1. Hujan
Sebetulnya agak percuma tiga remaja ini berteduh di kedai tukang martabak karena setelah jajan makanan manis tersebut, mereka pulang dengan sengaja berguyur di bawah derasnya hujan.
Derum motor besar Ragas dan Bintang mengisi jalan raya yang lengang. Di belakang, Langit tertinggal jauh sebab dia membawa Vespa cukup pelan sambil sesekali celingak-celinguk melihat beberapa orang berteduh di tepi jalan.
Angin yang kencang menghajar segala yang berada di dekatnya, termasuk gerobak dagangan milik seorang bapak tua. Langit kebetulan melintas di dekat beliau, segeralah dia menepikan motor.
Ia lari menghampiri bapak itu untuk bantu mengangkat gerobak yang jatuh tak berdaya ke aspal. Langit juga memungut buah-buahan yang masih terbungkus plastik bening. Ia memastikan tidak ada kerusakan yang parah.
"Makasih banyak, Nak!" Si Bapak yang kurus ini setengah menunduk ke Langit.
Langit balas lebih membungkuk dan berkata, "Sama-sama, Pak. Hati-hati, ya!"
Sebelum melanjutkan perjalanan, Langit menyerahkan uang jajannya yang masih tersisa untuk bapak tadi. Ia bahkan meminta maaf karena uangnya basah—padahal mereka sama-sama tau ini hujan. Terharu, bapak itu mengusap lengan Langit dan kembali mengucapkan terima kasih.
Usai itu, barulah Langit balik ke motor dan menyusul dua kakaknya yang sudah sangat-sangat jauh meninggalkan dia.
• • •
"Kenapa harus hujan-hujanan? Emangnya enggak bisa tunggu sampai reda dulu?" Bunda bertutur di hadapan tiga lelaki yang semuanya sudah selesai mandi.
Langit mandi terakhir, dan kini dia masih sibuk mengeringkan rambut menggunakan handuk kecil. Sementara itu Ragas dan Bintang sedang menyesap teh hangat buatan Bunda.
"Kangen mandi hujan, Tan." Bintang menanggapi ucapan Bunda.
"Kalian mandi hujannya sambil naik motor. Takutnya masuk angin," ungkap Bunda khawatir.
Ragas menyahut, "Enggak, Bunda. Kan udah minum teh buatan Bunda, pasti anginnya enggak jadi masuk."
Langit beranjak dari sofa untuk meletakkan handuknya di tempat jemuran kain. Dia melirik jendela besar yang masih menyuguhkan pemandangan hujan lebat. Makin lama udara bertambah lebih dingin.
"Angit, minum tehnya, Sayang." Bunda berkata saat Langit muncul setelah jemur handuk.
"Iya, Bun." Langit mengiakan dan meraih secangkir teh yang berasap tipis, kemudian meminumnya sedikit demi sedikit.
Bunda pamit ke dapur untuk lanjut memasak kari ayam buat anak-anak ini. Sepeninggalnya Bunda, mereka langsung sibuk membuka ponsel. Ragas dan Bintang duduk di sofa yang sama, sedangkan Langit di sofa satunya sambil tiduran.
Langit sekadar mengecek apakah ada notifikasi atau tidak. Selain itu, dia tak begitu ingin tahu tentang trend atau topik hangat yang terjadi di dunia maya. Bintang maupun Ragas juga cuma lihat-lihat sebentar, setelahnya mereka mengobrol lagi.
"Pas istirahat kedua, di kelas lo ada apaan? Kayak rame pisan." Langit bertanya pada mereka berdua.
Ragas seketika tergelak, dan tawanya tertular ke Bintang. "Nemesis nembak cewek, tapi ditolak, Ngit."
"Gue kesian banget sama dia. Udah nyiapin semuanya sampe begadang empat kali berturut-turut, hasilnya enggak ada." Bintang menyambar serius, tapi pada akhirnya dia terbahak lagi.
Dua tuyul itu asyik mengingat-ingat kejadian di sekolah tadi, dan yang paling bikin mereka ketawa keras adalah ekspresi melas Nemesis ketika ditolak gebetannya. Mereka menebak, pasti sekarang Nemesis sedang mengurung diri akibat patah hati.
"Gue baru tau Nemesis suka cewek. Kirain anu," kekeh Langit.
Dikarenakan Nemesis sering menggoda teman sesama lelaki, mungkin Langit mengira Nemesis suka sesama jenis.
"Gue malah ngeri abis ini omongan Langit jadi kenyataan." Bintang menyeletuk.
Geluduk menyambut ucapan Bintang. Tanpa merasa terusik oleh suara-suara besar dari langit yang makin gelap, tiga cowok itu terus berbincang, tapi terjeda sebentar akan harumnya masakan Bunda.
"Ngit, sini!" Ragas memanggil, minta adiknya mendekat.
Langit dengan setengah malas beranjak dari posisi awal dan pindah ke sofa seberang. Kini Ragas berada di tengah-tengah Bintang dan Langit. Perhatian mereka terpusat ke ponsel Ragas yang menampilkan postingan seorang perempuan di Instagram.
"Nemesis ketar-ketir nih liat foto baru Misa!" seru Ragas.
Seperti ada sesuatu yang mengganggu jantung Langit kala ia lihat wajah gadis itu.
Suara Langit sirna, padahal Bintang dan Ragas bertingkah heboh dan sibuk menggoda Nemesis di kolom komentar foto Misa. Iya, Misa ini gebetan sekaligus cewek yang menolak Nemesis.
"Nemesis nembak Misa?" Langit bertanya pelan.
"Yoi, Ngit! Saingan Nemesis hampir satu sekolah." Ragas cekikikan lagi.
Selain memiliki paras yang menarik, Misa juga dikenal pintar dan ramah. Jadi, tidak heran bila dia sangat famous di sekolah, sehingga dikagumi banyak orang. Walaupun cantik dan terkenal, itu bukan menjadi alasan Misa harus punya pacar.
Selama ini dia sama sekali belum pernah berpacaran. Sudah banyak cowok mencoba mendekatinya, menyatakan perasaan, mengajaknya jalan, dan tak satu pun ia terima. Itulah faktor lain yang membuat banyak cowok penasaran terhadap sosok Trixie Misabelle alias Misa.
Ponsel Langit yang tergeletak di sofa seberang layarnya menyala. Segera ia mengambil benda pintar tersebut dan mengecek notifikasi yang masuk. Setiap membaca nama itu, dada Langit pasti menghangat.
MISA:
Langit, udah sampe rumah? kehujanan ga?
Langit segera membalas pesannya dengan dua jempol bergerak cepat menyusun kata.
LANGIT:
Ini udah di rumah. Tadi keujanan
MISA:
kenapa ga neduh?
LANGIT:
Kangen
MISA:
kangen apa?
LANGIT:
Kangen main ujan
Tanpa Misa ketahui, Langit mengusap wajahnya yang panas karena chat dia tadi terasa ambigu.
MISA:
mau aku bawain sesuatu buat kamu?
LANGIT:
Ga usah sa
Sebelum menerima balasan dari Misa, Langit langsung mengalihkan topik tentang hal yang ternyata ingin dia ketahui dari pihak Misa.
LANGIT:
Tadi ditembak lagi?
MISA:
iya.. aku tolak
LANGIT:
Jangan ngerasa bersalah
MISA:
iyaa Langit 😊
Percakapan terjeda di situ karena Langit tak membalas Misa. Ia mematikan layar ponsel, berniat minggat ke dapur untuk mendatangi Bunda, tetapi ada kejadian yang membuat langkah Langit terhenti dan menimbulkan sorakan dari Bintang maupun Ragas.
Ini semua karena gelegar mengerikan yang timbul di langit.
"Yah, listriknya modar!" celetuk Ragas.
• • •
Pagi-pagi di sekolah sudah terjadi keributan yang asalnya dari kelas 12 IPS 1.
Seorang siswa berlari panik karena dikejar-kejar tiga siswi yang sengaja mengganggunya. Siswa itu tak lain adalah Bintang Anugerah Raja. Si Ganteng yang takut sama perempuan.
"Jauh-jauh! Sumpah, gue merinding!" Bintang bergidik dan mengoceh ketika dia berdiri di atas meja.
Tepat saat itu, guru datang dan memergoki anak muridnya sedang menginjak-injak fasilitas sekolah. "Bintang!" hardik Sukma.
"Eh, Bu Suk! Ampun!" Bintang pun melompat turun dan kabur ke bangkunya.
Di belakang Sukma, ada dua siswa menahan tawa. Yang satu membekap mulut, satunya lagi merapatkan bibir sampai pipinya membulat karena dia tengah menikmati pisang yang dibaluri cokelat lumer.
"Pagi, Ibu cantik. Udah sarapan?" Ragas berucap manis disertai senyum. Dia lagi tebar pesona ke guru.
"Sudah." Sukma menjawab sekenanya, tapi terlihat dia menahan senyuman.
Ragas masuk ke kelas dan menyalami Sukma. Lalu, Langit ikut masuk sambil menyembunyikan jajanan pisangnya.
"Pagi, Bu." Langit menyapa.
Sukma mengangguk. Baru saja Langit mengekori Ragas ke bangku, seketika Sukma tersadar dan mengomel. "Langit! Ini bukan kelas kamu!"
Ragas menepuk jidat dan menertawakan adiknya yang meminta maaf ke Sukma, lalu berlari meninggalkan kelas ini.
"Trio Raja ini ada-ada aja kelakuannya. Kompak banget kalau bikin guru ngomel," ceplos Sukma, berbicara tentang Langit, Ragas, dan Bintang yang sama-sama memiliki marga 'Raja' sampai disebut Trio Raja oleh para guru.
"Tapi Ibu seneng kan punya murid ganteng-ganteng kayak Trio Raja?" Ragas menyahut.
"Pedeee!" protes seorang siswi.
"Ih, tapi gue setuju kalau Langit ganteeeng banget!!!"
"Bintang ganteng tapi enggak suka cewek, Bu! Dia harus dirukiah!"
"Sembarangan!" sambar Bintang.
Maka, kelas ini menjadi ramai dengan pembahasan yang bukan soal pelajaran. Sukma membuang napas lelah. Ini bukan pertama kali ia mengalami situasi begini, karena selama ada Ragas dan Bintang di kelasnya, kelas akan selalu berisik.
Di lain tempat, Langit menelan gigitan pisang terakhirnya dan melangkah lebih cepat ke kelas. Namun, seseorang memanggil hingga Langit otomatis berbalik badan. Ia spontan mengelap sudut bibir karena takut ada cokelat yang berjejak.
"Hey." Misa menyapa diiringi senyum manis.
Langit baru akan membalas sapaan itu, tetapi serbuan angin kencang menginterupsinya. Awan gelap menandakan akan turun hujan lagi. Misa yang tak mengenakan pelindung tubuh selain seragam itu seketika memeluk dirinya sendiri seraya mendekat ke tembok.
"Enggak bawa jaket?" tanya Langit.
"Tadi aku pake sweater, tapi aku lepas di mobil." Misa menjawab. Rasanya tak mungkin mengambil sweater itu karena sudah pasti mobil ayahnya telah meninggalkan halaman sekolah.
Langit membuka hoodie yang ia kenakan dan diserahkan ke Misa. Ia pun berkata pada cewek itu untuk masuk ke kelas. Misa tidak berucap apa-apa selain menuruti perkataan Langit. Maka, mereka berpisah ke kelas masing-masing.
◽️ to be continued ◽️
akhirnya cerita ini berlanjut 😆
NEXT? spam di sini.
jangan lupa selalu VOTE dan COMMENT 🤍 thank youuu
◽️
misa:
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro