Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

She BELONGS to the Prince | Part 47 - He is Not Good For You (bag. 2)

XAVIER UPDATE!

JAM BERAPA KALIAN BACA INI? 

LEBIH PERCAYA XANDER/XAVIER? ^^

JANGAN LUPA KLIK BINTANGNYA!

*

Selamat membaca Xavier – Aurora!

Semoga suka!

*

"Yeah. Yeah," gerutu Aurora sebal, membiarkan Xavier menutup pintu.

Selama beberapa menit, Aurora tetap berdiri di tempatnya, sengaja menunggu hingga Xavier menjauh. Setelah itu, Aurora bergegas keluar menuju bagian belakang mansion, menatap langsung ke arah helipad Xavier, berniat melihat keberangkatan Xavier seperti biasa. Dari tempatnya, Aurora melihat Xavier tengah berbicang dengan Christian. Ekspresi Xavier tampak serius. Aurora tersenyum, dengan ekspresi apapun, Xavier selalu terlihat tampan.

Sayangnya, beberapa saat kemudian Xavier masuk ke helicopter, lalu menghilang di udara.

___________________________

She BELONGS to the Prince | Part 47 – He is Not Good For You (bag. 2)

Playlist : Halsey - Not Afraid Anymore - Fifty Shades Darker

https://youtu.be/dk4S0F0_UVw

Playlist kamu :

***

Metropolitan Museum Of Art. Manhattan, NYC—USA | 08:15 AM

Limousine mewah dengan plat L E O N I D A S berhenti tepat di depan undakan Metropolitan Museum of Art, tempat pameran seni sekaligus pelelangan amal dilakukan. Elias membuka pintu penumpang, sekaligus membantu Aurora turun. Segera, lampu blitz kamera meledak di sekitar mereka, sementara Aurora diikuti Elias, Aaron dan Dilara yang sedang menggendong Axelion berjalan di hadapan barisan pers. Aurora tidak peduli pada mereka, hanya tersenyum otomatis—berusaha keras agar tidak menampakkan getaran tubuhnya.

Takut.

Kekisruhan beberapa waktu yang lalu nyatanya masih meninggalkan efek traumatis. Xavier memang sudah menjelaskan jika itu hanya disebabkan letupan kembang api, tapi Aurora sudah terlanjur memasukkan hari itu ke daftar hitam kejadian mengerikan di hidupnya. Tanpa menjawab pertanyaan wartawan, Aurora berjalan cepat memasuki gedung, menyelinap pergi di antara tamu lainnya.

Begitu mereka tiba di aula utama, Aurora bergegas menyambar jus cranberry dari seorang pelayan kemudian meminumnya untuk menenangkan diri.

"Kalau bukan karena acara amal, aku pasti tidak akan hadir. Lagipula, untuk apa wartawan-wartawan itu meliput acara seperti ini?" gerutu Aurora.

Elias di depannya tertunduk, menahan senyum. "Tentu saja untuk pencitraan, Nyonya."

Aurora mendengus. "Untuk apa mereka beramal jika harus dipamerkan?"

"Beberapa beralasan, agar orang lain ikut melakukan hal yang serupa, Nyonya," jawab Elias. "Namun, beberapa orang melakukan hal itu untuk mendapatkan keuntungan yang lebih. Koneksi, pencucian uang, suap—"

"Ck! Aku sudah tahu, kau tidak perlu mengatakannya. Mendengarnya membuatku ingin tidur saja. Sepertinya lebih bagus berteman dengan anjing daripada manusia," tukas Aurora cepat. Dia tahu Elias benar, itu bukan hal yang baru, tapi tetap saja menyebalkan.

Elias mengangguk. "Well, jika Anda mau pulang sekarang, Tuan pasti akan senang."

"Tentu saja! Xavier sangat suka mengurungku di mansion," gerutu Aurora sebal, lalu menatapnya kesal Elias. "Kau juga sama! Padahal kau lebih sering bersamaku dibanding Xavier, tapi kau tetap saja patuh pada suamiku, melaporkan semuanya pada X. Seharusnya kau memihakku!"

"Saya hanya menjalankan tugas saya, Nyonya. Menjaga Anda, termasuk melaporkan semua kegiatan Anda pada Tuan muda."

Aurora memicingkan mata, mendadak curiga. "Katakan, apa kau juga memberitahu perbuatan Andres pada X?"

Tanpa ragu, Elias mengangguk.

"Kau ini!" Aurora segera menaruh gelasnya yang sudah kosong di atas meja yang ia lewati. "Bukankah aku sudah memberitahumu untuk diam...," geram Aurora tertahan.

Menghela napas panjang, Aurora menatap tajam Elias. "Begini saja ... aku akan menggajimu dua kali ... ah tidak, empat kali lipat lebih banyak daripada Xavier. Xavier tidak akan tahu. Asalkan—" Belum sempat Aurora menyelesaikan ucapannya, Elias menggeleng tegas.

"Loyalitas saya pada Tuan Xavier Leonidas tidak bisa dibeli, Nyonya. Saya mengabdi padanya bukan karena uang, beliau sangat berjasa, saya berhutang nyawa," ucap Elias serius.

"Jangan mengada-ada!"

"Saya bersungguh-sungguh. Bahkan, jika saat ini saya harus kehilangan nyawa untuk mengusahakan keselamatan Anda, saya rela. Apapun asal saya bisa memenuhi semua perintah tuan Leonidas," tambah Elias tegas, penuh tekad.

Aurora terdiam selama beberapa saat, memperhatikan Elias. Berjasa? Berhutang nyawa? Elias tampak seperti Christian yang selalu menuruti perintah Clayton, atau Nolan yang terus setia pada Javier. Lagi. Aurora ingin bertanya lebih, tapi dia menahan diri. Percuma. Aurora menyerah. Sepertinya apapun hal yang akan dia tawarkan, itu tidak akan bisa mengalahkan kontrak Xavier dan Elias.

"Aurora!" Panggilan Kendra mengalihkan perhatian Aurora dari Elias.

Menoleh, Aurora menatap wajah Kendra yang berseri-seri begitu melihatnya. Kendra menghampirinya, kemudian memeluk Aurora erat. "Tuhan! Kau cantik sekali! Gaun itu sangat pas sekali di tubuhmu. Siapa designer yang merancangnya?" Kendra mengatakannya sembari mengecup kedua pipi Aurora, bersikap akrab. Lalu mundur selangkah, menelusuri penampilan Aurora.

Aurora mengenakan gaun sutra untuk ibu hamil berwarna orange kemerahan. Tampak mewah, menawan sekaligus nyaman. Sangat cocok dengan riasan flawlessnya. Penampilannya juga dipadukan dengan tas tangan Hermes Birkin Bag berwarna perak.

"Terima kasih. Aku tidak tahu, Xavier yang selalu mengatur semuanya untukku," jawab Aurora sembari memaksakan senyum.

Kendra tersenyum tipis. "Wah! Selera Xavier memang selalu bagus."

"Kau juga sangat cantik," puji Aurora balik. Kendra memang terlihat cantik dalam balutan gaun putih berbahan lace dengan ornamen bunga-bunga, sangat sesuai untuk mata dan kulitnya yang pucat. Bentuk gaun itu, termasuk belahan gaunnya yang tinggi juga berhasil menyembunyikan perut hamilnya.

Kendra terkekeh pelan. "Sayangnya masih belum terlalu cantik untuk bisa mengambil Xaviermu," godanya sembari mengamit siku Aurora.

Lagi. Aurora tersenyum paksa, berusaha keras untuk tidak memikirkan pengkhianatan Xavier beberapa tahun silam. Apa yang terjadi diantara mereka sudah berakhir. Sekarang, Xavier dan Kendra hanya teman.

"Kau hanya berdua dengan Elias?"

"Mommy! Mommy! I want that lego, Mommy! Mommy! C'mon! Buy that Lego for me!" Kehadiran Axelion menyelamatkan Aurora, bocah kecil itu sudah turun dari gendongan Dilara, berdiri di dekat kaki Aurora dan menarik-narik bagian bawah gaunnya. Satu tangannya yang lain menggandeng Aaron.

Tersenyum, Aurora mengecup puncak kepala Axelion, melepaskan kaitan Kendra. "Lego apa? Bukankah lego Baby Lion sudah banyak?"

"But I don't have that one! Right, Aaron?" Axelion meminta dukungan pada Aaron, dan Aaron mengangguk.

Aurora mengedarkan pandangan, lalu mendesah panjang. Lego yang Axelion maksud adalah salah satu barang lelang—berbentuk Taj Mahal—series limited edition di dalam kotak kaca. Itu tidak akan mudah, selain mahal, Aurora yakin dia harus bersaing dengan yang lain. Apalagi Aurora sudah menyumbangkan kalung La Peregrina miliknya, hadiah dari Xavier seharga $11.8 juta untuk dilelang, hasil seluruhnya akan disumbangkan untuk UNICEF dan WHO. Aurora jadi sedikit khawatir jika harus menambah Lego lagi.

[$11.8 juta = Rp. 166.362.300.000,00]

"Bagaimana jika setelah ini kita pergi ke toko mainan saja? Kita beli apapun yang Axelion mau?" Aurora mencoba merayu, dan Axelion menggeleng keras.

"No, Mommy! I want that Lego!" ucap Axelion keras kepala.

Karena tidak kunjung mendapat jawaban, Axelion beralih pada Elias, menarik-narik celananya. "Ellias! Call my Daddy. Mommy don't want to buy me—"

"Okay. Nanti kita beli. Sekarang ayo, kita lihat-lihat yang lain dulu," sahut Aurora cepat, tersenyum pada Axelion yang langsung berlonjak girang. Kendra memperhatikan mereka, terkekeh geli melihat tingkah lucu Axelion.

"Ya Tuhan ... dia lucu sekali. Pantas saja Xavier lebih memilih kalian. Mana bisa dia meninggalkan putra selucu ini?" kekeh Kendra sembari mengecup puncak kepala Axelion.

Aurora tertegun, dia menatap Kendra lamat-lamat. "A-apa? Jadi ... hubungan kalian berakhir hanya karena ada Axelion?" tanyanya serak.

Kendra langsung menatapnya, tampak gelisah begitu mendapati wajah resah Aurora.

"Ah, maaf! Aku salah bicara," ralatnya cepat. Gelagapan. "Tidak. Tidak ada hubungannya dengan Axelion. Sama sekali tidak. Maksudku ... sejak awal Xavier memang mencintaimu. Tidak ada hubungan di antara kami. Tadi itu aku hanya ... hanya—"

"Aku mengerti, tidak usah dilanjutkan." Aurora memotong cepat.

"Aurora, kau sepertinya salah paham," ucap Kendra lirih.

Aurora tersenyum menggeleng pelan. Ada pergolakan di dadanya, tapi sebisa mungkin Aurora tidak akan menunjukkannya. "Tidak, aku mengerti," ucap Aurora, terus tersenyum. Axelion kembali pergi dengan Aaron, disusul Dilara dan beberapa bodyguard Xavier, itu membuatnya bisa fokus menghadapi Kendra sendiri. "Tapi, seperti aku yang mengerti, aku harap kau juga mengerti Kendra...."

"Huh?" Kendra menatap bingung.

"Aku dan Xavier sudah menikah, begitu pula kau dan Kenneth. Sebentar lagi kau akan memiliki putra, sama dengan aku dan Xavier; putra-putri kami akan bertambah dua. Jadi, apapun yang melatar belakangi berakhirnya hubungan kalian, kuharap kau sudah benar-benar menghapus perasaanmu pada suamiku."

Untuk sekejap Kendra menganga, kehilangan kata-kata. "Ah ... ya. Tentu saja. Aku sudah bilang sebelumya, kau salah paham. Tentu saja aku dan Xavier sudah tidak memiliki perasaan semacam itu."

"Baguslah. Aku senang. Selain percaya padamu, aku juga sangat mempercayai suamiku. Ketika dia mengatakan mencintaiku, aku yakin dia berkata jujur. Kendra Mikhailova ... baiklah, terima kasih. Mulai saat ini, aku akan mencoba mulai menganggapmu teman. Kuharap kau juga begitu."

Kendra tersenyum tipis. "Ah ... ya. Syukurlah, sejak dulu memang itu yang kumau," ucap Kendra canggung, lalu dia mengedarkan pandangan dan berhenti pada Kenneth yang ada di ujung ruangan. Tampak riang, Kendra kembali menoleh kepada Aurora. "Aurora ... aku duluan. Suamiku menunggu," ucapnya. Dua detik selanjutnya, Kendra benar-benar sudah menghilang.

Selepas kepergian Kendra, Aurora kembali mengambil jus jeruk dari pelayan. Meneguknya cepat-cepat untuk meredakan emosi.

"Dia pikir dengan mengatakan itu, aku akan mengalah seperti dulu?! Memangnya siapa dia? Tasnya juga lebih mahal punyaku!" gerutu Aurora sebal.

Dulu memang Kendra pernah membuatnya gentar, tapi tidak sekarang. Auroralah nyonya Leonidas, Kendra bukan apa-apa. Apalagi setelah ini Aurora akan memiliki tiga anak dari Xavier. Axelion juga membutuhkan Ayahnya, Aurora tidak akan membiarkan satu jalang menghancurkan rumah tangganya yang baru terbangun.

Elias yang sedari tadi memerhatikan berinisatif menahan senyum, kemudian mengulurkan jus untuk mengganti milik Aurora yang sudah habis. "Nyonya?" tawarnya sembari tersenyum tipis.

Aurora meliriknya kesal. "Apa kau juga melaporkan hal seperti ini kepada Xavier? Tentang aku yang berbicara dengan mantannya?"

Elias mengerjap. "Tergantung, Nyonya. Apa itu membahayakan atau tidak," ucap Elias. "Namun, sepertinya Tuan akan menyukai berita ini. Dia sangat suka tiap kali mendapati Anda cemburu," kali ini, senyuman konyol yang jarang ditampakkan Elias muncul.

Aurora mendengus dongkol. Terdiam dan sesekali membalas sapaan-sapaan wanita socialita yang lain, Hilarry Thompson—mantan calon presiden Amerika yang kalah juga hadir, tersenyum padanya. Setelah semua sapaan-sapaan itu selesai, Aurora menelusuri ruangan, mencari Axelion. Acara pelelangan akan dimulai, Aurora ingin mengajak Axelion, Aaron dan Dilara.

Setelah mencari-cari, Aurora menemukan Axelion ada di depan lego yang dia mau.

Dasar bocah keras kepala, seperti Ayahnya, gumam Aurora dalam hati.

Aurora melangkah mendekat, mengecup puncak kepala Axelion, membuat bocah lelaki itu mendongak.

"Mommy! Please, Mommy! I want this Lego!" rayu Axelion dengan mata berkedip.

Aurora mengecup pipinya. "Okay. Kita tawar sampai batas tertinggi. Axelion yang harus mengangkat plakatnya. Siap?"

"Horray! Horray! See, Aaron? We will get this! We will get this!" teriak Axelion riang.

Tersenyum, Aurora segera mengajak Axelion duduk di meja bertulisan namanya, bersama Aaron dan Dilara. Benar saja, sepanjang acara pelelangan, dua bocah itu tidak bisa diam. Aurora hanya bisa menggeleng, dia tidak bisa marah. Semula Aurora memang sangat menyayangi Axelion, selain karena dia putranya, Axelion adalah bagian terakhir dari Xavier yang dia punya. Namun, mengetahui Axelion adalah alasan yang membuat Xavier kembali, Aurora semakin bersyukur Axelion ada di hidupnya. Bocah kecil ini benar-benar anugrah.

***

Ketika pelelangan selesai, mereka berhasil mendapatkan Lego Axelion dengan harga $299.99. Axelion berseru riang, Aurora ikut senang.

Pukul sepuluh lebih ketika acara hampir selesai. Aurora sebenarnya sudah ingin pergi, tapi dia masih menunggu Xavier menjemputnya. Sepanjang itu, Axelion dan Aaron kembali berulah, berlarian di sepanjang aula. Aurora kuwalahan mengikuti mereka, kehamilan ini membuatnya mudah lelah. Karena itu dia menunggu di kursinya, sementara Elias, Dilara dan beberapa bodyguard yang lain menemani dua bocah itu.

Aurora sedang memakan cheesecake ketika tiba-tiba seseorang memanggil namanya.

"Aurora...."

Mendongak, Aurora melihat Dimitry Romanov ada di sampingnya, mengulum senyum dengan tangan dimasukkan ke saku celana.

"Mr. Romanov ... Anda juga di sini?" tanya Aurora. Sejenak, Aurora menatap sekeliling, berusaha mencari keberadaan Xavier ... atau orang-orang yang bisa melaporkan kehadiran Dimitry padanya. Xavier sangat pencemburu, Aurora tidak ingin dia marah.

"Ya. Bukankah kau tahu aku suka kegiatan amal?" ucap Dimitry, dan tanpa bisa dicegah, lelaki itu sudah duduk di sebelah Aurora.

"Ah, I see," ucap Aurora, hendak menyingkir ketika jemari Dimitry menahan lengannya.

"Kenapa kau ingin pergi? Takut suamimu yang psikopat itu cemburu? Konyol."

Aurora mengernyitkan kening, buru-buru melepas cekalan Dimitry. "Maksud Anda?"

Tanpa melepaskan pandangannya, Dimitry meraih saku jasnya, kemudian mengulurkan foto-foto Xavier dan Kendra ke atas meja. Aurora segera mengambilnya, mengamati foto itu. Sesak. Aurora tahu foto itu diambil di rumah sakit. Itu setelan Xavier yang lelaki itu kenakan di pesta. Apa karena ini Xavier sempat menolaknya?

Aurora berusaha keras agar tidak menangis.

"Dia memenjarakanmu, melarangmu berhubungan dengan lelaki lain, tapi kelakuannya sendiri tidak di jaga. Mereka berdua diam-diam bermain di belakang, Xavier bahkan rela membunuh beberapa pejabat pemerintahan; koalisi kakekmu—agar ayah Kendra tetap menjadi Presiden. Kau tahu Elias Parks? Dia senjata Xavier yang paling mematikan. Hasil penyelidikanku untuk kericuhan kemarin, Victor terluka karena tembakan peluru anak buah suamimu."

"Cukup!" Aurora berkata tegas. "Berhenti menjelek-jelekkan suami saya. Untuk apa Anda mengatakan semua kebohongan dan foto palsu ini pada saya?" dengan satu remasan, Aurora meremukkan foto-foto itu dan melemparnya tepat ke hadapan Dimitry. "Mr. Romanov, saya tahu Anda menyukai saya, tapi saya sama sekali tidak menyangka Anda akan menggunakan cara serendah ini." Aurora menatap Dimitry tajam. "Tidak ada yang terluka. Kakak saya baik-baik saja."

Dimitry mengernyit. "Jadi si psikopat itu menyembunyikan semua ini darimu? Ah, apa kau juga tidak tahu jika suamimu juga sedang memburu Stacey—"

"Mr. Romanov!"

"Miss. Petrova. Aku di sini untuk menyelamatkanmu. Xavier Leondias sangat berbahaya. Dia monster. Tidak sedikit nyawa orang melayang di tangannya! Dia dan Kendra adalah perpaduan leng—"

"Saya bilang cukup!" sentak Aurora keras, wajahnya memerah marah. "Berhenti di sini. Saya mempercayai suami saya lebih dari apapun, saya mengenalnya, Xavier bukan orang yang seperti itu! Jangan pernah mencoba untuk menjelek-jelekkan dia lagi. Saya memeringatkan Anda!" sentak Aurora geram, sedetik kemudian Aurora sudah berjalan meninggalkan Dimitry.

Dimitry bangkit berdiri. "Aurora! Listen to me! He is not good for you! Aurora!" serunya, tapi Aurora tidak peduli.

TO BE CONTINUED.

_______________________________

HOPE YOU LIKE IT!

Buat Dy senyum dengan klik vote di pojok kiri bawah ^^ Jangan lupa komen yang banyaaakkkkk!

Hi, #LeonidasSquad! Apa yang kalian rasain/pikirin soal chapter ini? Komen dengan emoticon kalian ^^

Dy pikir ... cluenya udah cukup jelas ya. Bagaimana hasil penyelidikan para detektif? Siapa nih yang menurut kalian mencurigakan? wkwkw

See you soon!

Sayang kalian!

With Love, Dy Putina.

Istri Sah Sean O'Pry

Jangan lupa follow instagram :

@dyah_ayu28

@the.angels05

@xavier.leonidas1

@aurora.regina1

@axelion.leonidas01

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro