She BELONGS to the Prince | Part 23 - What Have You Done? [1]
XAVIER UPDATE!
JAM BERAPA KALIAN BACA INI?
Klik bintang kecil jangan lupa ^^
HAPPY READING!
Sudahlah, X. Tidak perlu menjelaskan apapun. Putraku ingin membuka kadonya. Dia ingin kau ikut juga," gumam Aurora dingin sembari beradu pandang dengan Xavier.
"Putra kita," ralat Xavier geram. "Dengarkan aku; I have nothing with Kendra. Only you, just us."
"Lalu?"
Xavier mengacak rambutnya, menatap Aurora lekat, hendak berbicara lagi—tapi Axelion keburu menyahut. "Daddy! Let's open my gifts! C'mon, c'mon...c'mon!" teriak Axelion kesal.
___________________________
She BELONGS to the Prince part 23 – No One Can Touch You [1]
***
Playlist : Vaults - One Last Night (From The "Fifty Shades Of Grey" Soundtrack)
https://youtu.be/NDfrS-uvI0Q
Playlist kamu :
***
"Dad... Mommy... C'mon! Why are you so long?!"
Aurora memutus adu pandangannya dengan Xavier, mengecup kepala Axelion, lalu menurunkan Axelion yang memberontak dari gendongan. "C'mon, c'mon...c'mon!" Axelion kembali bersikeras, kali ini sembari menarik tangan Xavier dan Aurora.
Tanpa membantah Xavier dan Aurora mengikuti Axelion, meski terlihat jelas Xavier tidak senang pembicaraan mereka terputus. Javier, Anggy dan Crystal ternyata sudah ada di ruang keluarga—menunggu mereka. Javier Leonidas bahkan langsung berdiri begitu Axelion masuk.
"Grandpa! Grandpa! Where is my gift, Grandpa?!" seru Axelion penuh semangat, melepas pegangannya dari Xavier dan Aurora—kemudian berlari memeluk Javier.
Javier terkekeh, berjongkok dan mengecupi pipi Axelion. "Ugh, Grandpa! Don't kiss me!"
"Kenapa lagi? Grandpa sudah tidak pakai minyak angin!" gerutu Javier.
"But you still—"
"Hanya Grandpa saja yang dipeluk? Grandma tidak?" potong Anggy cepat sembari mengelus kepala Axelion. Axelion tertawa lagi, beralih ke Anggy—memeluknya, kemudian memberikan banyak kecupan di pipi. Anggy menggendongnya, lalu membawa Axelion duduk di bawah pohon natal. Axelion memekik riang melihat banyak kado berbagai ukuran. Lalu mulai membukanya didampingi Anggy dan Javier.
Aurora hendak menghampiri mereka, tapi Xavier mencekal lengannya. "Ara. Kita harus bicara. Sekarang."
"Daddy! Mommy! Come here!" Lagi. Axelion memanggil, melambai-lambai ingin ditemani. Aurora tersenyum, langsung melepaskan cekalan Xavier—bergegas duduk di samping Axelion. Xavier mengikuti.
"Ara... Aku dan Kenneth tadi—"
"Aku pikir Daddy dan Mommy masih menemui tamu," ucap Aurora basa-basi, sengaja mengabaikan Xavier.
Javier Leonidas tersenyum, mengelus kepala Axelion. "Nanti. Aku tidak ingin kehilangan momen bersama cucuku lagi. Rasanya sejak Axelion datang, batas umurku bertambah seratus tahun."
"Lihatlah Daddy, Mom... Sudah aku bilang. Sejak Axelion datang, aku sudah tidak menjadi kesayangan," celetuk Crystal.
Anggy tertawa. "Bukannya bagus, Crys? Dulu kau selalu berkata tidak suka diganggu Daddymu. Kenapa sekarang malah cemburu pada Axelion?"
"Aku tidak cemburu! Aku bahkan sangat sangat menyayangi si kecil pemarah itu. Tapi Daddy benar-benar keterlaluan, Mom! Aku yakin dia bahkan melupakan kadoku," protes Crystal.
Javier Leonidas menoleh, mengangkat satu alis. "Jangan banyak protes, lihat di parkiran sana. Kau ini memang suka menilai tanpa melihat dulu."
"Huh?"
"Bukankah kau mau mobil, cruise dan pesawat dengan ukiran namamu? Satu set, seperti Xavier. Warnanya putih—kesukaanmu. Yang lain tentu saja tidak akan muat di parkiran."
Crystal memekik, langsung meloncat dari sofa untuk memeluk Javier. "Terima kasih Daddy! Aku mencintaimu!" pekik Crystal sembari memberi kecupan di pipi Javier berkali-kali. Setelah itu dia langsung berlari keluar yang diikuti tawa semua orang. Kecuali Axelion yang masih sibuk membuka kadonya.
"Dasar anak itu. Dia tidak akan besar jika kau terus memanjakannya, Jabear," komentar Anggy sembari menggeleng pelan. Masih dengan tersenyum, Anggy lalu menatap Aurora. "Kami juga sudah menyiapkan kado untukmu, Nak. Setelah ini kau ke kamar Mommy ya?"
Aurora terperangah. "A—aku juga?"
"Kenapa terkejut begitu? Kau kan juga putri kami," kekeh Anggy geli semari memberikan perhatiannya pada Axelion lagi.
Putri kami. Kalimat itu berhasil membuat benak Aurora menghangat. Aurora memandang Anggy, Javier dan Axelion bergantian—tersenyum melihat raut bahagia mereka. Bibir Axelion bahkan sampai mengerucut karena saking asiknya membuka kado. Sudah cukup. Semua ini harusnya sudah lebih dari cukup.
Sayangnya begitu Aurora tidak sengaja beradu pandang dengan Xavier, perasaan Aurora kembali campur aduk; marah, sedih, kesal, kecewa—semuanya. Aurora buru-buru mengalihkan pandangan, sengaja mengabaikan Xavier. Tidak merespon Xavier sama sekali, terus berpura-pura sibuk dengan Axelion hingga Anggy mengajaknya pergi.
"Kau dan Xavier sedang bertengkar ya?" Aurora terkejut, langsung menatap Anggy.
Anggy berhenti berjalan, menatap Aurora geli. "Xavier tidak sekalipun berhenti melihatmu. Tatapannya panik. Sementara kau tidak meresponnya sama sekali."
"Itu...kami..." Aurora gelagapan, tidak tahu harus berkata apa.
Anggy menggeleng, tersenyum kecil. "Tidak. Tenang saja, Mommy tidak berniat ikut campur dalam masalah kalian," ujar Anggy sembari berjalan membelai lengan Aurora. "Pertengkaran itu hal yang wajar. Tapi sebisa mungkin cepat selesaikan dengan cara terbuka satu sama lain."
Aurora tersenyum kaku, mengangguk pelan. Lalu kembali mengikuti langkah Anggy. Anggy ternyata berniat membawa Aurora ke kamarnya. Namun ketika mereka sampai di ambang pintu, ponsel Aurora berbunyi.
William Petrov. Aurora mengernyit. Kakeknya bukan tipe orang yang akan menelpon hanya untuk mengucapkan selamat natal. Karena itu, alih-alih mengikuti Anggy—Aurora langsung berpamitan, berjalan ke arah balkon untuk mengangkat panggilan William.
"Halo?
"Apa aku mengganggu pesta kalian?" sapa Willam di seberang.
"Tidak, Grandad. Ada apa?"
"Seseorang menyerang Victor. Aku tidak yakin dia sudah memberitahumu atau—"
"Apa?! Diserang?" Aurora terbelalak, jantungnya berpacu cepat. Secepat itu pula kilasan penyerangan tiga tahun lalu memenuhi kepalanya. "Lalu bagaimana kadaan Victor? Apa aku harus kesana sekara—"
"Tidak. Victor tidak apa-apa, hanya menderita sedikit cidera di lengan—sudah boleh pulang. Aku menelpon hanya untuk memastikan, keadaanmu disana baik-baik saja kan?"
Aurora mengerjap, pertanyaan beruntun William nyatanya malah membuatnya ketakutannya menjadi. "Aku tidak apa-apa. Apa...apa penyerangan Victor ada hubungannya dengan kasus penembakan beberapa hari yang lalu? Atau malah...." Aurora menelan ludah sebelum melanjutkan. Mempersiakan mental. "Ini ada kaitannya dengan kejadian tiga tahun lalu?"
Hening cukup lama. William tidak kunjung menjawab.
"Grandad?"
"Tidak. Sepertinya tidak." William menjawab. "Polisi sudah memastikan penyerangan Victor murni dilakukan karena orang itu tengah mabuk, Victor juga mengatakan tidak ada yang aneh. Tapi untuk anstisipasi, jaga dirimu. Tetaplah bersama Xavier."
"Grandad...." Suara Aurora bergetar, ketakutan tiba-tiba saja menyergapnya.
"Tenanglah, tidak akan terjadi apa-apa. Sekalipun ini memang ulah tikus-tikus itu, mereka tidak akan semudah itu bisa menjatuhkan dinasti yang kita bangun," hibur William, tapi tak cukup untuk menenangkan Aurora. Aurora tidak peduli sedikitpun dengan susunan para petinggi itu—yang dia pedulikan hanya Victor. "Aku tutup dulu. Nanti aku hubungi lagi."
Panggilan itu berakhir, namun Aurora masih saja mencengkram ponselnya kuat. Tubuh Aurora bergetar, seiring dengan keringat dingin yang membanjiri kening.
Aurora memejamkan mata, menghela napas panjang—berusaha menenangkan diri, kemudian mencoba menghubungi Victor, namun nomornya tidak aktif.
Lagi. Aurora berusaha tenang, kemudian mencoba menghubungi Stacey. Terdengar deringan—namun tidak diangkat. Karena itu Aurora memilih mengetikkan pesan.
Aurora Petrova : Kau tahu kondisi Victor? Apa yang sebenarnya terjadi padanya?
Satu menit. Tiga menit. Masih tidak ada jawaban. Akhirnya Aurora memlih masuk usai mendengar Anggy memanggilnya.
***
TO BE CONTINUED.
_________________________-
HOPE YOU LIKE IT!
JANGAN LUPA VOTE, KOMEN + SHARE KE TEMAN KALIAN.
Emoticon kalian untuk part ini?
Maaf updatenya molor, mesti dibagi jadi dua juga. Jadi tadi pagi jam 2 niatnya Dy upload, udah dapet 1500 kata lebih—tapi habis itu Dy hapus kira-kira 1000 kata. Soalnya kayaknya scene yang jadi kayaknya nggak ngaruh banyak ke alur. Useless gitu. Dan akhirnya Dy ngetik gantinya scene itu mulai jam 3-pagian kayaknya. Dan baru selesai sekarang.
Dy usahain malem ini buat lanjut nextnya. Mau nyoba merem 2/3 jam. Sekalian biar nanti nggak tidur lagi. Soalnya sekalipun Dy nggak ngetik cerita, Dy mesti selesain revisian Skripsi buat ke dospem besok pagi. Kebiaasan, kalau ada deadline—sekalipun ngantuknya pake banget, ya nggak bakalan nyenyak kalau belum kelar. Kalau dipaksain tidur, yang ada malah sakit gegara tidur sambil mikir. Adakah yang modelan gini juga? Wkwkwk
Maaf banget buat yang begadang semalem. Jiwa keperfectionisanku kadang emang ngerepotin :( See you soon! Sayang kalian!
With love,
Dy Putina
Istri Sah Sean O'Pry
More info, go follow Instagram :
@dyah_ayu28
@the.angels05
@xavier.leonidas1
@aurora.regina1
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro