Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

She BELONGS to the Prince | Part 48 - Bright Spot

XAVIER UPDATE!

SEBUTIN KOTA ASAL KALIAN DONG ^^

JAM BERAPA KALIAN BACA INI?

JANGAN LUPA KLIK BINTANGNYA!!!

*

Selamat membaca Xavier – Aurora!

Semoga suka ^^

*

"Berhenti di sini! Saya mempercayai suami saya lebih dari apapun, saya mengenalnya, Xavier bukan orang yang seperti itu! Jangan pernah mencoba untuk menjelek-jelekkan dia lagi. Saya memeringatkan Anda!" sentak Aurora geram, sedetik kemudian Aurora sudah meninggalkan Dimitry.

Dimitry bangkit berdiri. "Aurora! Listen to me! He is not good for you! Aurora!" serunya, tapi Aurora tidak peduli.

___________________________

She BELONGS to the Prince | Part 48 – Bright Spot

Playlist : Whethan, Dua Lipa - High (Official Audio)

https://youtu.be/ABLsSWE06q4

Your Playlist : 

***

LEONIDAS Skycraper Building. Manhattan, NY—USA | 10:55 AM

"Xavier."

Xavier baru saja keluar dari ruang meeting diiringi para dewan direksi, ketika tiba-tiba saja Andres memanggilnya. Menoleh, Xavier menatap Andres yang tengah berjalan ke arahnya, kemudian berdiri tepat di depannya.

"Ada beberapa hal penting yang ingin aku laporkan padamu."

"Harus sekarang?" Xavier mengernyit, melirik arlojinya. Sial. Dia bisa terlambat. Xavier sudah mengatur ulang jadwalnya, merencanakan rapat dan janji temu agar tidak berbenturan dengan jadwal Aurora. Namun, informasi dari Andres memang terlalu sensitif untuk di bahas.

Andres mengedikkan bahu. "Terserah padamu ... tapi yang jelas, kau akan menyukai kabar dariku," ucapnya santai.

Xavier terdiam, menimbang-nimbang. Kemudian menghembuskan napas panjang. Akhirnya ia meminta orang-orangnya pergi lebih dulu, kecuali Christian dan Ruby.

Mereka pergi ke ruangan Xavier. Christian dan Ruby menunggu di luar, sementara Andres bergegas menutup pintu, memburamkan dinding kaca, kemudian mengikuti Xavier yang sudah duduk di kursi kebesarannya.

"Aku harap ini hal yang bagus. Kau sudah mengganggu waktuku yang berharga," ucap Xavier, bibirnya melengkung masam.

Andres tersenyum miring, berdiri tepat di meja besar Xavier. "Aku dengar ... istrimu memiliki jadwal periksa—"

"Langsung ke inti. Apa yang ingin kau laporkan?" Xavier bergumam rendah, menatap Andres tajam. Sial. Awas saja jika lelaki ini memang sengaja mengganggu waktunya dengan Aurora. "Jika sampai kau hanya ingin melaporkan perihal Leonidas World, atau pertambangan minyak baru seperti yang lalu-lalu, aku tidak akan—"

"Minyak? Tidak. Kita akan memastikan minyak sudah tidak akan laku lagi beberapa tahun ke depan." Andres mencondongkan tubuh ke depan, menaruh sebuah IPad ke atas meja Xavier yang langsung menampilkan hologram. "Pembangunan solar cell di atas samudra Pasifik nyaris rampung. Energi terbarukan ini akan kita kuasai dengan supply yang sangat banyak. Menggantikan minyak. Sementara itu, penelitian agar solar cell itu juga bisa kita dapatkan dari udara juga sedang dilakukan. Semua di bawah naungan langsung Leonidas International."

Xavier menatap tertarik, sekalipun wajahnya tetap kaku. "Ah, good. Ada lagi?"

Andres mengangguk, menggeser layar itu. Gambar jajaran solar cell di atas laut yang awalnya terpampang, berganti menjadi tampilan landasan pacu roket. "Pembangunan rute dan landasan sudah hampir mencapai tahap akhir. SpaceX kita nyaris siap, segera diluncurkan. NASA milik kita sendiri. Tidak. Kita bahkan sudah sangat jauh dari mereka. Berbeda dengan roket mereka yang meledak di angkasa, Falcon 9 milik kita memiliki landasan untuk kembali. Setelah ini, jarak antara Amerika dari ujung ke ujung bisa kita tempuh hanya dalam waktu dua belas menit."

Kali ini Xavier menyunggingkan senyum tipis. Matanya memusatkan pada informasi yang paling penting. Dulu, Javier pernah berkata mimpinya adalah masuk NASA, tapi keharusan memimpin Leonidas International mengharuskannya untuk mengalah. Sekarang semuanya impas. Untuk apa mereka bekerja pada orang lain, ketika mereka bisa membangun hal yang lebih daripada NASA sendiri.

"Kita sudah bisa memberitahukan ini pada Daddy Javier. Dia pasti akan sen—" kalimat penuh harap Andres tergantung oleh lirikan tajam Xavier. Andres berdehem. "Ya, semuanya terserah padamu."

Xavier menggeleng pelan, kemudian mendorong Ipad itu kepada Andres."Rahasiakan dulu peluncurannya. Cari waktu yang tepat," katanya sembari bangkit berdiri dan merapikan setelannya.

"Kau sudah akan pergi? Masih ada yang ingin aku sebutkan, projek-projek kita yang—"

"Tidak perlu. Urus saja semuanya. Tugasmu. Kau pasti tahu jika alasanmu masih kupertahankan, hanya karena otakmu saja. Tidak ada hubungan pertemanan di sini, semuanya profesional," ucap Xavier dingin, tatapannya memicing. "Dan, ingat satu hal...." Xavier memutari kursi, berdiri tepat di hadapan Andres, menatapnya penuh ancaman. "Pastikan saat itu yang terakhir. Sekali lagi kau berani menyentuh Araku, aku benar-benar akan menghadiahimu peti mati."

Bukannya takut, Andres malah terkekeh geli. "Benarkah? Xavier ... Xavier ... jika aku sampai mati, proyek-proyekmu yang lain tidak akan—"

"Jadi kau pikir, aku menganggap semua ini lebih berharga dari Victoria?" Giliran Xavier tersenyum miring, menatap Andres geli. "Kau pasti bercanda. Istriku lebih dari segalanya," decak Xavier tidak percaya.

Senyum Andres langsung hilang begitu nama Victoria disebut.

Xavier mengalihkan pandangan, menatap pemandangan Manhattan dari kaca besar ruangannya. Xavier mengembuskan napas panjang, wajahnya melembut begitu mengingat Aurora. "Aku akan kembali sekarang. Kirim saja laporan lainnya ke email. Aku ingin bersama istriku," putusnya. Namun....

"X!" Andres memanggilnya lagi. "Aku tahu sesuatu tentang Michael Cercadillo."

Punggung Xavier menegang, ia kembali menatap Andres tajam.

"Well, sebenarnya aku sudah memberitahukannya pada Victor Petrov."

"Tentang Kendra Mikhailova?"

Andres mengangguk. "Michael Cercadillo sempat menghubungiku, dia menawarkan sesuatu ... kau pasti tahu hal yang tidak mungkin bisa kutolak, Victoria."

Xavier mengepalkan jemari, makin fokus pada ucapan Andres.

"Kami tidak bertemu, tapi dia memberitahuku mengenai Victoria. Mungkin, dia berpikir aku masih belum tahu jika Aurora adalah Victoria." Andres menjeda ucapan sejenak. "Michael meminta pertukaran. Dia ingin aku membantunya terbebas dari tekanan keluarga Kendra Mikhailova, gantinya, dia akan meninggalkan Victoria."

"Dan kau menyetujuinya?"

"Tidak, aku...." Andres menjeda ucapan, menarik napas gusar. "Sedikit banyak, aku tahu kau ada di pihak mereka. Tapi, Michael memberi tahu hal yang tidak aku tahu pada awalnya : insiden penyerangan tiga tahun lalu di Russia, di mana Victoria juga terluka—Michael ada campur tangan di dalamnya. Namun, orang yang menyewa jasanya adalah keluarga Mikhailov, presiden Russia saat ini."

Xavier hanya mengangguk. "Lalu?"

"Jika Michael benar, maka Victoria dalam bahaya. Kendra tengah menjadikannya target. Dia bahkan menyuruh Michael menghabisinya," ucap Andres lirih.

Punggung Xavier menegang, tapi setelah itu dia mendengus. "Lucu sekali. Baru kali ini aku mendengar orang bayaran memberitahu klien dan juga target buruannya."

"Kau tidak percaya itu?"

"Untuk apa aku mempercayaimu? Apalagi Michael?"

"Xavier...." Andres mengusap wajah kasar. "Baik. Aku tahu jika perbuatanku di masa lalu memang keterlaluan. Padamu ... pada Victoria. But you know how much I love her. Jika dulu aku tahu Aurora adalah Victoria, aku tidak akan menyakitinya la—"

"Jadi, apa kau tahu di mana Michael?"

"A—apa? Tidak. Untuk saat ini—"

"Cukup. Waktuku habis," tukas Xavier cepat, ia bergegas melangkah ke pintu tanpa menoleh pada Andres. "Daripada mengurusi urusan kami, lebih baik kau fokus saja ke proyekmu. Beres. Kau sama sekali tidak membantu."

Lebih banyak pertanyaan daripada jawaban, dengan masalah siapa sebenarnya yang bersalah. Untuk kali ini Xavier masih mempercayai jika itu Stacey, mungkin bisa saja ia salah sasaran, tapi dia akan menyelidikinya setelah ini.

***

Metropolitan Museum Of Art. Manhattan, NYC—USA | 11:33 AM

"Maaf, aku terlambat, sweetheart." Xavier mengatakannya sembari mengecup kening Aurora. Dia baru saja masuk ke tempat pameran.

Aurora tersenyum. "You are more than enough for me, X," bisik Aurora.

Xavier balas tersenyum, tapi pandangan Xavier berubah sebal melihat siapa yang ada di samping Aurora. Xander Wiliiam. Tersenyum lebar. Mengenakan kemeja putih dengan tiga kancing teratas terbuka.

"Hai, X?!" sapa Xander sok akrab. "Melihat kau sampai terlambat, sepertinya kau berkeja begitu keras. Apa yang sedang kau kerjakan? Apa kau berencana membuat stasiun ruang angkasa?" canda Xander.

Xavier mendengus, menatap tajam Xander. Namun, dia memilih tidak menanggapi, kembali menatap Aurora. "Kenapa dia ada di sini?"

"Xander—"

"Hei! Seharusnya kau bersyukur aku datang. Jika tidak, istrimu pasti sudah diganggu Dimitry Romanov."

"Dimitry?" tanya Xavier rendah, seketika Xavier menatap Elias yang berdiri tepat di belakang Aurora. Mereka saling melempar pandangan, hingga Elias mengangguk dan menunduk gusar. Xavier melemparkan perintah lewat matanya, yang langsung dimengerti Elias.

"Dimana Axelion? Ayo kita pergi. Sekarang jadwalmu memeriksakan—"

"Daddy!" Pekikan Axelion membuat Xavier menoleh. Namun, seketika itu Xavier mengerang. Sial. Sejak kapan Stacey ada di sini? Menggendong Axelion. Bukankah selama dia menghilang?

"Daddy! Daddy! Mommy buy me new Lego, Daddy! You must see that!"

"Really?" tanya Xavier sembari mengambil Axelion dari Stacey, mereka sempat beradu pandang sebentar. Stacey menatap Xavier takut, tapi dia segera mengalihkan pandangan.

"Yeah! We have to arrange them together!" seru Axelion penuh semangat, membuat Xavier mengabaikan Stacey untuk sejenak. Perempuan itu tampak berbicara dengan Aurora, akrab, Xander juga tampak masuk ke pembicaraan seru mereka.

"Axelion ikut aku dan Stacey saja. Kau dan Aurora pergilah," ucap Xander tiba-tiba. "Aku sudah lama tidak bermain dengan keponakanku ini. Benar kan, baby Lion?"

"But I wanna see my little sister, Uncle Xaxa! Wait for me. I miss you so much."

Xander terkekeh, mengelus puncak kelapa Axelion. "Baiklah, uncle akan menunggu Lion. Kita harus bermain seharian hari ini, okay?"

"With Stacey?"

"Of course!"

"Horray! I love you so much Uncle Xaxa!" teriak Axelion girang, secepat itu pula bocah lelaki itu memberontak, meminta untuk digendong Stacey lagi.

Xavier menarik napas panjang, menyerahkan Axelion dengan berat hati. Lagipula ada Aurora di sini, masalahnya akan semakin runyam.

"Ayo, X," ajak Aurora sembari tersenyum.

Xavier mengangguk, tapi alih-alih menunggunya, Aurora berjalan keluar berdampingan dengan Stacey lebih dulu. Axelion berceloteh di antara mereka.

Mengepalkan tangan, Xavier segera memberi kode kepada Elias untuk mendekat, tapi sebelum dia melakukan itu, Xander memegang lengannya. "Jika kau ingin memerintahkan pembunuh bayaranmu menghabisi Stacey, hentikan di sini. Stacey datang denganku. Jangan gegabah," ancam Xander rendah. "Aku tahu siapa Elias Park. Dan bisa aku tebak, kau tidak mau istrimu tahu siapa sebenarnya orang yang selama ini menjaganya."

Xavier menatap Xander tajam. "Kau mengancamku?"

Xander menggeleng, tergelak pelan. "Tidak. Hanya mengingatkan. Tujuan kita sama ... hanya saja aku lebih pintar," ucap Xander sembari menepuk pundak Xavier. "Ah! Iya ... Victor juga menitipkan salam, katanya jangan macam-macam dengan tunangannya. Dia juga sedikit sangsi padamu, kenapa kau terus membela mantan selingkuhanmu? Kasihan sekali kau, X. Posisimu rawan, bisa-bisa kau dikira selingkuh lagi. Kau masih belum mau kan diceraikan?" kekeh Xander sembari mengerling, setelah itu Xander bergegas keluar, menyusul Aurora, Stacey dan Axelion.

Xavier mengepalkan tangan. Sialan. Xander William benar-benar kurang ajar.

"X!" Xavier hendak menyusul mereka ketika tiba-tiba saja panggilan Kendra terdengar. Menoleh, Xavier melihat Kendra berjalan ke arahnya. Kenneth menyusul tidak jauh di belakang Kendra.

"Tadi aku melihat Stacey—"

"Nanti saja. Aku buru-buru," tukas Xavier sembari berjalan pergi, tapi dia sempat membisikkan sesuatu ketika melewati Elias. "Urus Dimitry Romanov."

"Copy that sir," balas Elias sembari menunduk, kemudian Elias ikut beranjak pergi sembari mengatakan sesuatu lewat earpiecenya.

Xavier sudah hampir sampai di ambang pintu utama ketika tiba-tiba saja Kendra mencekal lengannya. Xavier mendadak berhenti, menatap tajam Kendra. "Kubilang—"

"Ini penting! Aku tahu dimana Michael Cercadillo," bisik Kendra gusar. "Orangku sempat menangkap gambarnya bersama Stacey!"

TO BE CONTINUED.

___________________________

HOPE YOU LIKE IT!

Tolong buat Dy senyum dengan klik di bagian kiri bawah layar kalian!

Hola #LeonidasSquad! Apa yang kalian pikir dan rasakan soal chapter ini? Kasih tahu Dy pake emoji yaaa!

Dy tahu, Dy nggak punya jadwal update—menyebalkan banget ya—hehe. But believe me, setiap chapter yang Dy update selalu dari hati. Semoga kalian bisa enjoy sama chapternya. Dan, nggak tahu ini kabar baik atau buruk bagi kalian, mulai hari ini Dy mau tetapin jadwal update Xavier jadi setiap hari SELASA dan SABTU. Dengan syarat, vote di chapternya udah lewatin 15K!

See you soon!

Sayang kalian!

With Love, Dy Putina.

Istri Sah Sean O'Pry, Marc Marquez dan Justin Bieber ~

Jangan lupa follow Instagram :

@dyah_ayu28

@the.angels05

@xavier.leonidas1

@aurora.regina1

@axelion.leonidas01 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro