Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

She BELONGS to the Prince | Part 22 - the Christmas [full version]

XAVIER UPDATE!

Jangan lupa tekan VOTE + komen yang banyak ^^

Kangen Xavier atau Axelion? :P

JAM BERAPA KALIAN BACA INI?

Happy reading!!!!!

"Minum!"

Aurora menggeleng, membuang wajah. Namun tiba-tiba Xavier menarik tubuh dan menciumnya. Aurora terbelalak. Ini bukan hanya ciuman, Xavier juga memaksakan Aurora menelan vitamin dan air lewat ciuman mereka.

Aurora memberontak, memukul dada Xavier kesal. Xavier malah lanjut melumat bibirnya. Dalam. Memabukkan. Aurora tidak kuasa, kakinya lemas, dia mengerang sembari mengalungkan lengannya ke leher Xavier; membiarkan Xavier makin menguasainya. Sementara maid di sebelah mereka makin menunduk—berjalan mundur perlahan.

_____________________________

She BELONGS to the Prince | Part 22 – the Christmas

***

Playlist : Justin Bieber ft. The Band Perry - Home This Christmas

https://youtu.be/3su1tfM76Fs

Playlist kamu :

***

LEONIDAS Mansion. Barcelona—Spain | 08:45 PM

"Hati-hati!"

Aurora terkejut, nyaris terjatuh dari pijakan kursi jika Xavier tidak segera merangkul pinggangnya—sama seperti hiasan pohon Natal yang tadi dia pegang. "Dimana Crystal? Kenapa kau sendirian?" geram Xavier lagi.

"Crystal mengangkat telpon."

"Pelayan? Kau bisa memerintahkan mereka!"

"Hanya untuk hal remeh seperti ini?"

"Memang remeh. Tapi untuk orang ceroboh sepertimu—"

"Wait... Kau bilang aku ceroboh?" Aurora mengerucutkan bibir, melirik kesal Xavier. Xavier balik menatapnya tajam. Aurora makin kesal. "Kau ini sudah tidak membantu, kerjanya berkomentar saja! Pergi kau sana! Lepaskan pinggangku. Kau ini menyebalkan sekali!" rutuk Aurora sembari memberontak, turun dari kursi, lalu mengambil hiasan-hiasan yang jatuh tadi.

"Kenapa masih disini?" tanya Aurora sembari menoleh, melirik Xavier. Lelaki itu malah duduk di kursi yang tadi Aurora pakai dengan kaki menyilang, mengawasinya bagai boss besar.

"Aku sudah membantumu. Bantuanku tidak gratis," jawab Xavier.

"Huh?"

"Cium aku. Tanpa aku, kau pasti sudah jatuh."

Aurora mendengus, mengalihkan pandangan—menyembunyikan rona di wajah, lalu berdiri untuk memasang hiasan-hiasan itu lagi. Namun Xavier malah ikut berdiri, memeluk pinggangnya dari belakang, bergerak mengecupi lehernya. "Xavier!"

"Yes, Mommy?"

"Aku akan tidur dengan Axelion jika kau masih menggangguku, Xavier!" ancam Aurora, sementara degup jantungnya menggila. Aurora berusaha mengurai pelukan Xavier—khawatir Xavier bisa merasakannya, tapi pelukan lelaki itu makin erat. "X...kau mendengarku?"

"Tidak boleh. Aku tidak mau tidur sendiri di malam Natal."

"Kenapa? Kau takut didatangi Santa Piet? Tenang saja, dia tidak akan berani. Kau bukan anak nakal, kau lelaki brengsek—Lucifer saja takut padamu."

Xavier terkekeh, memutar tubuh Aurora. Masih dengan memeluknya, Xavier menempelkan kening mereka. "Kenapa kau makin pintar menjawabku, Mrs. Leonidas?"

Xavier menangkup wajah Aurora mendekat. "Katakan, apa bibir ini bisa menciumku sama pintarnya?"

"Leonidas!"

"My Princess... kiss me, please." Xavier memohon. Jemari Xavier mengelus lembut wajah Aurora, menatapnya hangat. Menginginkan. Penuh cinta.

Aurora tenggelam, bukan hanya pada mata biru Xavier—namun juga pada kenangan mereka dulu. Princess...itu panggilan yang pernah Xavier berikan pada Victoria, bahkan lelaki itupun pernah meminta ciuman dengan kalimat sama. Aurora menjatuhkan hiasan, mengalungkan lengannya di leher Xavier lalu mulai memagut bibir Xavier hati-hati. Tidak ada gairah, hanya emosi yang meluap-luap. Aurora memejamkan mata, berjinjit untuk memperdalam ciuman, sementara kilasan masa kecil mereka terus berputar; bagaimana mereka bertemu, bersahabat—sampai bagaimana hubungan mereka berkembang.

Perasaan Aurora membuncah ke permukaan, bahagia, sedih, sesak; semuanya bercampur. Kenapa sekarang mereka begini? Dia mencintai Xavier. Dia butuh Xavier, lebih dari apapun hanya Xavier yang dia inginkan. Kenapa harus Kendra? Apa karena wanita itu memiliki semuanya? Tapi tunggu...Victor ada benarnya. Kendra tidak punya banyak hal. Kendra bukan Ibu dari putra Xavier, tidak dekat dengan keluarga Leonidas, dan tidak ada kenangan antara perempuan itu dan Xavier. Kenapa Aurora harus mundur hanya kerena dia?

Akhirnya ciuman itu terlepas. Napas mereka berdua memburu, semwntara Xavier terus menempelkan kening mereka. Aurora hendak melepaskan diri, namun Xavier keburu memeluknya erar—meneggelamkan kepala di leher Aurora.

Aurora mengehembuskan napas. "X, sudah... waktunya tinggal beberapa jam lagi, aku takut pohonnya belum siap."

"Sebentar saja. Setelah ini aku akan membantumu."

"Tidak mau," ucap Aurora, mendorong badan Xavier—memberi jarak sembari menatap Xavier curiga.

Xavuer mengernyit. "Huh?"

"Kau bilang bantuanmu tidak gratis. Aku tidak mau membayar lagi!" keluh Aurora.

Xavier tersenyum tulus. Jantung Aurora kembali berdebar. "Untunglah, ternyata Mrs. Leonidas kita sudah pintar."

"Apa kau bilang?!" sentak Aurora, tapi dia membiarkan Xavier mengecup keningnya.

"Lupakan. Tapi apa kau benar-benar tidak mau aku bantu? Bayarannya cukup—"

"Tidak mau. Kecuali kau sukarela!"

"Pelit sekali," degus Xavier sebal. "Padahal aku hanya mau kado natal."

Aurora menatap Xavier tidak percaya, tidak menyangka itu yang akan Xavier katakan. Namun Aurora buru-buru memalingkan wajah, lalu kembali menghias pohon Natal—tidak mau kalah. Kali ini dia bersikeras ingin Xavier yang mengalah.

Namun bukannya mendapatkan bantuan, Aurora malah mendengar suara langkah sepatu menjauh. Aurora menoleh, lalu berdecak sebal—Xavier ternyata benar-benar keluar. Dasar tega! Si bresengsek itu sangat suka menciumnya, tapi membantunya sedikit saja enggan!

Dengan perasaan dongkol Aurora kembali menghias pohon Natal. Aurora terus merutuk Xavier dalam hati, termasuk Crystal yang belum juga kembali. Tapi tidak lama kemudian pekik tawa Axelion menarik perhatian Aurora. Aurora menoleh, bersamaan dengan Xavier yang berlari kecil melintasi pintu ruang keluarga, Axelion menaikinya—melingkarkan kaki di pundak Xavier.

"Ksatria kecil sudah datang! Ayo beri hormat!" tegas Xavier begitu sampai di sebelah Aurora.

Aurora terkekeh, memberi hormat pada Axelion—yang dibalas Axelion dengan cara yang sama. Setelah itu Xavier menurunkan tubuhnya, membiarkan Aurora membantu Axelion turun.

"Singa kecil Mommy sudah selesai bermain?" tanya Aurora sembari mengecupi pipi Axelion. Sejak tadi Axelion memang terus bermain bersama Aaron di ruang bermainnya—menolak diajak kemana-mana.

"Not yet. But the Daddy said the Big Knight wants me to help the Princess!"

"Benarkah?" Aurora tersenyum kecil, lalu melirik Xavier geli. "Sekarang dimana Putrinya?"

"I don't know, Mommy. I was only told to put a star on the Christmas Tree!" jawab Axelion sembari berlari ke arah box pernak-pernik. "Where is the star, Daddy? I can't find it," keluh Axelion, nyaris menangis.

Aurora hendak menghampirinya, tapi Xavier melakukannya lebih dulu. "Bintangnya baru bisa ketemu kalau kita sudah selesai menghias yang lain."

"Really, Daddy?"

Xavier mengangguk.

"Okay! Lets' do it Daddy! C'mon, c'mon...c'mon!" Axelion memekik penuh semangat, lalu mulai mengambil pernak-pernik disana dan meminta digendong Xavier. Aurora terkekeh, menghampiri Axelion lalu mengecup pipinya. Setelah itu dia menatap Xavier sebal.

"Bukan aku yang meminta bantuanmu. Jadi tidak ada bayaran."

Xavier mengangkat alis. Tersenyum kecil, tapi tidak mengatakan apapun, langsung ke pohon Natal—membantu Axelion memasang hiasannya. Aurora segera bergabung bersama mereka. Ikut menghias, bercanda, memotret Axelion dengan kamera ponsel, bahkan bersikap jahil dengan melilitkan kabel lampu kelap-kelip ke leher Xavier.

Xavier merengut. "Ara...Please...."

"Daddy, smile!" rayu Aurora sembari membidik Xavier. Xavier batal merengut, langsung menarik Aurora dan melingkarkan lengan di pundaknya—ingin berfoto berdua.

Tapi tiba-tiba saja Axelion menarik kakinya.

"Daddy... Are you forget me?" rengek Axelion, mendongak menatap Xavier sembari mencebik.

***

LEONIDAS Mansion. Barcelona—Spain | 07:49 PM

"Jingle bells, jing-jingle bells....Jingle all the way. Oh what fun it is to ride, in a one-horse open sleigh, brruup... Jingle bells, jingle bells.... Jingle all the way. Oh what fun it is to ride. In a one-horse open sleigh...."

Malam Natal tiba, Mansion Leonidas makin meriah. denting lonceng, iringan lagu natal, hingga percakapan riang orang-orang menghiasi acara pesta di mansion Leonidas. Aurora berdiri di tepi ruangan, tersenyum menatap Axelion. Bocah kecil itu duduk dengan Aiden dan Crystal di kursi piano, tertawa riang—ikut menekan tuts piano begitu lagu Jingle Bells selesai mereka nyanyikan.

Kehangatan merasuk lebih jauh ke dada Aurora, membuatnya mengembangkan seulas senyum.Terlebih setelah itu matanya tidak sengaja beradu dengan mata Xavier. Lelaki itu sedang berdiri di seberang ruangan—berbincang dengan kumpulan Pria berjas, lalu berjalan menghampirinya.

"Aku mencarimu sejak tadi. Kenapa kau ke kamar mandi lama sekali?" bisik Xavier sembari merengkuh pinggang Aurora, lalu mengecup keningnya. "Kau sudah baik-baik saja kan?" tanya Xavier lagim merengutkan kening. Beberapa jam yang lalu Aurora memang merasa tubuhnya kelelahan, karena itu dia terus beristirahat hingga makan malam.

"Aku tidak apa-apa. Tadi aku sengaja berhenti untuk melihat Axelion.

Xavier mengikuti arah pandangannya, lalu berbisik. "Lihat betapa lucunya dia. Aku bertaruh dia pasti mendapat banyak kado."

"Ya. Dia mendapat kado banyak sekali. Darimu, dariku, Mommy, Daddy, Crystal—"

"Diamlah. Jangan membuatku iri lagi."

Aurora menoleh, menatap Xavier geli. "Seriously? Kau bisa iri pada anak kita?"

Raut wajah Xavier melembut usai Aurora mengatakan 'kita'. Xavier menahan senyum geli— kemudian mendekatkan wajah mereka. "Tidak semuanya," bisik Xavier lagi. "Hanya kado darimu. Aku juga mau."

Aurora berdeham, memalingkan wajah—sengaja menyembunyikan rona wajah, kembali menatap Axelion. Xavier semakin mengeratkan rangkulan di pinggangnya, merapatkan tubuh mereka kemudian menarik kepala Aurora agar bersandar padanya. Aurora tidak menolak, tersenyum kecil. Sebenarnya Aurora sudah menyiapkan kado untuk Xavier, dia akan memberikannya—tapi nanti.

"Kau serius? Tidak ada kado untukku?" ulang Xavier lagi.

Aurora mendongak, menatap Xavier jengah. "Untuk apa? Bukankah kau juga tidak memberiku kado?"

"Ah, jadi kau juga berharap?" tebak Xavier sembari tersenyum kecil.

Aurora menggerutu, langsung memalingkan wajah—sengaja menyembunyikan wajahnya yang merona. Tapi empat detik kemudian, dia merasakan Xavier memasangkan sesuatu di tangannya. Aurora langsung menoleh, menatap jemarinya.

Ini cincin pertunangan mereka dulu, berbentuk mahkota cantik—yang juga cincin pernikahan Anggy. Wanita itu menolak Aurora mengembalikannya ketika Aurora berpamit pergi. Cincin ini sempat hilang tiga tahun yang lalu...tapi kenapa sekarang malah ada pada Xavier?

"Bagaimana ini bisa...." Aurora menatap Xavier tidak percaya, tidak bisa meneruskan ucapannya. Di saat bersamaan Xavier menggetok keningnya.

"Xavier, sakit!"

"Sepertinya sikap cerobohmu memang tidak bisa hilang, ya. Bagaimana kau bisa menghilangkan cincin Mommy?" gerutu Xavier.

Aurora merengut. "Aku tidak sengaja! Tapi kenapa cincin ini bisa ada pada—"

"X... I wanna talk with you."

Aurora menoleh, sedikit terkejut. Kenneth Stevano sudah berdiri di hadapan mereka, menatap Xavier tajam dengan kening merengut—tampak tergesa. Xavier hanya melirik Kenneth sekilas.

"Nanti saja. Aku sibuk," ucap Xavier sembari merangkul pinggang Aurora lagi.

"Tidak bisa. Aku mau sekarang. Ini penting!" desak Kenneth memaksa.

"Jika aku tidak mau?"

Kenneth mulai emosi, tangannya terkepal. Aurora menyadarinya, karena itu dia menoleh pada Xavier—berusaha membujuknya. "Pergilah dulu, X. Turuti mau Kenneth."

"Tapi Ara—"

"Sebentar saja. Aku tidak mau ada keributan. Nanti kita bisa berbicara lagi."

Xavier mengembuskan napas, menatap Aurora tidak terima. Tapi Aurora malah memberikan tatapan memerintah. Akhirnya Xavier mengalah, mengecup kening Aurora lalu bangkit berdiri. "Tunggu disini, Mommy. Jangan kemana-mana. Kau paham?"

Aurora mengangguk, tersenyum tipis—terus menatap punggung Xavier yang menjauh. Namun sebelum Kenneth dan Xavier menghilang dari pandangan, suara panggilan Axelion menarik perhatian Aurora. Crystal menggendong Axelion menuju ke arahnya. Rupanya singa kecil itu sudah selesai dengan acara 'konser' mininya bersama Aiden dan Crystal.

Aurora buru-buru meraih Axelon dari gendongan Crystal. "Singa Mommy sudah selesai?"

"Yash! Crystal said it's time for open my gifts Mommy!"

Crystal tesenyum, melirik Aurora. "Ya. Kau tau sendiri anakmu, dia bisa saja terus membuat para tamu terus mendengarkan Jingle Bells sampai pesta usai."

Aurora terkekeh, mengecup puncak kepala Axelion. "Baik. Ayo kita buka kadomu."

"Where is Daddy, Mommy? I want to open my gift with Daddy!"

Aurora mengembuskan napas, lalu melirik ke arah Xavier dan Kenneth pergi. "Nanti saja ya? Dengan Mommy dulu. Baru nanti dengan Daddy."

"I won't." Axelion mulai mencebik, merengut keras kepala. "I want with Daddy now! I never opened my gifts with Daddy, Mommy...," rengek Axelion, mulai menangis. Aurora jadi tidak tega, begitu pula dengan Crystal. Mereka bertatapan.

Aurora mengembuskan napas. "Xavier sedang berbicara dengan Kenneth."

"Hampiri saja mereka. Kasian keponakanku—jangan membuatnya menangis di malam Natal. Lagipula itu hanya Stevano. Iya kan, Boy?" bujuk Crystal pada Axelion. Axelion mengangguk mengusap wajahnya dengan punggung tangan, lalu menatap penuh permohonan pada Aurora.

Aurora akhirnya tersenyum, mengangguk. Lalu membawa Axelion keluar dari ballroom mansion. Aurora sempat menanyakan keberadaan Xavier pada pelayan, lalu segera menuju ke ruang kerja. Xavier dan Kenneth ada disana—sedang berbincang, Aurora melihatnya lewat pintu yang terbuka. Xavier berdiri membelakanginya.

"Katakan, dimana kau menyembunyikan Kendra."

Aurora sudah ingin menyapa mereka, tapi ucapan Kenneth menghentikannya. Wait... Kendra? Untuk apa Xavier menyembunyikan Kendra?

"Siapa kau? Siapa aku? Lagipula bukan urusanmu," balas Xavier.

"This jerk! Kendra mengandung putraku!"

"Ah, jadi itu putramu...bukan masalah, aku bisa menerimanya."

"Jaga ucapanmu Leonidas, atau—"

"Atau apa? Kau pikir siapa dirimu hingga bisa mengancamku?"

Aurora menggigit bibir bawah, tidak bisa berkata-kata. Dia mengambil satu langkah mundur, lalu bergegas menyingkir dari ambang pintu. Langsung bersandar di dinding terdekat sembari membawa Axelion ke pelukannya—berusaha mehanan tangis agar tidak keluar.

Axelion putra mereka. Namun selama ini hanya Aurora yang menjaganya, membesarkannya—Xavier tidak pernah ada. Dan sekarang dia mendengar Xavier mau menerima putra lelaki lain? Sesak. Apa Xavier sebegitu mencintai Kendra hingga dia bisa menerima segala hal darinya? Rasanya semua kepercayaan diri Aurora yang baru terbangun hancur begitu saja.

"Why are you crying, Mommy? Are you sad." Axelion bertanya, jemari kecilnya meraih wajah Aurora. Aurora mendongak, menorehkan seulas senyum paksa—berniat menunjukkan jika dia baik-baik saja.

"Tidak. Mommy tidak menangis."

"Then let's call Daddy, Mommy! I wanna open my gift!"

"Axelion sangat menyayangi Daddy, ya?"

Axelion menggangguk cepat. Lagi. Aurora tersenyum, menghembuskan napas dan langsung menegakkan tubuh, berniat menghampiri Xavier. Tapi Xavier terlihat keluar lebih dulu, berlari tergesa ke arah Aurora dan langsung meraih pundaknya.

"Daddy!" pekik Axelion riang.

"Ara... Yang kau dengar tadi—"

"Sudahlah, X. Tidak perlu menjelaskan apapun. Putraku ingin membuka kadonya. Dia ingin kau ikut juga," gumam Aurora dingin sembari beradu pandang dengan Xavier.

"Putra kita," ralat Xavier geram. "Dengarkan aku; I have nothing with Kendra. Only you, only us."

"Lalu?"

Xavier mengacak rambutnya, menatap Aurora lekat, hendak berbicara lagi—tapi Axelion keburu menyahut. "Daddy! Let's open my gifts! C'mon, c'mon...c'mon!" teriak Axelion kesal.

TO BE CONTINUED.

________________________

HOPE YOU LIKE IT!

JANGAN LUPA VOTE, KOMEN + SHARE KE TEMAN KALIAN!

Emoticon kalian untuk part ini?

Yang udah baca part kemarin—maafkan. Dy lebih prefer part ini sih hehe. Soalnya Dy lagi nggak mau bahas yang berat-berat. Jadi cerita Crystal ditendang ke ceritanya sendiri aja. Tim Aiden yang sabar :')

Btw ada salam buat Xavier?

Aurora?

Baby Singa?

Kenneth?

Kendra? (jangan bilang nggak kenal)

Atau Dimitry? (Ada yang kangen dia? Wkwkw)

See you soon! Sayang kalian.

With Love,

Dy Putina

Istri Sah Sean O'Pry

Jangan lupa follow IG :

@dyah_ayu28

@the.angels05

@xavier.leonidas1

@aurora.regina1

@crystal.leonidas01

@axelion.leonidas 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro