Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Note 12 : Kertas Harapan

Di meja kaca dingin itu, aku menatap selembar kertas putih yang tergeletak dengan tenang. Tangan gemetar memegang pulpen, seolah setiap gerakannya akan mengubah dunia kecil yang kumiliki. Di kertas ini, tergantung sebuah harapan, harapan yang belum tentu akan menjadi kenyataan.

"Tulis aja, nak" suara serak seorang perempuan, ibuku, memecah keheningan. Matanya yang lembut menatapku penuh dorongan serta harapan. 

"Tapi... kalau aku ditolak lagi, gimana?" tanyaku dengan nada ragu.

Ibuku tersenyum. "Seenggaknya kau udah mencoba."

Aku menarik napas panjang. Kertas di depanku itu adalah surat lamaran terakhir yang bisa ku kirimkan. Kesempatan terakhir untuk melanjutkan hidupku—atau lebih tepatnya, hidup yang kuinginkan. Dengan segala perjuangan, aku tahu betul bahwa tidak banyak ruang untuk kesalahan kali ini.

Pulpen ku genggam lebih erat. Di seberang jendela, langit mulai mendung, awan kelabu menggantung, mengisyaratkan datangnya hujan. Sungguh cocok dengan suasana hatiku.

Selama bertahun-tahun, hidupku seperti kertas yang berisi daftar kegagalan dan kemalangan. Harapan selalu datang dan pergi dengan cepat, seperti hujan yang menyisakan basah tanpa warna. Setiap lamaran pekerjaan yang ku tulis, seolah hanyalah catatan sia-sia dari seseorang yang sudah mati di dalam.

"Kamu masih bisa melakukannya," ibu meyakinkanku lagi. 

Kubayangkan masa depan yang ku impikan—pekerjaan yang layak, kehidupan yang stabil, dan sedikit kebahagiaan di antara tumpukan kesulitan. Mungkin, hanya mungkin, jika aku berusaha sekali lagi, akan ada secercah harapan.

Dengan perlahan, aku mulai menulis. Kata demi kata tertoreh, membentuk paragraf yang berusaha menyampaikan isi hatiku dan keahlianku. Setiap goresan pulpen adalah doa, setiap titik akhir kalimat adalah harapan baru. Setidaknya, kali ini aku tak akan menyerah tanpa perlawanan.

Saat selesai, aku meletakkan pulpen dan memandang hasilnya. Surat itu sempurna, tapi di dalam dada, ada kekosongan. Harapan yang kusimpan di kertas itu terasa begitu rapuh.

"Alhamdulillah, kamu berhasil nak," ucap ibuku penuh semangat. Namun, di matanya, ada sesuatu yang membuat hatiku teriris.

Aku tahu, di balik dorongan dan senyumnya, ibuku tengah melawan waktu. Kematian sudah lama menghantui dirinya—penyakit yang tak terhindarkan itu sedang menjemput orang tua yang aku punya satu-satunya. Setiap kali ibu mendukungku, sesungguhnya ibu sedang berusaha meraih sisa-sisa harapannya sendiri.

Dan aku? Aku hanya bisa menatap kertas di depanku, bertanya-tanya apakah segala usaha ini akan berarti saat akhirnya kita semua akan dihadapkan pada hal yang sama: kematian.

Ibu batuk kecil, menutupi mulutnya dengan tangan. Aku merasakan ketakutan yang menjalar. Harapanku, seperti kertas ini, bisa hilang kapan saja—terbakar, tertiup angin, hancur. Tapi aku tetap menulis. Karena meskipun kematian akan datang, seperti yang menunggu ibuku, harapan akan tetap ada. Di setiap kata, di setiap napas yang tersisa.

"Kamu juga tau kan, nak. Kita semua sedang menunggu sesuatu di dunia ini," katanya pelan seraya membelai rambutku, "tapi tak ada salahnya mencoba sampai akhir."

Dan di sana, dengan kertas yang ku genggam erat, aku mengerti. Harapan dan kematian adalah dua sisi dari koin yang sama. Di antara keduanya, kita hidup—dan berusaha.

To: Blackpandora_Club

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro