Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

2. Kelakuan

"Razia rambuuut!"

Mendengar seruan itu, Ragas dan Bintang merasa mendadak jadi buronan. Mereka sudah kepalang masuk gerbang sekolah dan tidak bisa menghindari tatapan tiga satpam yang ternyata menjadikan mereka target razia.

Langit yang rambutnya memang selalu rapi itu nyelonong santai masuk halaman sekolah bersama Vespa matic tercinta. Dia bahkan bersiul ketika melewati dua kakaknya yang pucat pasi. Usai memarkirkan motor serta melepas helm, Langit menghampiri Ragas dan Bintang di pintu masuk parkiran.

"Rambut jamet lo bentar lagi tinggal kenangan, Gas." Langit menatap rambut Ragas yang sedikit diberi warna cokelat terang.

"Anying, enggak mau, ini aset berharga aing!" ucap Ragas, cemas.

Bintang menyentuh rambut tebalnya yang sudah menutupi telinga. Dia lihat di depan gedung sekolah sudah ada teman-temannya yang telah menjadi korban cukur Kepala Sekolah. Seketika itu Bintang meringis disertai bulu kuduknya berdiri serempak.

"Hayolo ...," celetuk Langit bersamaan meninggalkan dua saudaranya itu.

Jarak gedung sekolah dengan lahan parkiran lumayan jauh, karena mesti melewati empat lapangan besar sekaligus. Itu merupakan lapangan untuk berolahraga, tak sebesar lapangan pada stadion sepak bola.

Ketika Langit berjalan sendirian, ia agak terkejut saat disapa segerombolan cowok yang merupakan kawanan Ragas. Mereka punya circle, namanya Tongkrongan Dewa. Biasanya sehabis pulang sekolah mereka kumpul di sebuah markas.

Langit tidak pernah mau masuk menjadi anggota Tongkrongan Dewa padahal sudah berkali-kali dia dirayu sedemikian rupa.

"Pagi, Langit!" Nemesis menyapa ramah.

Langit mengangguk satu kali.

"Gue sampe sekarang masih enggak percaya lo adiknya Ragas, Ngit." Skipper menyahut tiba-tiba. "Kadang gue mikir Ragas itu anak pungut."

Mereka menertawakan ucapan Skipper, bahkan Langit ikut terkekeh meski sangat-sangat pelan. Seperti apa yang dikatakan Skipper, nyatanya karakter Langit dan Ragas memang tidak begitu mirip. Pembawaan Langit cenderung lebih tenang bila dibandingkan dengan Ragas yang hiperaktif.

Untuk menghentikan tawa mereka, Langit hanya mengatakan, "Ada razia rambut."

Maka, mereka berpencar mencari tempat persembunyian untuk menyelamatkan diri dari cukuran yang membuat rambut mereka jadi kacau.

Setelah mereka pergi, Langit membuang napas panjang mengartikan ia lega. Di saat itulah matanya menangkap sosok gadis cantik yang berjalan setara dengan langkahnya, tapi mereka terpisah jarak sekitar sepuluh meter.

Misa mengukir senyum hangat, tentu saja Langit balas.

Salah tingkah, Langit menggaruk leher belakang dan menahan senyumnya yang hendak terukir lebih lebar. Hal yang membuat hari-hari Langit lebih menyenangkan ialah bertemu dengan Misa. Cewek itu membawa kebahagiaan untuk Langit pribadi.

"Kak Langit!"

Suara bernada sedikit cempreng membuat perhatian Langit teralih. Ia lihat ada tiga cewek mendatanginya. Mereka semua mengenakan seragam khas anak SMP.

"Aku boleh minta follow back di Instagram, enggak? Aku udah follow Kakak dari lama, loh!" pinta satu cewek yang rambutnya diikat setengah. "Username aku jiminaagf. Double A, ya, Kak!"

Langit mengangguk. "Iya, nanti di-follow."

"Ini temen aku suka sama Kak Langit! Dia malu-malu," ceplos satu anak lain yang memaksa temannya menunjukkan diri di hadapan Langit.

Misa yang menyaksikan itu lantas meninggalkan tempat tanpa menghilangkan senyuman dari wajah cantiknya. Melihat Langit dikerubungi perempuan bukanlah hal baru bagi Misa. Sama seperti dirinya yang setiap hari selalu didekati cowok baru.

Meskipun banyak lelaki yang menginginkannya, Misa tetap tidak mau membuka hati untuk orang lain, karena sudah ada satu-satunya orang yang saat ini singgah di hatinya.

"Lila! Katanya mau ngobrol sama Kak Langit, sekarang malah malu-malu."

"Ih, kapan-kapan aja ...." Anak yang bernama Lila itu bertutur malu.

Langit kikuk berinteraksi dengan para adik kelas beda gedung itu. Untuk menyudahi kecanggungan ini, Langit meminta mereka masuk kelas karena sebentar lagi bel akan berbunyi. Tiga cewek ini girang disuruh masuk oleh Langit, dan seketika mereka berlari ke gedung SMP.

Celaka, mereka bertiga berpapasan dengan satu siswa yang sebenarnya adik kelas mereka, tapi dia sangat-sangat songong dan menyebalkan!

"Sayang," sapa Bastian ke Lila.

"IDIH, SOK GANTENG LO!" Teman Lila menyambar galak.

Cepat-cepat mereka menjauhi Bastian dan yang terpenting Lila selamat dari godaan menjijikan cowok itu.

• • •

Rambut sudah kena razia, kini Ragas bersama Bintang dihukum karena tidak mengerjakan PR Matematika. Ada tiga anak lain yang juga mengalami kejadian sama, tetapi mereka berinisiatif menyelesaikan tugas dengan meminta waktu tambahan kepada guru.

"Hukum kami aja, Bu. Kami ikhlas." Ragas bertutur melas.

"Hooh, daripada harus ngerjain matematika. Itu musuh saya dari SD, Bu." Bintang menyahut.

Adinda, guru Matematika yang telah mengajar selama belasan tahun itu mendengkus pelan. Ia mencubit pinggang Ragas dan Bintang bergantian sampai dua anak ini meringis kesakitan. Lalu, Adinda berdiri tegap sambil melotot ke arah mereka.

"Kalian itu udah kelas dua belas! Harusnya jadi contoh baik buat adik kelas kalian! Bukannya malah males selesaiin tugas, males mikir, males berusaha!" omel Adinda.

"Bukan males, Bu, tapi kapasitas otak saya enggak mampu nampung rumus-rumus matematika. Nah, karena kapasitasnya kecil, jadinya otak saya lemot, Bu." Ragas membela diri.

"Betul," sambar Bintang.

"Makanya, belajar!" Adinda mengoceh lagi. "Ibu ngerti enggak semua orang bisa matematika. Tapi, temen-temen kalian yang lain tuh masih mau coba cari jawaban. Enggak kayak kalian yang pasrah aja! Gimana kalian mau hadapi Ujian Nasional nanti?!"

"Hadapi dengan ikhlas dan sabar, Bu." Bintang bertutur.

"Bintang!" sentak Adinda.

"Nyaut aje lo, Bi." Ragas bisik-bisik.

"Ngaca, nying," balas Bintang berbisik juga.

Adinda menarik napas panjang dan membuangnya perlahan. Melihat Adinda lelah begitu bikin Ragas serta Bintang jadi tidak enak hati. Jadilah mereka meminta maaf sudah buat sang guru marah-marah.

"Memangnya kalian enggak butuh nilai?" Adinda melanjutkan ocehannya.

"Butuh, Bu." Ragas merespons cepat.

"Kalo nugas aja males, dari mana kalian bisa dapet nilai? Dari langit?!" Sekarang Adinda menampilkan wajah garang lagi.

Tepat setelah Adinda berseru seperti itu, pintu kelas diketuk dan terbuka. Muncul seorang murid membawa setumpuk buku tulis Matematika yang merupakan hasil kerja teman-teman sekelasnya.

"Permisi, Bu." Langit berjalan mendekati meja guru.

Kelas menjadi lebih hening kala Langit datang. Semua mata tertuju padanya, seperti ada yang menarik dari dia. Senyum Adinda pun muncul meskipun hatinya masih panas akibat dua muridnya yang nakal.

"Makasih, ya, Langit." Adinda berkata selepas Langit menaruh buku-buku di meja.

"Sama-sama, Bu," balas Langit sopan.

Lalu mata Langit tertuju ke dua kakaknya. Ia tersenyum miring penuh arti, dan tatapannya berubah menjadi tatapan mengejek.

"Gue aduin ke Bunda." Langit berujar tanpa suara.

Ragas membulatkan mata dan ketar-ketir menatap kepergian adiknya dari kelas ini. Bintang merangkul Ragas seraya bertutur pelan, "Sabar, ye. Siap-siap kena ceramah lagi."

Adinda kembali menghadap dua makhluk itu. Ia menyeletuk, "Ragas, enggak malu dilihat adik kamu? Atau malah Langit yang malu kakaknya dihukum begini?"

Kali ini Ragas tertunduk seperti yang Bintang lakukan. Mereka menunduk selama Adinda memberi wejangan. Aslinya mereka sedang bisik-bisik membicarakan sesuatu dan tak fokus ke ucapan Adinda.

• • •

Istirahat pertama, Langit berada di kantin sedang menikmati bakso. Ia awalnya duduk sendirian, tapi ketenangannya seketika buyar saat Ragas datang bersama 'kembaran'nya.

"Dede makan apa tuuuh?" Ragas duduk di sebelah adiknya.

"Mata dipake, jangan mulut doang." Langit menyahut tidak senang.

"Galaknya ... pasti minta ditraktir Aa," kekeh Ragas.

Sebenarnya tidak, tapi Langit jadi punya ide baru. Pada kesempatan itu Langit langsung minta dua botol teh dingin dan yang bayar harus Ragas. Mau tidak mau, Ragas memenuhinya.

Seraya beranjak ke penjual minuman, Ragas bertutur, "Ngit, dapet salam dari temen kelas gue."

"He'em," sahut Langit sambil anteng melahap bakso isi telur.

Bintang hendak menyusul Ragas, tetapi ia mengurungkannya dan duduk di hadapan Langit. Ia memainkan jemari di atas meja hingga menciptakan nada sebuah lagu. Entah itu lagu apa, sepertinya cuma Bintang yang tau.

"Kelas lo jadi tanding futsal sama kelas gue?" Bintang bertanya.

"Enggak. Kelas dua belas enggak boleh main lagi, kan? Dibatalin tuh sama Pak Nani." Langit mengucapan sesuai informasi dari guru Penjas.

"Serius?!" Bintang ketinggalan berita. "Kan bukan pertandingan dari sekolah. Ini sewa tempat sendiri."

"Iye, justru itu. Ketauan sama Pak Nani," ungkap Langit.

"Mampus. Kena hukum lagi ini mah." Bintang segera meninggalkan tempat dan menyusul sepupunya yang menjadi dalang dari pertandingan Futsal ilegal ini.

"Gas! Ada berita buruk!" tutur Bintang dengan suaranya yang besar.

◽️ to be continued ◽️

NEXT LAGI? spam "Shakaraja" di sini 😎

Langit:

Misa:

Bintang:


Ragas:

◽️

follow IG mereka:
@langitshaka
@ragascahaya
@nyxreaperr

@alaiaesthetic

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro