kali jaga kesehatanmu."

"Well, memangnya siapa yang membuatku kelelahan, Sir?" respon Aurora cepat begitu suara Xavier terdengar. Xavier terkekeh pelan, sebelum memutar music player yang lantas menjadi pengisi udara di dalam mobil sepanjang perjalanan mereka.

Aurora sudah agak mengantuk ketika gerbang besar yang terbuka secara otomatis di depan mereka menarik perhatiannya. Gerbang itu sangat tinggi dan kokoh, sementara tembok pagar yang juga sama kokohnya berada di sekitarnya. Pemandangan taman yang sangat indah lantas menyambut mereka, sebelum mobil mereka berhenti di depan tangga masuk mansion besar berwarna putih gading dengan air mancur di depannya.

"X, kita dimana?" tanya Aurora begitu Xavier membukakan pintu mobilnya.

Xavier tersenyum geli.

"Mansion kita."

"What? Kita?" Aurora bertanya tidak paham. Apa dia salah dengar?

Tapi bukannya menjawabnya, Xavier malah langsung merangkul pundaknya dan menuntunnya menaiki tangga. Beberapa pelayan dengan seragam abu-abu hitam juga langsung menghampiri mereka. Membuat Xavier melepaskan jas yang dia pakai dan kembali masuk sembari merangkul Aurora.

Aurora sendiri langsung terperangah dengan interior dalam mansion. Itu sangat indah. Chandelier berwarna emas dan perak yang bergantung di atas langit-langit dan juga beberapa sisi dinidng. Lantai marble berwarna putih, ornamen-ornamen kaca hingga beberapa perabotan berwarna emas membuat mansion ini semakin terlhat mewah dan elegan.

"Saat itu Crystal sempat mengejek jika penthouseku sempit. Aku pikir dia mengada-ada apalagi itu dikatakan oleh gadis yang selalu dimanjakan si tua sombong itu." Ucapan Xavier membuat Aurora menoleh menatap lelaki itu, Xavier sendiri terlihat menatapnya lekat sembari menyunggingkan senyuman tipis.

"Tapi ketika aku memikirkan tentang kita, aku merasa jika dia mungkin benar. Karena itu, ketika aku mengajakmu ke mansion Grandpa di Detroit, aku iseng-iseng menyuruh orang mempersiapkan mansion ini untukmu, untuk kita," ucap Xavier lagi yang membuat Aurora tidak bisa berkata-kata sama sekali. Karena itu Aurora lebih memilih mengedarkan pandangannya ke sekeliling mansion sembari berdiri membelakangi Xavier.

Astaga... lelaki ini.... Jantung Aurora bertalu cepat, terlebih ketika dia merasakan Xavier memeluknya dari belakang hingga membuatnya terkesiap.

"Setelah kita mendarat di New York dan aku selesai mengantarmu, aku langsung mengingat tempat ini, karena itu aku mengunjunginya. Dan kau tahu apa yang aku rasakan?" bisik Xavier di dekat telinganya. Aurora hanya diam, membuat Xavier meneruskan ucapannya.

"Aku bahagia, Ara... Aku bahkan bisa membayangkan bagaimana putra kita nanti berlarian di ruang tengah, putri kita berenang di kolam renang, dan setiap sore mereka juga akan bermain kuda poni di halaman belakang. Selama itu pula aku akan selalu mendampingi mereka, Mansion ini akan ramai dengan suara tawa mereka."

Oh Lord... Mau tidak mau Aurora juga turut membayangkan apa yang Xavier katakan. Dan itu benar-benar membuat benaknya menghangat. Aurora bahkan membiarkan ketika Xavier menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Aurora.

"Aku berjanji, mereka akan tumbuh dengan tawa bahagia. Sama seperti aku dan Crystal dulu," ucap Xavier lagi.

Tapi sungguh, kali ini Aurora tidak berbohong ketika dia merasakan nada kesedihan di suara Xavier. Lebih tepatnya nada putus asa hingga membuat Aurora mendadak merasakan hal yang serupa. Telebih ketika tiba-tiba saja pandangannya terarah pada tangan Xavier yang masih terbalut perban. Entah kenapa itu membuat Aurora jika luka di tangan Xavier ada hubungannya dengan Javier Leonidas.

"Dan aku juga berjanji, ketika mereka besar nanti mereka tidak akan merasakan perasaan tidak diinginkan seperti aku. Aku berjanji aku tidak akan meninggalkan mereka ketika dunia menghempaskan mereka keras."

"Xavier...." Aurora langsung membalik badannya dan menatap Xavier dengan pandangan memrotesnya. Ayolah... apa yang lelaki ini katakan?!

"Kau diinginkan. Tidak ada yang-"

"Kau salah. Daddyku tidak pernah menginginkanku. Javier Leonidas... Menurutnya aku hanya bajingan memalukan jika tanpa namanya."

"Astaga, Xavier... Itu tidak benar...."

"Tapi dia mengatakannya." Xavier tersenyum santai sembari menyunggingkan senyum tipis. Reflek, Aurora meraih wajah Xavier, mengelusnya hingga membuat mata lelaki itu terpejam sebelum bergerak memeluk Aurora.

"Dia menendangku ketika aku sampai di titik terendah. Dia mempercayai ucapan orang lain, dia membuangku. Bahkan dia tidak pernah bertanya apa yang aku rasakan," ucap Xavier serak sebelum mengembuskan napasnya panjang.

"Jika kau memberikan kesempatan padaku, aku berjanji aku tidak akan pernah bersikap seperti dia. Mungkin aku memang putranya, tapi aku bisa pastikan; kami tidak sama," tambah Xavier lagi.

Aurora hanya bisa memejamkan matanya. Di kalimat Xavier, Aurora bisa merasakan nada kecewa. Aurora bahkan bisa membayangkan bagaimana rasa cinta yang pernah lelaki ini pernah miliki pada lelaki itu sebelum semuanya hancur berantakan. Tapi di sisi yang lain Aurora benar-benar bersyukur meliat Xavier bisa seterbuka ini padanya. Astaga... Kapan dia bisa melakukan hal yang serupa?

"Aku percaya, kau tidak sama," jawab Aurora-sengaja menghibur Xavier. Xavier sendiri langsung mengecup lehernya sembari mengucapkan kalimat terima kasih berkali-kali.

"Kau tahu, Ara... Kadang mencintaimu membuatku takut." Ucapan Xavier membuat Aurora melepaskan pelukan mereka. Takut? Kenapa?

"Dulu aku pernah berhubungan dengan seorang gadis, namanya Victoria Cercadillo. Kami berhubungan serius selama tiga tahun. Dia teman kecilku, saat itu butuh waktu cukup lama juga untuk membuatnya mau bersamaku," ucap Xavier sembari tersenyum tipis. Well, Xavier tidak tahu jika ucapannya membuat degup jantung Aurora langsung melambat. Namun dia terus memerhatikan semua kata-kata Xavier. "Aku mencintainya, sangat. Bahkan jika seandainya dia meminta dunia padaku, sebisa mungkin aku pasti akan berusaha memberikannya."

Victoria... Vee... Victoria Cercadillo.

Baru kali ini Xavier berani menyebutkan nama lengkapnya, dan ternyata dia sudah tidak apa-apa. Padahal dulu Xavier lebih memilih menganggap Victoria tidak pernah ada dibanding mengingat kenangan yang mungkin akan menghancurkannya. Oh, ayolah... dulu Victoria adalah pusat dunianya. Wanita itu semangatnya. Xavier kecil sudah pasti tahu jika tanpa dia mengusahakan apapun-isi dunia pasti akan dapat dia miliki, tapi Victoria yang membuatnya ingin menjadi yang terbaik. Victoria yang membuatnya memiliki motovasi untuk meraih apapun yang bisa membanggakan Javier dan Anggy.

"Tapi ternyata aku salah mencintainya. Dia pengkhinat. Dia bermain dengan Andres di belakangku. Dia mengkhianatiku. Dia domino jatuh, dia mimpi buruk, dia menghancurkan semua kehidupanku yang tertata dengan satu kesalahannya. Jika kau melihat betapa hancurnya hubunganku dengan Javier sekarang, semuanya diawali karena dia."

"Karena Victoria?"

"Dia musibah. Dan dengan bodohnya aku mencintai domino jatuh itu lama sekali," ucap Xavier sembari mengecup kening Aurora lama. Aurora sendiri masih pucat pasi. Sungguh, dia tidak tahu jika awal yang menyebabkan hubungan Javier dan Xavier menjadi kacau karena ini.

"Bagaimana jika semua yang kau pikirkan itu salah, X?" mengenyahkan semua pemikiran di kepalanya, Aurora langsung bertanya. Lagipula apa yang Xavier ketahui juga tidak sepenuhnya benar.

"Maksudmu?"

"Maksudku... Bagaimana jika sebenarnya dia bukan pengkhinat? Kau tahu... Andres yang aku lihat adalah lelaki brengsek. Bagaimana jika ternyata kau yang salah? Karena aku berpikir, mana mungkin Victoria-mu mau dengan lelaki seperti itu?"

"Dia bukan Victoriaku. Kau Aurora-ku," ralat Xavier cepat, sepertinya lelaki itu sama sekali tidak mau memikirkan apapun yang Aurora katakan tentang Victoria.

"Terserah apa maumu, X... Tapi coba kau pikirkan. Jika seandainya semua yang kau pikirkan salah, dia tidak pernah mengkhianatimu. Dia mencintaimu. Dan jika seandainya saat ini kau mendapatinya mengalami kecelakaan parah yang membuatnya sekarat. Apa kau masih keukeuh dengan pikiranmu yang membenci-"

Aurora langsung terbelalak kaget mendapati bibir Xavier yang sudah membungkam mulutnya. Lelaki itu menciumnya. Membuat Aurora langsung memejamkan mata dan membalas ciuman Xavier sembari merutuki kebodohannya. Ayolah, tidak seharusnya dia mengatakan hal-hal yang membela Victoria seperti itu... Itu namanya bunuh diri, Xavier bisa curiga. Bukankah lebih baik jika nama Victoria dilupakan saja? Xavier membencinya.

"Jika dia memang sekarat, lebih baik dia mati saja. Biarkan semuanya tetap seperti ini." Ucapan Xavier begitu ciuman mereka terputus membuat benak Aurora menjerit sakit.

Ya, dari cerita Xavier, Aurora tahu jika Victoria memang sudah melakukan kesalahan fatal yang membuat hubungan Xavier dengan Ayahnya memburuk. Tapi tetap saja, bukankah-

"Aku tidak mau kembali padanya, apalagi hanya karena rasa bersalah. Aku mencintaimu. Aku tidak mau menggantikanmu dengan siapapun, termasuk Victoria," ucap Xavier lagi yang membuat Aurora langsung speechless. Ayolah, dia tidak tahu harus merespon apa jika Xaver mengatakan seperti ini.

Terlebih setelah itu Xavier menambahkan, "Aku mencintaimu, Aurora Regina. Lagipula untuk apa kau memikirkan tentang domino jatuh itu, kau saudaranya?" Xavier mengatakannya dengan nada kesal.

Dan Aurora sudah pasti lebih memilih memberikan Xavier ciuman daripada jawaban.

Mereka berciuman lama, meskipun suara Xavier yang mengatakan; Jika dia memang sekarat, lebih baik dia mati saja terus bergaung di telinga Aurora. Dan itu menyakitinya. Tapi sudahlah, anggap saja itu adalah harga yang harus dibayar oleh Victoria atas kesalahannya dulu.

"Aku dan Victoria yang kau tahu berbeda, X. Aku bukan pengkhianat. Jadi jangan takut," bisik Aurora begitu ciuman mereka terlepas.

"Aku mencintaimu Xavier Matthew Leonidas."

Tubuh Xavier langsung membatu, membuat Aurora berpikir dia sudah melakukan kesalahan. Tapi beberapa detik kemudian dia sudah memekik ketika Xavier sudah menggendong tubuhnya dengan gaya biridal dan membawanya menaiki tangga.

"Well, sepertinya kita harus merayakan pernyataan cintamu, Ara," kekeh Xavier geli.

Mata Aurora langsung membulat. Oh Tuhan...

TO BE CONTINUED

_______________________

HOPE YOU LIKE IT!

BANTU XAVIER DENGAN VOTE, KOMEN, SAMA SHARE KE SOSIAL MEDIA KALIAN YA!

Nodong 17K vote dong biar seimbang ^^

Makasih #LeonidasSquad udah bikin Xavier langganan rank #1 di wattpad versi lama sama aplikasi After Darknya IOS. U make my day, guys!!

Nggak mau munafik, Dy suka banget tiap kali Xavier di rank atas wkwk. Ini namanya gila rank ya? Kalau di Mobile Legend, Dy emang gila rank sih -_- (Tapi naik turun mulu elite-master. Huhu. Payah.)

Big hug,

Dy Putina.

Jangan lupa follow :

@dyah_ayu28

@the.angels05

@xavier.leonidas1

@aurora.regina1

@javier.leonidas

@anggy.sandjaya

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro